Potret Pendidikan di Pulo Aceh dan Tangisan Guru Honorer: Kalau Bukan Kami, Siapa Lagi yang Peduli?

Sebisa mungkin ia masuk sekolah setiap hari. Ia sadar, jika dirinya tidak masuk, maka tak akan ada yang mengajar anak-anak itu.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Guru honorer SDN Lampuyang di Pulau Breuh, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Waddiah, menangis saat menyampaikan kondisi pendidikan di Pulo Aceh kepada Anggota DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi LC, yang berkunjung ke sekolah tersebut, Rabu (3/3/2021) awal pekan lalu. 

Setamat SMA, ia melanjutkan pendidikan pada program diploma 2 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), dan kemudian melanjutkan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiahkuala (USK).

“Sejak SMA saya sudah niat menjadi guru SD, nggak mau jadi guru lain, karena guru SD ini adalah pondasi yang pertama kali,” tambahnya.

Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, HM Fadhil Rahmi Lc, saat memotivasi anak-anak SDN Lampuyang agar giat belajar meski dengan keterbatasan guru yang masuk.
Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, HM Fadhil Rahmi Lc, saat memotivasi anak-anak SDN Lampuyang agar giat belajar meski dengan keterbatasan guru yang masuk. (Serambinews.com)

Waddiah telah mengabdi menjadi guru sejak tahun 2007, dan baru beberapa tahun terakhir ia pindah ke SD Lampuyang, yang merupakan desa kelahirannya.

Selama itu pula ia iklas bekerja tanpa mempersoalkan statusnya sebagai guru honorer. Baginya yang terpenting adalah terpenuhinya pendidikan anak-anak Pulo Aceh.

Lalu apakah saat ini akses pendidikan anak-anak Pulo Aceh telah terpenuhi? Mungkin inilah yang membuat Waddiah sedih dan menangis.

Meski ia tak menyalahkan rekan-rekannya, guru-guru PNS yang malas ke sekolah, tetapi batinnya menjerit.

Gejolak hati Waddiah itu setidaknya tergambarkan dari kondisi SDN Lampuyang. Sekolah dengan 96 murid yang hanya diurusi oleh dua guru atau paling banyak empat guru di hari-hari tertentu.

Pun begitu, ia tak menyerah. Sebisa mungkin ia masuk sekolah setiap hari. Ia sadar, jika dirinya tidak masuk, maka tak akan ada yang mengajar anak-anak itu.

Baca juga: Ramadhan 2021 Tinggal 32 Hari Lagi, Ini Hikmah dan Keutamaan Puasa, No 3 Bisa Melembutkan Hati

Baca juga: Hilang Selama 2 Hari, Bocah 13 Tahun Ditemukan Pingsan dalam Karung, Lakukan Hal Aneh Ini

Baca juga: VIDEO - Ponsel Xiaomi Made In Turkey akan Dipasarkan April 2021

Karena itu, kepada Syech Fadhil, Waddiah mengharapkan senator Aceh itu memperjuangkan agar Pemerintah terutama Pemkab Aceh Besar bisa memprioritaskan warga Pulo Aceh diangkat menjadi guru PNS.

"Kalau bukan kami, siapa lagi yang peduli dengan anak-anak Pulo Aceh ini Pak," ucapnya terbata.

Syech Fadhil yang mendengar keluhan kedua ibu guru tersebut ikut terharu. Beberapa kali ia mengusap air matanya.

Seusai kunjungan, dalam perjalanan Syech Fadhil mengaku heran mengapa para guru PNS itu malas masuk sekolah. 

Padahal mereka telah mendapat tunjangan guru terpencil yang jumlahnya lumayan besar.

"Saya sebenarnya tidak ingin menyorot guru terlalu dalam. Tapi jangan seperti ini, ini menzalimi para murid," pungkas Syech Fadhil.

Baca juga: Sehari Sebelum KLB Demokrat di Deliserdang, Mahfud MD Ungkap Pertemuan Moeldoko dan Presiden Jokowi

Baca juga: Sangat Terpukul Ditinggal Sang Ayah untuk Selamanya, Khabib: Tanpa Iman, Saya Bisa Gila

Baca juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 14, Buat Akun di www.prakerja.go.id

Parahnya, kondisi tersebut ternyata tidak hanya dialami SDN Lampuyang. Menurut warga Pulo Aceh, Muhajir, hampir semua SD di Pulo Aceh mengalami hal yang sama.

Para guru PNS yang berasal dari luar pulau banyak yang malas datang ke Pulau Aceh untuk mengajar di sekolah.

Sebuah potret buram pendidikan di pulau yang hanya berjarak dua jam pelayaran dari ibu kota provinsi Aceh.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved