Berita Subulussalam

Mengenang 12 Tahun Wafatnya Abuya Tanah Merah, Pejuang Pendidikan di Aceh Singkil dan Subulussalam

Ungkapan duka cita tersebut terus mengalir dari ponsel ke ponsel yang kala itu hanya bisa menggunakan aplikasi pesan singkat SMS

Penulis: Khalidin | Editor: Mursal Ismail
For Serambinews.com
Almarhum Syekh Tgk Haji Bahauddin Bin Muhammad Tawar atau Buya Tanah Merah 

Beliau dinilai patut menyandang gelar pejuang dan tokoh pendidikan.

Pasalnya, kala Aceh Singkil termasuk Kota Subulussalam belum mekar dan jauh dari lembaga pendidikan, Buya Tanah Merah membangun pesantren untuk para putra-putri sekolah.

Dia juga mengirimkan para muridnya untuk mengajar di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) di mana kala itu lembaga sekolah level Sekolah Dasar (SD) saja masih minim apalagi tingkat SMP dan SMA.

Walau dia bukan  penulis yang piawai merangkai bunga-bunga kata. Namun sosok Buya Tanah Merah termasuk orator yang bisa membakar massa di podium.  

Ia berbicara secara bersahaja. Beliaupun menulis dengan kalimat sederhana. Almarhum adalah guru yang ingin agar murid-muridnya mudah menangkap apa yang diterangkannya. Dengan ketulusan dan kesederhanaan itulah dia berjuang.

Baca juga: Bangsamoro Godok RUU Pemakaian Kalender Hijriah dan Masehi, Digunakan Pada Seluruh Surat Resmi

Penjabat Wali Kota Subulussalam yang kala itu dipangku sosok H Asmauddin SE mengatakan, kepergian almarhum Abuya Tanah Merah benar-benar merupakan kehilangan besar bagi umat Islam di Kota yang dipimpinnya. "Kami kehilangan ulama besar," katanya.

Hal yang sama juga diungkapkan Keluarga Besar Rabithah Thaliban Aceh (RTA) Cabang Aceh Singkil. "Kami dari kalangan santri sangat kehilangan. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosa-dosanya," ujarnya Tgk Maksum LS S.PdI yang tak mampu menahan dukanya.

Semasa hidupnya, Tgk Bahauddin Tawar aktif menyiarkan agama Islam di tanah Syekh Abdurrauf Assingkily.

Sejak tahun 1977-an, seperti yang tertulis pada salah satu buku karangan Ust Umma Abidin S.PdI salah seorang murid Abuya Tanah Merah dijelaskan, sang guru berdakwah keliling Aceh Singkil meskipun tidak diundang oleh masyarakat.

Malah beliau tampak proaktif memberikan pengertian kepada umat dengan memberikan sepucuk surat jadwal ceramah yang dikirim ke seluruh pelosok Aceh Singkil.

Minimal satu minggu bahkan sampai satu bulan beliau bersafari dakwah dari satu desa ke desa lain.

Tercatat dalam perjalanan dan kehidupan sang abuya ini, banyak pemikiran emas beliau diseputar dunia pendidikan Islam yang dapat dijadikan sebagai penambah wawasan dan khazanah keilmuan kepada para pecinta dunia pendidikan Islam.

Antara lain Sang Guru itu berpendapat tujuan dari proses pendidikan Islam adalah pengabdian total kepada Allah Murrabby (pendidik) yang hakiki dan tujuan akhir pengabdian kepada Allah secara total (kaffah) itu adalah kemenangan islam bagi diri pribadi kepada ummat.

Dalam perkembangan berikutnya, ulama panutan ini, bergerak khusus di bidang dakwah islamiyah, meningkatkan pendidikan Islam melalui Pondok Pesantren Darul Muta’alimin dan majelis persulukan Tariqat Na’sabandiyah, memperbaiki akidah umat dari peribadatan yang salah.

Semua tampaknya dilakukan ulama panutan itu, untuk mengeluarkan umat Islam dari kebodohan menuju petunjuk Islam dalam bidang masing-masing.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved