Berita Langsa

Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur di Langsa Bisa Dikebiri, Begini Penjelasan Nasir Djamil

"Seluruh pelaku  yang berjumlah 10 orang itu layak diberikan sanksi yang berat dan tidak tertutup kemungkinan untuk dikebiri," kata Nasir Djamil.

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Saifullah
For Serambinews.com
M Nasir Djamil 

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil mengecam para pelaku pencabulan atau pemerkosaan anak di bawah umur di Langsa.

"Seluruh pelaku  yang berjumlah 10 orang itu layak diberikan sanksi yang berat dan tidak tertutup kemungkinan untuk dikebiri," kata Nasir Djamil.

Pernyataan anggota DPR RI ini terkait kejadian memilukan yang dialami remaja perempuan di bawah umur di Langsa yang diperkosa di sebuah rumah kosong pada 16 Maret 2021, oleh 10 orang pria yang sebagiannya juga masih di bawah umur.

Anggota Komisi II DPR RI ini mengatakan, meskipun diketahui para pelaku berusia 15-21 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan para pelaku ini bisa dikebiri.

“Aturan hukumnya sudah ada, mungkin nanti para penegak hukum bisa mendalaminya,” papar dia.

Baca juga: BREAKING NEWS –  Sembilan Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur Diringkus, 1 Buron

Baca juga: Mengejutkan! Tersangka MRA Mengaku Membawa Korban Pencabulan untuk Bayar Utang kepada MS 

Baca juga: Para Tersangka Pencabulan Anak Bawah Umur di Langsa Terancam 200 Bulan Penjara, 1 Lagi Masih Diburu

“Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kebiri Kimia sudah diterbitkan oleh pemerintah, apakah memungkinkan dikenakan kepada pelaku, mungkin nanti penyidik bisa merujuk ke PP tersebut," ujar Nasir.

"Jikalaupun tindakan kebiri tidak bisa dilakukan karena alasan para pelaku sebagian masih di bawah umur, mungkin hukumannya bisa diperberat karena ini merupakan suatu perbuatan yang sangat tidak manusiawi,” tegas dia.

“Hal ini penting untuk memenuhi rasa keadilan kepada korban yang juga masih di bawah umur," tukas anggota DPR RI ini.

Di sisi lain, Aceh melalui Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat memungkinkan para pelaku dijerat dan diberikan sanksi, meskipun para pelaku sebagian juga masih berstatus pelajar.

Namun perlu pertimbangan yang cukup ideal terhadap sanksi yang tepat dikenakan bagi para pelaku, sebab mereka juga di bawah umur.

Baca juga: 194 Siswa MAN Abdya Diwisuda, 20 Orang Ternyata Tahfiz 

Baca juga: Cegah Stunting, BMA Verifikasi 50 Ibu Hamil dari Keluarga Miskin di Aceh Jaya

Baca juga: VIDEO Pascateror di Mabes Polri, Penjagaan Mapolres Lhokseumawe Diperketat

Salah satunya merujuk kepada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. 

"Kejadian ini menurut saya harus menjadi momentum agar tidak ada kejahatan atau kekerasan seksual terhadap anak terjadi lagi di Aceh,” ulasnya. 

“Terlebih, kita cukup merasa miris karena pelakunya juga masih tergolong anak-anak,” papar dia.

“Menurut saya, selain sanksi berat agar mereka jera, pembinaan dari orang tua dan lingkungan tempat tinggalnya juga harus menjadi perhatian bagi kita bersama,” ucapnya.

Baca juga: VIDEO Sebelum Mendapat Rumah TMMD, Janda Miskin Ini Mimpi Naik Haji

Baca juga: VIDEO AK 56 Serta Puluhan Peluru dan Pistol Kasus Penculikan Diserahkan ke Polisi Lhokseumawe

Baca juga: Ini Data Kerusakan Sementara Akibat Hempasan Angin Kencang Disertai Hujan Deras di Aceh Singkil

“Bagaimana kita bisa menjaga agar anak-anak kita bisa berpegang teguh pada pondasi agama sehingga tidak terjadi kegiatan serupa yang memilukan ini," pungkas Nasir Djamil.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved