Kupi Beungoh
Catatan Awal Tahun: Biologi, Akselerasi, dan Transformasi
Ahli sejarah ekonomi menyebutkan dampak ekonomi akibat Covid-19 jauh lebih besar dari apa yang pernah terjadi akibat Great Depresion-depresi besar
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
Secara ideologi dan kepercayaan, hampir tidak ada yang kita miliki yang mengandung basis yang sama dengan pikiran Vladimir Lenin, ideolog komunis, pelanjut Marx, dan pendiri mantan negara Uni Soviet.
Akan tetapi ada sesuatu yang menarik yang ia sebutkan ketika ada peristiwa yang berurusan dengan sejarah.
Ia menyebutkan “kadang tahunan berjalan tanpa kejadian apa apa, tetapi kadang kejadian kecil harian membuat tahunan menjadi terlalu banyak apa-apa”
Mungkin Lenin menulis itu hanya karena persoalan kemampuan partai Bolshevik meruntuhkan kekaisaran Romanov pada tahun 1917 yang telah berusia 300 tahun.
Sayang ia tak melihat bagiamana Uni Soviet yang dia bangun, dan hanya berumur 84 tahun, dirontokkan oleh “glasnost” dan “perstroika” yang keluar dari mulut Michail Gorbachev juga butuh waktu hanya beberapa minggu untuk membakar Uni Soviet, untuk kemudian negara itu bubar pada tahun 1991.
Baca juga: Drone Pengintai Diduga Milik China Masuk Indonesia, Pemeritah Harus Serius Usut Asal Usul Drone
Baca juga: Rela Jauh-jauh dari Jepang ke Medan Ketemuan di Hotel, Ternyata Gisel Janjikan Ini ke MYD
Apa yang ia ucapkan terbukti, terhadap kemenangan dan kehancuran partai komunis Rusia.
Lebih dari itu, seluruh anggota blok Timur bubar dan sebagiannya menyebqrang ke NATO, efek ganda berlanjut yang keluar dari mulut Gorbachev yang berlangsung dalam waktu yang relaif pendek.
Kejadian mingguan di Wuhan, yang kemudian menyebar ke propinsi Hubei pada akhir bulan Desember 2019 sesungguhnya juga kejadian kecil saja di sebuah pasar basah tempat berbagai hewan dijual, disembelih, untuk kemudian dikonsumsi oleh manusia.
Itu juga tak lebih sebagai persoalan biologi yang sedikit bercampur dengan gaya hidup dan konsumsi manusia Omnivora Cina-pemakan segalanya.
Minggu-minggu awal yang hanya urusan kecil itu ternyata membuktikan apa kata Lenin.
Urusan kecil mingguan, bahkan mungkin harian, di pasar basah Wuhan itu menjadi petaka dunia yang dampaknya melebihi meledaknya bom-nuklir pertama di Hiroshima dan Nagasaki pada bulan Agustus 1945.
Baca juga: Iran Kembali Ungkit Dendam Lama Atas Amerika, Akan Kejar Donald Trump Walaupun Ke Ujung Dunia
Baca juga: Mulai Kamis Nanti, Gratis Tagihan Listrik dan Diskon dari PLN Bisa Diakses Lagi, Ini Cara-caranya
Jika bom membuat kematian dan pederitaan rakyat Jepang di kedua kota, ledakan yang berasal dari pasar basah Wuhan itu berdampak ke seluruh manusia, dimana saja permukaan bumi yang didiamı oleh makhluk homo spaiens, dengan satu syarat, terhubungkan dengan konekivitas fisik apa saja.
Semuanya bermula dari biologi, penyakit dan kematian, lalu menyebar membawa horor tak terlihat dan menjelma menjadi mesin pembunuh di Eropah, Amerika, Afrika, Australia, dan kemudian kembali ke Asia.
Hari ini siapapun yang bisa membaca, pernah mendengan radio, atau melihat televisi, pasti tahu, paling kurang bisa menyebut, Covid-19.
Orang tua, anak-anak di pelosok manapun praktis sudah mendengar, melihat, dan tahu dengan pandemi itu.
Peristiwa tahunan akibat dampak mingguan dari Wuhan kini bukan hanya terbukti, tetapi telah berjalan, dan akan terus berjalan untuk waktu yang belum dapat dipastikan.
Ahli sejarah ekonomi menyebutkan dampak ekonomi akibat Covid-19 jauh lebih besar dari apa yang pernah terjadi akibat Great Depresion-depresi besar,pada tahun 1930.
Baca juga: Wanita Wajib Tahu,Ternyata Micellar Water Punya Fungsi Selain untuk Bersihkan Wajah, Apa Saja?
Gelombang resesi, pengangguran, penambahan kemiskinan,gangguan rantai pasok dan sederet panjang konsekwensi ekonomi lainnya telah dan sedang terjadi, dan belum jelas bagimana masa depannya.
Semua cerita buruk tentang ekonomi itu terjadi di semua negara, kecuali Cina. Kini, kecuali negeri itu, praktis semua negara di dunia,mengalami kontraksi ekonomi yang belum pasti sembuh pada tahun 2021.
Apapun yang terjadi akibat virus kecil ini terhadap kinerja ekonomi global, butuh waktu yang relatif lama untuk sebagian negara untuk tampil kembali, walau hanya sebatas keadaan semula sebelum Covid-19 menyerang.
Sementara itu telah terjadi pula keadaan yang mempercepat terjadinya krisis geo-politik kawasan yang bukan tidak mungkin akan menyeret kawasan seperti ASEAN atau Indonesia sekalipun untuk memilih, pihak mana yang dapat dijadikan kawan dan siapa pula yang berpotensi menjadi lawan.
Kemampuan penanganan Covid-19 di Cina, telah membuat negeri itu semakin percaya diri,sehingga berani mengajak “berkelahi” sekaligus dengan India di Himalaya, Taiwan, sebagian ASEAN dalam kasus laut Cina Selatan, dan bahkan berani mengobok-ngobok Hongkong.
Baca juga: Tips Membersihkan & Disinfeksi Sisir Secara Rutin, Bebas dari Kuman hingga Bikin Sehat Kulit Kepala
Dalam buku terbarunya Ten Lessons for a Post-Pandemic World, kolumnis kondang dan salah satu kampiun pemikir global Fareed Zakaria warga AS keturunan India, menulis tentang prospek kembalinya suasana perang dingin.
Yang dimaksud adalah ketegangan gobal pra jatuhnya blok timur pada tahun 1990-an antara AS vs Uni Soviet.
Kini persaingan itu kembali hadir antara AS dengan Cina, dan Covid-19 telah menjadi salah satu pemicu yang semakin mempersubur konflik antara dua kutub kekuatan dunia itu.
Peristiwa mingguan atau harian kota Wuhan tidak hanya berdampak tahunan kepada kondisi ekonomi global, dan bahkan tata dunia baru.
Covid-19 telah menjadi pemicu ,katalis ,bahkan akselerator terhadap berbagai realitas yang sebelumnya telah ada,dan diyakini pada masa itu akan diterapkan oleh manusia dalam waktu yang relatif lama.
Namun kini akibat Covid-19 berbagai arus perobahan itu telah diadopsi semakin cepat, dan bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan keseharian.
Fenomena digitalisasi kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan pelayanan publik, dan berbagai sektor lain yang dalam skenario awal diharapkan akan terjadi paling cepat enam atau tujuh tahun ke depan, kini telah menjadi air bah perobahan.
Ambil saja contoh Indonesia yang sedianya akan mencapai target digitalisasi pelayanan publik pada tahun 2027, dalam kejadiannya harus mampu direalisir dalam hitungan minggu.
Awalnya mendadak, shock, namun perlahan kini telah menjadi kebiasaan, sekalipun masih menunjukkan penyesuaian yang paling berat.
Baca juga: Skandal Artis Tanah Air Sepanjang Tahun 2020: Perselingkuhan, Narkoba hingga Video Syur
Negara-negara yang berhasil mengendalikan Covid-19 menunjukkan ada korelasi positif antara capaian pengendalian pandemi itu dengan kemampuan menggunakan aplikasi digital, tidak hanya dalam pengendalian penyakit, tetapi juga hampir dalam semua aspek pendidikan.
Keteguhan dan wawasan kepemimpinan nampaknya memberikan perbedaan besar antara mereka yang sangat berhasil dan sangat gagal.
Lihatlah bagaimana AS yang merupakan “indatu” dan sampai hari ini masih “kampiun” tehnologi digital global, namun karena mempunyai pemimpin yang “salah” AS mengalami kemunduran luar biasa.
Ekonomi rusak, korban Covid-19 tertinggi di dunia, kekacauan politik domestik, dan kesemrawutan pemulihan presiden yang belum jelas ujung pangkalnya.
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia adalah bagaimana merespons terhadap akselerasi aplikasi digital dalam berbagai sektor pelayanan publik dan bahkan dalam kehidupan publik keseharian.
Perobahan yang sangat drastis ini melahirkan berbagaia aspek positif dan negatif yang tidak dapat dihindari.
Malapetaka ekonomi akaibat transformasi digital bagi sebagian kalangan adalah rahmat bagi yang lain.
Betapa banyak UMKM baru yang hidup akibat transformasi digital, dan berapa banyak pula yang sedang bertransformasi dari model konvensional menjadi bagian dari perdagangan digital yang sedang tumbuh.
Kecendrungan ekonomi digital tumbuh pesat selama pandemi dibuktikan dengan pembelian online yang meningkat cepatbaik dari Tokopedia, Bukalapak, Blibli dan lain-lain.
Baca juga: Nelayan Temukan Drone Mata-mata China di Perairan Indonesia, Ini Tanggapan Keras Wakil Ketua DPR RI
Dibidang pendidikan, tidak kurang dari 45 juta peserta didik nasional telah dan sedang beralih ke pendidikan online dan mulai menggunakan perangkat tehnologi pendidikan (Edtech).
Sekalipun masih terbatas penggunaan laptop dan android kini semakin banyak digunakan untuk pembelajaran daring.
Aplikasi belajar ruiangguru yang sebelum pandemi dikunjungi oleh sekitar 7.5 juta pengunjung setiap bulan, kini teala bertambah mendi lebih dari 11 juta pengunjung (Lauria 2020).
Kini melalui Rumah Belajar yang difasilitasi oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan semakin banyak penyedia pendidikan online yang dapat diakses seperti Ruangguru,Zenius, Kelas Pintar, Microsoft Teams, Quipper dan Sekolahmu.
Di sektor kesehatan, penyedia layanan kesehatan online juga sedang tumbuh dengan pesat.
Ditengah tantangan rasio dokter yang masih belum memenuhi rasio ideal, maka layanan kesehatan online (Telehealth) juga telah dintegrasikan kedalam digital call center pemerintah yang disebut dengan Sociomile.
Sejumlah layanan kesehatan online seperti Halodoc, Alodokter, GrabHealth, Gojek, SehatQ, Link and Link Sehat, Dokter Sehat, Klikdokter, MauDok, Mau Periksa, Ripple10, YesDok, Perawatku, Prosehat, Klinik GO, Docquity, lykra, Qlue, Jovee, Lifepack dan Eureka AI kini sudah dapat diakses oleh masyarakat.
Betapapun hebatnya transforms digital nasional, posisi Indonesia dalam tranformasi digital internasional masih dianggap berada pada ranking bawah.
Survey yang dibuat oleh IMD World Digital Competitiveness (2019) menempatkan Indonesia pada rangking 56 dari 63 negara yang di pantau.
Hal inilah yang kini sedang menjadi perhatian besar pemerintah yang akan membuat banyak terobosan baru dalam transformasi digital, terutama menyambut gemuruhnya dunia digital pasca Covid-19 yang akan mewarnai budaya kehidupan digital yang semakin menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.
Bagi kita di Aceh gelombang besar program nasional penguatan digital haruslah dijadikan sebagai arena selancar untuk membuat Aceh tidak tertinggal, bahkan kalau perlu berada di pada garis terdepan program digitalisasi nasional.
Harus diakui ini persoalan ini tidak hanya persoalan persiapan fisik saja , tetapi juga menyangkut dengan sumber daya manusia.
Kampus-kampus yang ada di Aceh, yang mempunyai kapasitas pendidikan digital yang kuat sudah selayaknya diikutkan dalam program ini, sehingga dalam waktu jangka waktu pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, persoalan digitalisasi Aceh, bahkan dalam semua aspek kehidupan akan menjadi sesuatu yang normal, dan bahkan kalau perlu akan lebih hebat dari propinsi-propinsi lain di Indonesia.
*) PENULIS adalah Sosiolog, Guru Besar Universitas Syiah Kuala.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.