Luar Negeri

Kisah Keluarga Tanpa Sidik Jari, Terus Menerus Didenda Karena Tak Bisa Membuat SIM, KTP & Paspor

Dalam panggilan video dengan wartawan BBC News, Apu Sarker menunjukkan telapak tangannya yang terbuka.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
Dok, keluarga Apu Sarker via BBC NEWS
Kisah keluarga tanpa sidik jari, terus menerus didenda polisi karena gagal mendapatkan SIM. Bahkan, mereka juga tidak bisa mendapatkan KTP dan Paspor 

Setelah beberapa kali mencoba, Amal bisa mendapatkan paspor dengan menunjukkan surat keterangan dari papan medis. 

Walaupun ia tidak pernah menggunakan paspor itu, hal itu sebagai antisipasinya karena takut akan masalah yang dia hadapi di bandara. 

Meskipun mengendarai sepeda motor menjadi hal yang penting sebagai pekerja petani, Amal tidak pernah mendapatkan SIM. 

“Saya sudah bayar biayanya, lulus ujian, tapi mereka tidak mengeluarkan izin karena saya tidak bisa memberikan sidik jari,” ujarnya.

Amal membawa tanda terima pembayaran biaya lisensi, tetapi itu tidak selalu membantunya saat ditilang polisi.

Ia mengatakan bahwa dirinya telah didenda dua kali oleh polisi karena tidak bisa memperlihatkan SIM.

Amal menjelaskan kondisinya kepada petugas yang bingung, dan mengangkat ujung jarinya yang halus agar polisi bisa melihat. 

Namun, jari-jari yang diperlihatkannya itu tidak membuatnya dibebaskan dan tetap ditilang.

"Ini selalu menjadi pengalaman yang memalukan bagiku," kata Amal.

Baca juga: Antisipasi Corona, Pemerintah Aceh tak Berlakukan Absen Sidik Jari untuk ASN dan Tenaga Kontrak

Pada 2016, pemerintah mewajibkan mencocokkan sidik jari dengan database nasional untuk membeli kartu sim telepon seluler.

“Mereka kelihatannya bingung ketika saya pergi membeli (kartu) Sim, alat mereka terus eror setiap kali saya meletakkan jari saya di sensor,” kata Apu sambil tersenyum masam. 

Apu dan keluarga lannya tidak bisa mendapatkan kartu sim, dan semua anggota laki-laki dari keluarganya sekarang menggunakan kartu Sim yang dikeluarkan atas nama ibunya.

s

Kondisi langka yang mungkin menimpa keluarga Sarker disebut Adermatoglyphia. 

Paman Apu Sarker, Gopesh, yang tinggal di Dinajpur, sekitar 350 km dari Dhaka, harus menunggu dua tahun untuk mendapatkan paspor resmi, katanya.

"Saya harus melakukan perjalanan ke Dhaka empat atau lima kali dalam dua tahun terakhir untuk meyakinkan mereka bahwa saya benar-benar memiliki kondisi tersebut," kata Gopesh.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved