Sebut KLB Partai Demokart Ilegal, Bupati Lebak: Kalau Perlu Santet Banten Akan Dikirim ke Moeldoko
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Banten, yang juga Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya menolak KLB yang diadakan di Sumut.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM – Kisruh kepemimpinan Partai Demokrat kian memanas, baik kubu Moeldoko dan kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kubu AHY menyatakan bahwa Kongres Luar Biasa (KLB) yang diadakan di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021) adalah ilegal.
Mereka menolak KLB Partai Demokrat yang memenangkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), yang juga mantan Panglima TNI, Moeldoko.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrat Provinsi Banten, yang juga Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya menolak KLB yang diadakan di Sumut.
Ia bersama seluruh Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Banten dan Anggota DPRD dengan keras menolak KLB yang memenangkan Moeldoko itu.
“Kami menolak KLB Ilegal, dan Banten tidak gentar,” kata Iti dengan suara yang lantang.
Baca juga: Cerita Ketua DPC Demokrat Ditawari Uang Rp 100 Juta Ikut KLB, Katanya 2024 Calonkan Anak Presiden
Baca juga: Perbandingan Harta Kekayaan Agus Harimurti dan Moeldoko, Selisih Kekayaan Cukup Besar
Baca juga: Jika Manuver Politik Demokrat Tanpa Izin Jokowi, Moeldoko Layak Dipecat dari Kepala Staf Presiden
Pernyataan itu disampaikan Iti dalam Konsolidasi Partai Demokart Pasca KLB Deli Serdang, Minggu (7/3/2021) yang disiarkan di Youtube Kompas Tv.
Ketua DPD Banten dan juga Bupati Lebak itu mengatakan bahwa mereka tetap setia kepada Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono.
“Kami tetap setia kepada Ketum kami yang ganteng, Bapak Agus Harimurti Yudhoyono,” tegasnya,
Bahkan, Iti Jayabaya bersama anggota DPD berserta DPC sangat siap untuk turun ke jalan melawan kudeta ini.
“Kalau pun perintah hari ini kami harus turun berdemo, kami siap,” ujar Iti dengan suara yang menggelegar.
Lebih lanjut, Iti mengatakan bahwa daerahnya akan siap untuk menyantet Moeldoko jika diperlukan.
“Dan Santet Banten akan dikirim untuk KSP Moeldoko,” ujarnya sambil mengepalkan tangan kiri.
Baca juga: DPD Partai Demokrat Jakarta Gelar Aksi Cap Darah Dukung AHY dan Tolak Moeldoko Jadi Ketum
Hadir dalam pertemuan itu sejumlah DPD Partai Demokrat yang menyatakan menolak KLB Sumut.
Dua Kubu Datangi Kemenkumham Hari ini
Diwartakan Tribunnews.com, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan mendatangi kantor Kementerian Hukum dan HAM, hari ini Senin (8/3/2021).
Dalam kunjungannya ini, AHY akan memberikan seluruh bukti Kongres Luar Biasa (KLB) yang Jumat (5/3/2021) kemarin digelar di Deli Serdang, Sumatera Utara adalah tidak sah.
Di sisi lain hasil KLB yang memenangkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum Partai Demokrat juga akan mendatangi Kemenkumham hari ini.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat Syarif Hasan mengatakan, kedatangan kedua kubu ini tidak direncanakan serta dirinya meyakini tidak akan ada keributan nantinya di Kemenkumham.
Baca juga: AHY Sindir Moeldoko yang Ngaku Cinta Partai Demokrat: Mencintai Tak Harus Memiliki
Baca juga: AHY Dikabarkan Maju Pilpres 2024, Begini Respon Marzuki Alie: Indonesia Bukan Negara Pacitan
Kata Syarif, dalam kesempatan itu Partai Demokrat hanya ingin menunjukkan kepada Kemenkumham bahwa KLB yang terjadi adalah abal-abal dan di luar dari konstitusi Partai Demokrat.
Hal itu ditujukan dengan membawa beberapa berkas resmi kepungurusan partai yang disertai surat kuasa pemilik suara yang sah serta bukti mereka tidak memberikan suara untuk Moeldoko.
Pada kunjungan ini, AHY tidak sendiri, melainkan didampangi oleh 34 pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Demokrat serta perwakilan Majelis Tinggi Partai.
Apa yang terjadi jika negara mengakui Moeldoko?
Pengamat politik Saiful Mujani mengatakan bahwa itu semua berada ditangan pemerintah dan proses hukum yang akan ditempuh.
“Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua Partai Demokrat lewat KLB (versi Sumut) maka selanjutnya tergantung negara,” kata Saiful, diakun Twitter-nya, Sabtu (6/3/2021).
Menurutnya, dalam hal ini sangat bergantung dari Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly.
“(Apakah) Menkumham Yasona (akan) mengakui hasil KLB itu atau tidak,” ungkap Saiful.
“Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan Partai Demokrat AHY, lonceng kematian Partai Demokrat makin kencang,” sambungnya.
Baca juga: Perjalanan Karir Moeldoko, Jadi Panglima TNI di Era SBY, Kini Ketum Demokrat Kubu Kontra AHY
Tentunya, kata Saiful, Partai Demokrat kubu AHY akan menempuh jalur hukum.
“Selanjutnya (kubu AHY) akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung,” paparnya.
Saiful mengatakan, proses jalur hukum bisa memakan waktu lebih lama dan bahkan hingga tahun 2024.
“Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?,” ungkapnya.
Ia pun mengakatan elektabilitas Partai Demokrat tidak akan bisa besar pada tahun 2024 nanti.
Partai Demokrat juga tidak akan bisa besar dan bahkan menjadi yang terbesar seperti tahun 2009 lalu jika tanpa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu?,” ujarnya yang penuh keraguan terhadap Moeldoko.
Baca juga: Di Tengah Kisruh Partai Demokrat, Foto Moeldoko Cium Tangan SBY Viral di Medsos
Pendiri lembaga survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) ini mencontohkan seperti kepemimpinan para mantan jenderal TNI lainnya.
“Seperti mantan jenderal-jenderal lainnya mimpin partai, KSP (Moeldoko) ini tak lebih dari Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai,” jelasnya.
Bisa jadi, menurut kacamata Saiful Mujani, Partai Demokrat dibawah kepemimpinan Moeldoko bisa bernasib sama dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
“Akibatnya, 2024 Partai Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu.
Ia pun mengatakan, hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh Partai Demokrat itu sendiri.
“Partai Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding (kemunduruan) demokrasi Indonesia makin dalam,” paparnya.
Baca juga: Jokowi Berpotensi Terseret Kisruh Dualisme Demokrat, KOMBATAN Minta Moeldoko Dicopot dari KSP
Saiful pun menuturkan, pelemahan demokrasi di Indonesia bisa dihentikan dengan cara negara tidak ikut campur dalam internal partai.
“Presiden punya wewenang lebih dari cukup untuk menghentikan kemerosotan demokrasi ini. Tapi ini sebagian tergantung pada komitmen presiden untuk demokrasi,” pungkasnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca juga: Ini Jumlah Harta Kekayaan Moeldoko, Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB
Baca Juga Lainnya:
Baca juga: BBM Telat Dipasok, Puluhan Kendaraan Bertahan di SPBU Nagan Raya
Baca juga: Dipanggil tak Menyahut, Ayah Intip Anak dari Lubang Pintu Kamar, Terkejut Lihat Putrinya
Baca juga: Menantu Bunuh Mertua, Masukkan Racun Biawak ke Masakan Pindang, Pelaku Sakit Hati Sering Dimarahi