Potret Pendidikan di Pulo Aceh dan Tangisan Guru Honorer: Kalau Bukan Kami, Siapa Lagi yang Peduli?

Sebisa mungkin ia masuk sekolah setiap hari. Ia sadar, jika dirinya tidak masuk, maka tak akan ada yang mengajar anak-anak itu.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Guru honorer SDN Lampuyang di Pulau Breuh, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Waddiah, menangis saat menyampaikan kondisi pendidikan di Pulo Aceh kepada Anggota DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi LC, yang berkunjung ke sekolah tersebut, Rabu (3/3/2021) awal pekan lalu. 

Potret Pendidikan di Pulo Aceh dan Tangisan Guru Honorer: Kalau Bukan Kami, Siapa Lagi yang Peduli?

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sambil menggendong anaknya yang masih berusia 7 bulan, Waddiah berjalan memasuki ruang kelas.

Ia hilir mudik sambil memegang buku pelajaran sembari memberi arahan kepada anak didiknya.

Tak lama, ia kemudian keluar dan kembali memasuki kelas lain, juga sambil melakukan hal serupa.

Waddiah memang bertanggung jawab mengajar di tiga kelas, yaitu kelas 4, 5, dan 6. Sedangkan kelas 1, 2, dan 3, ditangani oleh guru lainnya, Irma Suryani.

Begitulah gambaran sehari-hari proses belajar mengajar di SDN Lampuyang di Pulo Breueh, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar.

Satu sekolah hanya ditangani dua guru, yakni Waddiah yang berstatus guru honorer dan Irma Suryani yang berstatus guru PNS.

Waddiah mengajar sambil menggendong anaknya yang berusia 7 bulan. Guru honorer di SDN Lampuyang, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar ini harus mengajar tiga kelas sekaligus karena ketidakhadiran guru PNS.
Waddiah mengajar sambil menggendong anaknya yang berusia 7 bulan. Guru honorer di SDN Lampuyang, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar ini harus mengajar tiga kelas sekaligus karena ketidakhadiran guru PNS. (Serambinews.com)

Keduanya merupakan warga Pulo Aceh. Jika Waddiah lahir dan besar di sana, Irma Suryani justru menikah dengan warga Pulo Aceh.

Sebenarnya di SDN Lampuyang terdapat sembilan guru. Enam di antaranya berstatus PNS dan lainnya merupakan guru kontrak dan honorer.

Tapi sayangnya, banyak dari guru PNS itu sering tidak masuk. Mereka tinggal di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.

Tidak jelas apa yang menyebabkan guru-guru PNS itu 'malas' masuk sekolah.

Padahal, mereka telah mendapatkan tunjangan guru terpencil yang jumlahnya tidak sedikit.

Bisa jadi, mungkin karena ‘jauhnya’ perjalanan, yang hanya sekitar dua jam pelayaran dari daratan Aceh.

Baca juga: Anggota DPD RI Kaget Temukan Satu Sekolah Hanya Dua Guru yang Masuk: Ini Namanya Menzalimi Murid

Baca juga: Kalau Tak Sekarang, Kapan Lagi Pulo Aceh Dibangun?

Baca juga: Investigasi Ombudsman RI Perwakilan Aceh: Pelayanan Pendidikan di Pulau Aceh Memprihatinkan

Maka tak heran pula jika persentase murid yang tidak masuk sekolah juga tinggi, mencapai 40 persen dari total jumlah murid 96 orang.

Kini, tinggalah Waddiah dan Irma Suryani, yang harus mengurus enam kelas sekaligus, berjibaku di antara puluhan murid.

Terkadang ada tiga guru yang masuk, dan terkadang ada empat guru. Dua guru PNS, satu kontrak, dan satu lagi honorer. Semuanya warga Pulo Aceh.

Waddiah sendiri awalnya sempat kebingungan menjawab bagaimana cara mereka mengajar enam kelas hanya dengan dua guru.

"Nyan lon hana meuphom Pak (itu saya nggak ngerti Pak)" jawab Waddiah tersenyum malu sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.

Dia menyampaikan itu saat menjawab pertanyaan Anggota DPD RI, Fadhil Rahmi LC, yang berkunjung ke sekolahnya awal pekan lalu, Rabu (3/3/2021).

Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, HM Fadhil Rahmi Lc, saat mendengar curhatan Waddiah, guru honorer di SDN Lampuyang, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar.
Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, HM Fadhil Rahmi Lc, saat mendengar curhatan Waddiah, guru honorer di SDN Lampuyang, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. (Serambinews.com)

Senator yang akrab disapa Syech Fadhil ini kebetulan sedang berada di Pulo Aceh dalam rangka mengikuti kegiatan penanaman manggrove yang dilakukan oleh Kaukus Pemuda Aceh.

Mengingat ruang lingkup kerjanya di bidang pendidikan, Syech Fadhil menyempatkan diri meninjau beberapa sekolah di sana.

Waddiah dan Suryani juga kebingungan ketika ditanya soal ketidakhadiran para guru PNS.

“(Prinsip) Kami seperti ini, menjalankan tugas kami masing-masing saja,” jawab Waddiah.

“Kalau tidak ada guru, kami masuk terus,” timpalnya lagi.

Suasana pun seketika berubah menjadi haru. Waddiah tak mampu menahan air matanya. Demikian juga Irma.

Baca juga: Waktu Tepat Melaksanakan Sholat Dhuha Menurut Ustadz Abdul Somad, Berikut Tata Cara dan Keutamaannya

Baca juga: VIDEO - Militer Myanmar Kembali Tembak Pengunjuk Rasa, 10 Orang Tewas

Baca juga: CPNS 2021 - Catat! Ini Syarat Pendaftaran CPNS Untuk Lulusan SMA Berdasarkan Formasi Jabatannya

Sambil terisak, Waddiah mengatakan, bahwa tujuannya mengajar semata-mata agar anak-anak Pulo Aceh bisa membaca dan menulis.

Ia ingin anak-anak Pulo Aceh pintar, tak kalah dengan anak-anak Aceh di daratan.

“Yang saya pikirkan bagaimana anak-anak kami bisa membaca,” katanya sambil terisak.

Karena itulah, sejak awal ia meniatkan dirinya menjadi guru SD bagi anak-anak Pulo Aceh.

Setamat SMA, ia melanjutkan pendidikan pada program diploma 2 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), dan kemudian melanjutkan ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiahkuala (USK).

“Sejak SMA saya sudah niat menjadi guru SD, nggak mau jadi guru lain, karena guru SD ini adalah pondasi yang pertama kali,” tambahnya.

Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, HM Fadhil Rahmi Lc, saat memotivasi anak-anak SDN Lampuyang agar giat belajar meski dengan keterbatasan guru yang masuk.
Senator Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, HM Fadhil Rahmi Lc, saat memotivasi anak-anak SDN Lampuyang agar giat belajar meski dengan keterbatasan guru yang masuk. (Serambinews.com)

Waddiah telah mengabdi menjadi guru sejak tahun 2007, dan baru beberapa tahun terakhir ia pindah ke SD Lampuyang, yang merupakan desa kelahirannya.

Selama itu pula ia iklas bekerja tanpa mempersoalkan statusnya sebagai guru honorer. Baginya yang terpenting adalah terpenuhinya pendidikan anak-anak Pulo Aceh.

Lalu apakah saat ini akses pendidikan anak-anak Pulo Aceh telah terpenuhi? Mungkin inilah yang membuat Waddiah sedih dan menangis.

Meski ia tak menyalahkan rekan-rekannya, guru-guru PNS yang malas ke sekolah, tetapi batinnya menjerit.

Gejolak hati Waddiah itu setidaknya tergambarkan dari kondisi SDN Lampuyang. Sekolah dengan 96 murid yang hanya diurusi oleh dua guru atau paling banyak empat guru di hari-hari tertentu.

Pun begitu, ia tak menyerah. Sebisa mungkin ia masuk sekolah setiap hari. Ia sadar, jika dirinya tidak masuk, maka tak akan ada yang mengajar anak-anak itu.

Baca juga: Ramadhan 2021 Tinggal 32 Hari Lagi, Ini Hikmah dan Keutamaan Puasa, No 3 Bisa Melembutkan Hati

Baca juga: Hilang Selama 2 Hari, Bocah 13 Tahun Ditemukan Pingsan dalam Karung, Lakukan Hal Aneh Ini

Baca juga: VIDEO - Ponsel Xiaomi Made In Turkey akan Dipasarkan April 2021

Karena itu, kepada Syech Fadhil, Waddiah mengharapkan senator Aceh itu memperjuangkan agar Pemerintah terutama Pemkab Aceh Besar bisa memprioritaskan warga Pulo Aceh diangkat menjadi guru PNS.

"Kalau bukan kami, siapa lagi yang peduli dengan anak-anak Pulo Aceh ini Pak," ucapnya terbata.

Syech Fadhil yang mendengar keluhan kedua ibu guru tersebut ikut terharu. Beberapa kali ia mengusap air matanya.

Seusai kunjungan, dalam perjalanan Syech Fadhil mengaku heran mengapa para guru PNS itu malas masuk sekolah. 

Padahal mereka telah mendapat tunjangan guru terpencil yang jumlahnya lumayan besar.

"Saya sebenarnya tidak ingin menyorot guru terlalu dalam. Tapi jangan seperti ini, ini menzalimi para murid," pungkas Syech Fadhil.

Baca juga: Sehari Sebelum KLB Demokrat di Deliserdang, Mahfud MD Ungkap Pertemuan Moeldoko dan Presiden Jokowi

Baca juga: Sangat Terpukul Ditinggal Sang Ayah untuk Selamanya, Khabib: Tanpa Iman, Saya Bisa Gila

Baca juga: Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 14, Buat Akun di www.prakerja.go.id

Parahnya, kondisi tersebut ternyata tidak hanya dialami SDN Lampuyang. Menurut warga Pulo Aceh, Muhajir, hampir semua SD di Pulo Aceh mengalami hal yang sama.

Para guru PNS yang berasal dari luar pulau banyak yang malas datang ke Pulau Aceh untuk mengajar di sekolah.

Sebuah potret buram pendidikan di pulau yang hanya berjarak dua jam pelayaran dari ibu kota provinsi Aceh.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved