Aceh di Mata Mahasiswa Asing

Mahasiswa Gambia Ini Jatuh Cinta dengan Aceh: Ini Tempat Terbaik di Dunia

"Ketika sakit, saya tidak mempunyai uang untuk pergi ke rumah sakit karena saya tidak mampu membayar biaya pengobatan," lirihnya.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Mahasiswa Gambia di Afrika Barat, Muhammed Bah berfoto bersama ayahnya sebelum berangkat kuliah ke Banda Aceh. Ayahnya meninggal tak lama kemudian setelah Muhammed Bah berada di Aceh. Foto Dokumen Pribadi 

Mahasiswa Gambia Ini Jatuh Cinta dengan Aceh: Ini Tempat Terbaik di Dunia

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Sambil menyeruput minuman kopi miliknya, Muhammed Bah (27) alias Pa, terus bercerita tentang kisah hidupnya.

Setelah bercerita tentang penyebab ia memilih kuliah ke Aceh, Pa juga bercerita tentang suka dukanya selama kuliah.

Pa merupakan mahasiswa asal Gambia di Afrika Barat yang berkuliah di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

Dia kuliah dengan fasilitas beasiswa dari USK, yang menanggung sekitar 80 persen dari kebutuhannya selama kuliah.

Pa menyebut, beasiswa USK yang dia terima meliputi biaya kuliah dan tempat tinggal. Sedangkan untuk makanan dan kebutuhan lainnya harus dia penuhi sendiri.

Di awal kuliah, Pa mengaku tidak ada masalah untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena rutin mendapat kiriman dari keluarga.

Baca juga: Kisah Mahasiswa Negara Afrika Memilih Kuliah ke Aceh dan Takjub Melihat Banyaknya Masjid

Baca juga: Maroko Tuduh Iran Buat Kekacauan di Afrika Utara dan Barat

Baca juga: Dimulai dari Djibouti Tahun 2017, China Diprediksi Bakal Bangun Pangkalan Militer di Seluruh Afrika

Tetapi setelah ayahnya meninggal, tak lama setelah ia kuliah ke Aceh, Pa tidak lagi mendapat dukungan finansial dari keluarga.

Apalagi perekonomian Gambia juga sedang sulit, terlebih di masa pandemi Covid saat ini.

"Ekonomi Indonesia jauh lebih kuat dari Gambia yang menyebabkan banyak orang Gambia datang ke sini dan belajar," ungkap Pa.

Dia mengaku kondisi keuangannya saat ini sangat buruk. 

"Ketika sakit, saya tidak mempunyai uang untuk pergi ke rumah sakit karena saya tidak mampu membayar biaya pengobatan," lirihnya.

Bahkan untuk makan sehari-hari pun, Pa mengaku sangat kesulitan, dan itu menjadi beban pikirannya setiap hari.

Gambia, sebuah negara kecil di Afrika Barat yang berbatasan langsung dengan Sinegal dan Samudra Atlantik.
Gambia, sebuah negara kecil di Afrika Barat yang berbatasan langsung dengan Sinegal dan Samudra Atlantik. (Serambinews.com)

"Makanan menjadi tantangan besar karena saya harus memikirkannya siang dan malam,"

"Dan saya yakin ini sangat memengaruhi kinerja akademis saya," imbuh Pa.

Karena itu dia sangat berharap dan berterima kasih jika mendapat dukungan, baik dari swasta, pemerintah, maupun individu masyarakat.

Selama ini, Pa mengaku dibantu oleh beberapa temannya warga Aceh.

"Saya berterima kasih kepada semua teman saya dari Banda Aceh yang memperhatikan saya untuk memastikan saya dalam kondisi baik-baik saja," timpalnya.

Terkadang, Pa memiliki keinginan untuk bekerja sampingan, membantu teman-temannya warga Aceh yang telah menolong dirinya.

Mahasiswa Gambia, Muhammed Bah, di antara teman-temannya dari Aceh. Foto dok pribadi
Mahasiswa Gambia, Muhammed Bah, di antara teman-temannya dari Aceh. Foto dok pribadi (Serambinews.com)

Tetapi niatnya itu terganjal dengan peraturan keimigrasian yang ketat, dan dia harus mematuhi aturan tersebut.

"Sebagai pelajar internasional, Anda tidak diizinkan bekerja karena visa pelajar F1," jelas Pa.

"Jika ada siswa yang melanggar peraturan itu, dapat menyebabkan si siswa dideportasi ke negaranya," tambah dia.

Terlepas dari itu semua, Pa mengaku jatuh cinta dengan Aceh. 

Aceh menurutnya adalah komunitas yang indah. 

Penduduknya sangat bersahabat dan baik, sehingga memotivasi dirinya untuk tinggal di Aceh.

Baca juga: Nasib Jasad Warga Korea Utara yang Meninggal dalam Tahanan, Tubuhnya Dijadikan Pupuk Alami

Baca juga: Covid-19 di India, Seorang Pria Potong Lidah untuk Persembahan Agar Dewa Terkesan & Hentikan Pandemi

Baca juga: Puluhan Mayat Korban Covid -19 di India tak Dikremasi Ditemukan Mengapung di Sungai Gangga

"Semua yang bisa saya katakan, Aceh adalah tempat terbaik sejauh ini di dunia. Karena tempat ini damai dan aman," ucapnya.

Lalu apakah dia berniat ingin menikahi perempuan Aceh dan ingin menetap di Aceh?

"Insya Allah jika Allah memberi (jodoh perempuan Aceh), akan saya ambil,"

"Karena sebagai seorang muslim, dia dapat menikah dengan wanita muslim mana pun,"

"Dan jika Allah menetapkan tujuan saya untuk tinggal di sini, saya akan tinggal," tutur Muhammed Bah.(*)

Baca juga: Masuk ke Aceh Wajib Bawa Surat Swab Antigen, Berlaku Mulai 18 Mei 2021

Baca juga: Serangan Israel Makin Brutal, 10.000 Warga Palestina Tinggalkan Rumah di Gaza

Baca juga: Gubernur Aceh Nova Iriansyah Kirim Surat Khusus untuk Empat Bupati/Wali Kota, Isinya soal Covid-19

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved