Kupi Beungoh
Membangun Kesadaran Situasional Melalui Ruang Perang
Pada saat Perang Dunia II, Perdana Menteri Inggris, Churchill, membangun Ruang Perang yang dikenal dengan The Cabinet War Rooms.
Oleh: Hamrizal Hamid*)
Diberitakan bahwa Covid-19 telah mendorong banyak hal ke wilayah yang belum dipetakan (uncharted territory).
“Gamuem” kata orang Aceh.
Itu sama artinya ada beberapa bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari manusia yang tidak berkelanjutan.
Kita ibaratkan begini: mendadak di rumah kita mati lampu.
Seperti biasanya bila mati lampu SOP yang berlaku adalah ambil korek nyalakan lilin.
Anggap saja saat itu posisi kita ada di tujuh langkah dari korek dan lilin.
Ketika baru jalan dua langkah menuju posisi korek dan lilin tiba-tiba... prang!!! Piring pecah.
Perubahan situasi ini tidak terprediksi oleh kita.
Supaya bisa menghadapi situasi ini biasanya kita menggunakan navigasi ala pilot pesawat terbang.
Dalam kasus ini, navigasi yang mungkin digunakan adalah indera pendengaran kita.
Dari suara “prang” tadi kita bisa memperkirakan lokasi penyebaran beling.
Kalau posisi beling sudah bisa diprediksi maka kita bisa terus melangkah sambil menghindari beling.
Teknik ini disebut juga membangun kesadaran situasional (situational awareness).
Kesadaran situasional adalah suatu kesadaran untuk bisa memahami dan peka terhadap keadaan yang ada di sekitar kita dari waktu ke waktu.
Dalam bahasa lebih sederhana lagi istilah kesadaran situasional berarti kesadaran terkini yang diperlukan untuk bergerak, mengoperasikan peralatan, atau memelihara sistem supaya aktivitas bisa terus berlanjut.
• Rabithah Thaliban Aceh Diskusikan Pembelajaran Politik Islam Bagi Santri Dayah
Baca juga: BPS Perlu Lebih Arif Tampilkan Angka Kemiskinan Aceh, Stop Framing Aceh Sebagai Daerah Termiskin
Ruang Perang
Pada zaman dahulu, sebelum memulai perang harus dibangun sebuah ruang untuk mengatur strategi, memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan penting selama perang berlangsung.
Ruang itu disebut Ruang Perang (war room).
Ruang Perang adalah sebuah ruang yang memanfaatkan teknologi sebagai penyedia layanan kesadaran situasional.
Dengan fasilitas yang dimilikinya ia dapat berfungsi sebagai tempat mengamati faktor-faktor kritis di sekitarnya, dan dengan hasil pengamatan itu kita mampu memprediksi apa yang terjadi kemudian.
Pada saat Perang Dunia II, Perdana Menteri Inggris, Churchill, membangun Ruang Perang yang dikenal dengan The Cabinet War Rooms.
Tujuannya untuk memantau situasi terkini di tengah berkecamuk Perang Dunia Kedua melalui komunikasi radio yang terhubung langsung dengan medan perang.
Dengan hasil pantauan tersebut Churchill bersama para menteri dan petinggi militer dapat menyusun langkah langkah strategis guna diterapkan di lapangan.
Pada saat itu penyedia layanan kesadaran situasional masih berupa peta lokasi dan alat komukasi radio.
Berbeda dengan zaman dahulu, membangun kesadaran situasional sekarang jauh lebih mudah.
Sekarang sudah ada kamera CCTV yang bisa merekam secara langsung kejadian sebenarnya, dan ada kamera drone yang mampu menjangkau di setiap kolong.
Ada juga teknologi GIS (geographic information system) yang mampu menampilkan data spasial seluruh permukaan bumi dalam bentuk tiga dimensi.
Di zaman sekarang nilai visual sangat penting untuk memahami gambaran lengkap tentang sebuah situasi.
Setiap Ruang Perang selalu difasilitasi layar monitor besar untuk memantau setiap lokasi.
Fasilitas ini dirancang supaya dapat berkomunikasi secara realtime yang terhubung dengan fasilitas di lapangan, seperti kamera CCTV, drone, GPS, satelit, dan lain-lain.
Melalui layar monitor berbagai informasi mengenai lalu lintas, transportasi, cuaca, media sosial, sampai pencemaran lingkungan dapat dipantau secara realtime.
Pada operasi penyergapan Osama bin Laden di awal Mei 2011, Presiden Amerika Serikat, Barack Obama beserta penasihat keamanan nasional dapat menyaksikan langsung jalannya operasi tersebut dari ruang Situation Room di Gedung Putih.
Melalui layar videowall yang terhubung dengan kamera yang dibawa oleh pasukan dan drone milik tim Navy SEAL di Pakistan mereka menyaksikan penyerangan itu dari menit ke menit dan dari sisi ke sisi.
Ini menunjukkan bahwa dengan teknologi seorang pimpinan bisa mengetahui secara detil situasi di lapangan tanpa harus menunggu laporan bawahan.
Sehingga bila terjadi perubahan situasi seorang pimpinan dapat membuat langkah-langkah yang diperlukan dalam hitungan menit.
Baca juga: Belajar dari Telur Asin, Semua Tergantung Selera
Menabuh Genderang Perang
Di daerah kita, terutama di pemerintahan, kesadaran situasional belum terbangun dengan baik.
Seringkali yang direncanakan kehilangan moment, dan yang didistribusikan tidak tepat sasaran.
Dulu, moment pelaksanaan proyek hampir selalu jatuh pada musim hujan.
Akibatnya, kita sering mengulang pekerjaan yang sama, bahkan mengulang kesalahan yang sama.
Kita selalu kalah oleh perubahan situasi. Itulah sebabnya kita gamuem pada beberapa bagian dari pembangunan daerah yang tidak berkelanjutan.
Terutama pada proses mengudang investor di mana negosiasi dilakukan antar pemerintah dengan pemerintah.
Padahal strategi itu sudah berulang kali gagal.
Lantas kita berprasangka mungkin kegagalan itu disebabkan level pemerintah kita lebih rendah ketimbang mereka yang negaranya lebih maju dari kita.
Meskipun tidak ada pengakuan, diskriminasi dan rasisme antar negara akan selalu ada.
Oleh karena itu perlu dicoba negosiasi investasi antar pengusaha dengan pengusaha yang didukung oleh pemerintah.
Kalaupun itu sulit ditembus toh masih ada investor dari komunitas muslim yang tersebar seantero dunia.
Tidak mesti dari muslim Timur Tengah, bisa juga dari muslim Eropa atau Amerika yang berjumlah lebih dari 38 juta jiwa.
Perlu diketahui, potensi konsumsi masyarakat muslim dunia dari berbagai sektor diperkirakan mencapai 3,2 triliun dollar AS (kompas,2/9/2020/).
Kita perlu membangun kesadaran situasional agar kita bisa memetakan potensi dan peluang.
Dan itu butuh perubahan dan perjuangan.
Karena tidak akan berubah suatu kaum kalau bukan kaum itu sendiri bersatu merubahnya.
Di dalam sebuah perubahan yang perlu dibangun adalah kesadaran. Untuk membangun kesadaran maka perlu diberlakukan Keadaan Perang.
Perang melawan kemiskinan, kebodohan, kerusakan lingkungan, ketidakadilan, dan ketertinggalan.
Ini akan memberi kesan tidak cilet-cilet.
Biasanya mendengar kata “perang” orang akan terkesan serius, persamaan nasib, dan berjuang bersama.
Senasib seperjuangan.
• Militer dan Polisi Myanmar Ancam dan Takuti Pengunjuk Rasa Melalui TikTok
Sebagian besar sejarah nenek moyang kita dilewati dengan berjuang.
Kesadaran situasional mereka sudah terbentuk sangat paten.
Setiap jengkal tanah kelahiran mereka dijaga dengan baik.
Kesadaran situasional ini telah mempertajam naluri intuisi mereka dalam menghadapi segala perubahan.
Berperang bagi mereka sama dengan berdagang.
Tahu kapan harus membeli kapan harus menjual.
Itulah sebabnya, bagi mereka dalam hidup ini kalau tidak menjadi pahlawan harus jadi pedagang.
Kebanggaan yang mereka miliki adalah kebanggaan berjuang.
Bukan kebanggaan konsumen seperti yang kita banggakan hari ini, yang selalu up to date dengan produk terbaru dari luar negeri.
Ruang perang bukan hanya fasilitas untuk kepentingan militer.
Kementerian Pertanian RI juga membangun Ruang Perang yang disebut Agriculture War Room (AWR).
Ruang Perang ini digunakan sebagai pusat komando strategis pembangunan pertanian dalam menggerakkan seluruh pelaku pertanian di Indonesia.
Dalam konteks Aceh, Ruang Perang akan bermanfaat untuk menyatukan berbagai pengetahuan atau informasi tentang potensi dan peluang yang selama ini dikelola sendiri sendiri.
Ibarat puzzle yang belum tersusun, kita tercerai berai di kotak yang sama.
Maka perlu ruang untuk menyusun kembali puzzle itu.
Melalui Ruang Perang kita bisa menabuh genderang perang melawan keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan.
Di Ruang Perang generasi tua dan generasi muda dapat berembuk membangun sebuah kesadaran yang dibantu oleh teknologi.
Sebuah kesadaran yang mampu menghadapi dalam segala situasi.
Baca juga: VIDEO Helikopter Militer Turki Jatuh, 11 Tentara Meninggal dan 2 Luka luka
Penutup
Secara alami manusia akan terus mencari tahu cara untuk memperbaiki situasi di mana mereka berada.
Ketika melihat jalanan macet, kita akan mencari tahu jalan mana yang dapat menghindari kemacetan.
Saat kebelet di pasar, kita akan mencari tahu di mana lokasi WC umum.
Ini adalah fitrah manusia pemberian Allah SWT.
Kesadaran situasional adalah konsep Nabi Ibrahim AS dalam mencari Tuhannya.
Tidak ada jalan ke masa depan tanpa orientasi dan navigasi. Jadi harus pintar-pintar membaca situasi.
Wallahu A’lam Bishawab.
*) PENULIS adalah Peminat Teknologi Digital, berdomisili di Aceh Besar. Email hamrizal2002@yahoo.com
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.