Opini
Negara Kembar dalam Gempa dan Tsunami
Indonesia dan Jepang menjadi negara kembar dalam hal bencana gempa dan tsunami. Dua negeri yang sama-sama berada pada zona Cincin Api
Ir. Faizal Adriansyah, M. Si
Penasihat Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Aceh, Kepala Puslatbang KHAN LAN RI
Indonesia dan Jepang menjadi negara kembar dalam hal bencana gempa dan tsunami. Dua negeri yang sama-sama berada pada zona Cincin Api atau "Ring of Fire". Tsunami sendiri berasal dari bahasa Jepang yaitu tsu artinya pelabuhan dan nami artinya gelombang.
Kejadian yang sering terjadi di negara Sakura tersebut bila ada gempa tidak lama kemudian diikuti dengan gelombang pasang yang menghantam wilayah pelabuhan sehingga mereka kemudian menamakannya tsunami.
Bangsa Jepang tidak pernah melupakan bencana atau menjadi bangsa "amnesia" terhadap bencana. Mereka sangat menghormati nasihat indatunya, seperti seorang Fisikawan Jepang Dr. Torahiko Terada (1878-1935) berwasiat "Tensai wa wasureta koro ni yatte kuru" (Bencana akan datang melanda pada saat orang sudah lupa hal tersebut).
Karena itu Jepang selalu menjadikan bencana sebagai pembelajaran untuk membentuk masyarakat tahan bencana, mereka mewariskan kesadaran kepada generasi ke generasi berikutnya bagaimana hidup bersama bencana.
Jepang patut dicontoh dalam hal mengelola bencana, paradigma Pengurangan Resiko Bencana(PRB) yang mereka bangun adalah "menyelamatkan hidup dan kehidupan". Kalau hanya menyelamatkan hidup cukup mengurangi korban jiwa, tapi Jepang tidak hanya mengurangi korban jiwa saja mereka juga melakukan upaya bagaimana menyelamatkan kehidupan agar semua berjalan normal sekalipun bencana menerpa.
Jepang walaupun sering dilanda bencana alam yang kadang menelan korban jiwa ribuan serta kerusakan infra struktur yang luar biasa dahsyatnya, namun pascabencana Jepang tetap bertahan stabilitas kehidupan lainnya seperti ekonomi tidak terganggu, infrastruktur tranportasi tetap berjalan, kehidupan sosial masyarakat berjalan kembali normal.
Tentu saja pada awal bencana, di tempat terjadinya bencana kegoncangan tetap terjadi namun dipastikan proses pemulihan cepat berlangsung.
PertanyaankitaapakahJepangotomatismenjadinegeri yang tangguh terhadap bencana? Tentutidak, semua berproses sampai pada hari ini mereka terus melakukan upaya bagaimana bangsa Jepang menjadi bangsa yang tangguh terhadap bencana. Setiap bencana membawa Jepang pada kesadaran untuk mengevaluasi apa yang harus mereka lakukan agar setiap terjadi bencana mereka bisa "tangguh".
Bagaimana dengan kita?
Indonesia menjadi daerah rawan bencana geologi seperti gempa bumi, tsunami, gunung api, longsor karena disebabkan oleh posisi tektonik Indonesia yang sangat rumit, dijepit oleh tiga lempeng bumi besar yaitu lempeng Samudera Hindia Australia yang bergerak ke utara, lempeng Pasifik yang bergerak ke barat dan lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan. Itu sebabnya Indonesia disebut bagian dari Cincin Api ("Ring Of Fire").
Hidup di wilayah seperti Indonesia tidak mungkin berfikir "bebas dari bencana" (free from disaster). Paradigma yang harus kita bangun adalah "hidup harmoni bersama bencana" (living harmony with disaster), karena itu pengetahuan tentang kebencanaan harus menjadi prioritas pemerintah untuk terus disosialisasikan kepada masyarakat sampai bangsa kita benar-benar menjadi bangsa yang tangguh terhadap bencana.
Bencana geologi seperti gempa di Indonesia sudah sangat sering terjadi, namun frekuensi bencana tidak sebanyak setelah gempa Aceh tahun 2004. Gempa sebelum tahun 2004 di antaranya gempa bumi Flores 12 Desember 1992 berkekuatan 7,8 SR menimbulkan tsunami 36 m dengan korban jiwa mencapai 2.100 orang, 500 orang hilang.
Gempa di Banyuwangi 2 Juni 1994 sekitar pukul 18.17 WIB, kemudian 7 jam berselang sejak gempa bumi tersebut terjadi, tsunami menghantam pesisir pantai Banyuwangi pada 3 Juni 1994 dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, korban meninggal mencapai 215 jiwa.
Gempa Kerinci 7 Oktober 1995 menyebabkan 84 orang tewas. Tahun 2000 terjadi juga gempa di Bengkulu tepatnya tanggal 4 Juni menewaskan sedikitnya 94 orang. Setelah itu tidak tercatat lagi gempa-gempa besar di Indonesia.
Indonesia kembali dikejutkan dengan gempa Aceh 26 Desember 2004 dengan kekuatan 9,2 SR yang kemudian disusul dengan gelombang tsunami raksasa setinggi 30 hingga 50 meter di beberapa wilayah pesisir Aceh.
Tsunami Aceh tidak hanya memporakporandakan Aceh tetapi gelombang maut tersebut terus merambat ke berbagai negara di Asia seperti Penang, Phuket di Thailand, Banglades, India, Maladewa, Myanmar bahkan sampai ke Afrika Timur seperti Tanzania, Kenya, Somalia, Madagsakar.
Gempa Aceh seakan membangunkan gempa-gempa lainya yang tertidur. Setelah gempa Aceh kita rasakan gempa susul menyusul seperti arisan, ada Gempa Nias 28 Maret 2005 kekuatan 8,7 Skala Richter (SR), Yogya 27 Mei 2006-5,9 SR, Padang 6 Maret 2007-6,4 SR, Padang 30 September 2009-7,6 SR, Pidie Jaya 7 Desember 2016-6,5 SR.
Kemudian, Lombok berturut-turut tiga gempa besar dengan pusat gempa yang berbeda, hal ini fenomena langka dalam sejarah gempaya itu pada 29 Juli 2018 (6,4 SR) 5 Agustus 2018 (7 SR) dan 19 Agustus 2018 (6,5 SR) kemudian Palu 28 September 2018 dengan kekuatan 7,7 SR disertai dengan tsunami dan likuifaksi (tanah berubah menjadi bubur dan bergerak).
Setelah itu tsunami di Pandeglang 23 Desember 2018 tanpa didahului oleh gempa tektonik, belakangan baru diketahui tsunami terjadi akibat adanya runtuhan atau longsoran anak gunung Krakatau di selat Sunda.
Masih akan adakah gempa-gempa besar lainnya ke depan? Wallahu `alam bi shawabhanya Allah yang MahaTahu. Namun dari aspek fenomena alam geologi difahami bahwa gempa akan terus terjadi seiring dengan siklus keseimbangan alam, hanya saja kapan, dimana dan berapa kekuatannya tidak ada manusia yang tahu.
Karena itu, marilah terus mendekatkan diri kepada Pemilik Alam Semesta yaitu Allah SWT dengan banyak beribadah berbuat kebaikan dan menjauhi kemungkaran maka bencana akan dihindarkan sebagaimana firman Allah dalam surah Al Araf ayat 96, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
Mari kita belajar dari Jepang sebagai bangsa yang tidak pernah melupakan bencana. Jangan sampai kita menjadi bangsa yang melupakan bencana, karena hal itu akan menjadi bencana untuk anak cucu kita di kemudian hari.
Mari kita wariskan sejarah bencana untuk menjadikan anak cucu kita masyarakat yang tangguh terhadap bencana alam dalam arti sabar dan selalu memiliki kesiapansiagaan ketika bencana datang sebagai bagian dari ikhtiar.