Kupi Beungoh
Belajar dari Telur Asin, Semua Tergantung Selera
Ilmu ini sangat sederhana, tapi jarang ada yang bisa menyampaikan dengan contoh sederhana yang sangat mudah dicerna.
Oleh Jafar Insya Reubee
PAGI ini, Senin (11/1/2021), saya dapat satu ilmu bermanfaat dalam sebuah perbincangan di grup WhatsApp.
Ilmu ini sangat sederhana, tapi jarang ada yang bisa menyampaikan dengan contoh sederhana yang sangat mudah dicerna.
Yaitu tentang bagaimana dan kenapa manusia harus menghargai perbedaan pendapat.
Kawan dalam grup WhatsApp ini berbagai ceritanya begini;
Tiga hari lalu, atau pada Sabtu (9/1/2021), dia bersama keluarga menghadiri kenduri maulid Nabi Muhammad SAW, di rumah saudaranya di kawasan Kajhu Aceh Besar.
Lazimnya, kenduri adalah ajang silaturahmi, menjadi momen penting bertemunya para anggota keluarga dan sanak saudara yang akhir-akhir ini semakin jarang berjumpa.
Nah, kisah bermula ketika kawan saya ini duduk bersama abang dan sepupunya di meja yang penuh dengan bermacam jenis hidangan.
Boh itek masen atau telur asin dalam bahasa Indonesia, adalah salah satu menu wajib pada setiap kenduri maulid Nabi Muhammad SAW, di Aceh.
Karena sudah lazim, maka tak banyak yang bisa diceritakan tentang keberadaan telur asin pada setiap hidangan kenduri maulid.