Berita Luar Negeri
Mengerikan, Dalam Semalam 222 Orang Tewas Dibantai di Sebuah Desa di Ethiopia
Sekitar 222 orang tewas dibantai setelah serangan senjata oleh sekelompok orang di sebuah desa Ethiopia dalam satu malam.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM – Sekitar 222 orang tewas dibantai setelah serangan senjata oleh sekelompok orang di sebuah desa Ethiopia dalam satu malam.
Rumah-rumah warga habis dibakar dalam pembantaian yang terjadi pada Rabu (23/12/2020) di Bekoji, Benishangul-Gumuz, Ethiopia.
Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia (EHRC) awalnya memperkirakan korban tewas awalnya lebih dari 100 orang.
Tetapi Melese Mesfin, yang menjadi sukarelawan untuk Palang Merah, mengatakan pada hari Jumat (25/12/2020) bahwa organisasinya telah menguburkan 207 korban dan 15 penyerang.
Seorang juru bicara daerah Bulen mengkonfirmasi 207 orang tewas dan 40.000 lainnya telah meninggalkan rumah mereka karena pembantaian ini.
Melansir dari AFP, Sabtu (26/12/2020), badan pemerintah independen Ethiopia pada Rabu mengatakan, 100 orang tewas ketika mereka terlelap dalam tidurnya.
Baca juga: Keluarga Korban Pembantaian di Irak Sangat Marah Atas Pengampunan Trump
Baca juga: Presiden Donald Trump Ampuni 15 Orang, Anggota Kongres Republik Sampai Tentara Pembantai di Baghdad
Kemudian kelompok bersenjata membakar tanaman dalam sebuah serangan menjelang fajar.
"133 korban adalah pria dewasa dan 35 adalah wanita dewasa. 17 anak-anak, satu di antaranya bayi berusia enam bulan, dan 20 orang lanjut usia tewas," kata EHRC dalam pernyataan, Jumat malam.
Sebagian besar wilayah itu dihuni oleh etnis Shinasha, Oromo dan orang Amhara, yang merupakan etnis asli Ethiopia.
Daerah itu telah mendapatkan serangkaian serangan mematikan dalam beberapa bulan terakhir.
Pejabat lokal menyalahkan orang-orang etnis Gumuz atas kekerasan itu.
Menyusul serangan hari Rabu, "upaya sedang dilakukan untuk mengidentifikasi para korban dengan bantuan para penyintas dan kartu identitas", kata EHRC.
Komisi tersebut mengulangi seruannya kepada otoritas terkait untuk memberikan bantuan kemanusiaan segera kepada para korban dan orang-orang yang terlantar akibat serangan itu.
Ia menambahkan bahwa sekitar 10.000 orang telah melarikan diri dari daerah Bekuji Kebele dan pergi ke kota Bulen.
"Kota Bulen kewalahan. Jalan menuju kota masih penuh dengan orang-orang terlantar dan kawanan ternak mereka," kata seorang saksi mata kepada EHRC.
Baca juga: Satu Keluarga di Sigi Tewas Dibantai hingga Rumah Dibakar, Kelompok Ali Kalora Diburu Polisi
Baca juga: Tragis! Pria Ini Tewas Dibantai Ibu dan Kakak Mantan Pacar, Penyebabnya Gara-gara Hal Ini
Otoritas regional mengatakan pada Kamis (24/12/2020) bahwa, tentara telah membunuh 42 pria bersenjata yang diduga terlibat dalam pembantaian itu.
Namun pihak pertahanan negara itu belum mengumumkan rincian tentang identitas mereka.
"Pembantaian di wilayah Benishangul-Gumuz sangat tragis," kata Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed dalam sebuah posting Twitter pada hari Kamis.
Ia mengakui bahwa upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah kekerasan tidak membuahkan hasil.
Pada bulan Oktober, Ia mengatakan bahwa para pejuang yang dipersenjatai dan dilatih"di negara bagian Nil Biru, berada di balik kekerasan dan mendesak Khartoum untuk mengatasi masalah tersebut.
Abiy mengklaim bahwa serangan terbaru itu ditujukan untuk "membagi kekuatan signifikan" yang dikerahkan ke wilayah Tigray utara, pembangkang negara itu.
Belum diketahui keterkaitan antara kekerasan di Benishangul-Gumuz dan operasi militer di Tigray.
Ribuan orang telah tewas dalam konflik Tigray, menurut wadah pemikir International Crisis Group, dan lebih dari 50.000 orang telah melarikan diri melewati perbatasan ke Sudan.
Baca juga: Pembantaian Etnis Mengerikan Terjadi di Ethiopia, 54 Mayat Dikumpulkan di Halaman Sekolah
Baca juga: Terungkap, Indonesia Ternyata Pernah Dijadikan Tempat Pembantaian Pada Perang Dunia II, Ini Kisahnya
Negara terpadat kedua di Afrika telah bergulat dengan pecahnya kekerasan mematikan sejak Perdana Menteri Abiy Ahmed ditunjuk pada 2018 dan mempercepat reformasi politik.
Selama hampir tiga tahun hingga pengangkatannya, negara itu diperintah oleh koalisi empat gerakan berbasis etnis yang didominasi oleh sebuah partai dari Tigray.
Pemerintahan itu memerintah dengan cara yang semakin otokratis sampai Abiy mengambil alih kekuasaan.
Ia bergegas untuk melakukan reformasi politik dan ekonomi, termasuk pembebasan puluhan ribu tahanan politik.
Pada 2019, Abiy menggabungkan tiga partai lama yang berkuasa untuk membentuk Partai Kemakmuran, dan Front Pembebasan Rakyat Tigray menolak untuk bergabung.
Di Tigray, ribuan orang diyakini telah tewas dan 950.000 orang telah meninggalkan rumah mereka sejak pertempuran antara pasukan regional dan pemerintah federal meletus pada 4 November.
Tigray mengadakan pemilihannya sendiri pada bulan September yang bertentangan dengan pemerintah federal, yang menyatakan pemilihan itu ilegal.
Baca juga: 16 Tahun Tsunami Aceh - Saat Kawanan Burung Hitam Terbang dari Arah Laut
Tahun depan, Ethiopia akan mengadakan pemilihan parlemen pada 5 Juni 202.
Namun wilayah Tigray tidak melaksanakan pemilihan karena alasan keamanan. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca Juga Lainnya:
Baca juga: Beredar Pesan di WhatsApp, Anak Diculik Hendak Dibawa ke Medan, Ini Penjelasan Polres Pidie
Baca juga: Kesal Uang Kembalian Minuman Keras Dibelikan Rokok, Pemabuk Tikam Teman Pakai Badik Hingga Tewas
Baca juga: Ibadah Natal Berjalan Aman, Umat Kristiani Akui Toleransi Beragama di Aceh Tinggi