Jokowi Izinkan Bisnis Miras, Eks Menag: Boleh Jadi Minuman Keras Itu Ada Manfaatnya
Melihat bahaya miras sangat besar efeknya, dirinya menghimbau Presiden Jokowi untuk mengkaji ulang perpres tersebut.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
Poin berikutnya menetapkan adanya kemungkinan investasi miras di buka di luar wilayah tersebut.
Untuk penanaman modal baru pembuatan minuman beralkohol di luar empat provinsi tersebut dapat ditetapkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
Kemudian investasi juga dibuka untuk bidang usaha perdagangan eceran minuman keras atau beralkohol.
Sebagaimana tertuang dalam nomor urut 44, syaratnya berupa jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
Baca juga: Usai Malam Pernikahan, Bagian Tubuh Pria Ini Tak Berfungsi, Pengantin Wanita Gugat Cerai Suaminya
Terakhir, nomor urut 45 mencantumkan bidang usaha perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol, juga dengan syarat Jaringan distribusi dan tempatnya khusus.
Dikecam NU dan MPR RI
Dilansir dari Tribunnews.com, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU) KH Said Aqil Siroj dan Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan mengecam Perpres izin bisnis miras tersebut
Bahkan KH Said Aqil Siroj mengingatkan pemerintah soal banyaknya masalah yang akan timbul dari efek legalnya miras ini.
KH Said Aqil Siroj menegaskan sikap PBNU menolak rencana pemerintah yang menjadikan industri minuman keras keluar dari daftar negatif investasi.
Baca juga: 5 Pemuda Tumbang Usai Pesta Miras Dicampur Sirup Melon, 2 Tewas dan 3 Masuk Rumah Sakit
Said Aqil mengatakan, ayat-ayat dalam Al-Quran telah jelas mengharamkan miras karena menimbulkan banyak mudharat bagi masyarakat.
“Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Al-Qur'an dinyatakan 'Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan',” kata Said melalui keterangan tertulis, Senin (1/3/2021).
Said mengatakan, seharusnya kebijakan pemerintah mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat.
Hal tersebut, menurut Said, sesuai kaidah fiqih bahwa kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat.
Pemerintah, menurut Said, seharusnya menekan angka konsumsi alkohol di masyarakat.
Baca juga: Warga Jepang Masuk Ke China Dites Covid-19 Melalui Dubur, Begini Reaksi Pemerintah Jepang
"Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik," kata Said.