Konflik Palestina

Joe Biden Diam-diam Jual Senjata ke Israel Rp 10 Triliun, Dimuluskan Parlemen

Pemerintahan Presiden Joe Biden menyetujui potensi penjualan senjata berpemandu presisi ke Israel dengan nilai USD 735 juta atau Rp 10,5 Triliun.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
AP
Joe Biden saat masih menjadi Wakil Presiden AS gelar konferensi pers dengan PM Israel, Benjamin Netanyahu. 

SERAMBINEWS.COM – Di tengah ketegangan konflik perang antara Hamas Palestina dengan pasukan Israel di Gaza, Joe Biden ternyata diam-diam menyetujui penjualan senjata ke Israel.

Pemerintahan Presiden Joe Biden menyetujui potensi penjualan senjata berpemandu presisi ke Israel dengan nilai USD 735 juta atau Rp 10,5 Triliun.

Hal itu disampaikan oleh sumber-sumber kongres yang mengatakan pada hari Senin (17/5/2021).

Sumber itu mengatakan bahwa anggota parlemen AS diperkirakan tidak akan keberatan dengan kesepakatan tersebut, meskipun konflik tengah terjadi antara Israel dan Hamas Palestina.

Tiga orang pembantu Kongres mengatakan Kongres secara resmi diberitahu tentang penjualan komersial yang dimaksudkan pada 5 Mei lalu.

Itu sebagai bagian dari proses peninjauan reguler sebelum perjanjian penjualan senjata asing utama dapat dilanjutkan.

Baca juga: Serangan Udara Israel di Gaza Tewaskan Komandan Militan Palestina

Baca juga: Jalur Gaza Dihantam Krisis Listrik dan Air Bersih, Infrastruktur Hancur Dirudal Jet Tempur Israel

Baca juga: 10 Keajaiban Perang Palestina-Israel, Munculnya Pasukan Putih Hingga Suara Misterius yang Berzikir

Penjualan tersebut pertama kali dilaporkan oleh Washington Post.

Mengutip dari Reuters, Kongres diberitahu tentang penjualan yang direncanakan pada bulan April, sebagai bagian dari proses peninjauan informal normal sebelum pemberitahuan resmi pada 5 Mei.

Di bawah undang-undang AS, pemberitahuan resmi membuka jendela 15 hari bagi Kongres untuk menolak penjualan tersebut, yang mana tidak diharapkan meskipun kekerasan sedang berlangsung.

Dilaporkan, penjualan Joint Direct Attack Munitions (JDAM) produksi Boeing dipertimbangkan untuk menjadi program rutin.

Dalam kesepakatan bulan mei ini, AS disebut akan menjual JDAM dengan nilai mencapai USD 735 juta (Rp 10,5 Triliun) ke Israel.

Saat dimintai keterangan, juru bicara Kementerian Luar Negeri AS mencatat bahwa pihaknya tidak bisa memberikan komentar secara terbuka atau mengonfirmasi aktivitas penjualan komersial senjata, termasuk perjanjian JDAM dengan Israel.

Baca juga: Israel Butuh Biaya Mahal untuk Operasikan Iron Dome, Keluarkan Rp 711 Juta untuk Setiap Pengaktifan

Baca juga: Kutuk Serangan Israel ke Palestina, Ketua DPRK Banda Aceh: Zionis Labrak HAM & Hukum Internasional 

"Kami tetap sangat prihatin tentang kekerasan saat ini dan bekerja untuk mencapai ketenangan yang berkelanjutan," kata juru bicara itu.

Dukungan kuat untuk Israel adalah nilai inti bagi anggota Kongres AS dari Partai Demokrat dan Republik.

Meskipun ada seruan dari beberapa anggota Demokrat untuk mengambil sikap lebih keras terhadap pemerintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Undang-undang AS mengizinkan Kongres untuk menolak penjualan senjata, tetapi tidak mungkin melakukannya dalam kasus ini. 

Karena Israel termasuk di antara segelintir negara yang kesepakatan militernya disetujui dalam proses yang dipercepat.

Atas dasar itu periode pertimbangan selama 15 hari akan secepatnya ditutup sebelum anggota parlemen dapat mengeluarkan resolusi ketidaksetujuan.

Baca juga: Israel Bombardir Palestina, Mengapa Negara-negara Arab Hanya Diam Saja?

Negara Arab Diam, Mengapa?

Peperangan di Jalur Gaza antara tentara Israel dengan pasukan sayap Hamas Brigade Al Qassam masih terus berlangsung.

Serangan Israel ke jalur Gaza sejak Ramadhan lalu telah menimbulkan banyak korban.

Ratusan warga Palestina meninggal dunia dan ribuan lainnya luka-luka.

Namun, sampai saat ini negara-negara Arab belum melakukan langkah pasti dalam meredamkan konflik Israel-Palestina. Mengapa?

Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Sahide mengatakan, diamnya negara-negara Arab karena memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap Amerika Serikat.

Padahal, AS memiliki lobi kuat Yahudi untuk menjaga politik luar negerinya, terutama dalam konflik Israel-Palestina.

Dengan kondisi itu, Palestina pun tidak memiliki dukungan politik dan strategi perjuangan yang kuat seperti Israel.

Baca juga: Demonstran Pro-Palestina dan Israel Bentrok di Montreal, PM Kanada Sebut Retorika Tercela

"Palestina tidak mempunyai strategi perjuangan seperti Yahudi dulu sewaktu awal menggagas untuk mendirikan negara Yahudi (Israel)," kata Suhedi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (16/5/2021).

"Orang-orang Yahudi saat itu melakukan penggalangan dana, mendekati negara-negara yang berpengaruh di kancah dunia," sambung dia.

"Selagi AS menjadi negara superpower dan negara-negara Islam mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap Amerika, maka Israel akan terus-terusan melakukan aksi brutalnya terhadap warga Palestina," jelasnya.

"Mengurangi tingkat ketergantungan tehadap AS tentu dimulai dengan mengembangkan sains, teknologi, dan ilmu pengetahuan," sambungnya.

Ia menjelaskan, konflik Israel-Palestina tidak bisa diselesaikan dengan perang dan aksi militer. Sebab, Israel merupakan salah satu negara dengan alat militer terbaik di dunia.

Baca juga: Konflik Panjang Israel-Palestina & Bumerang Atas Serangan Hamas, Siapa Hamas? Mengapa Serang Israel?

"Terbukti pilihan itu tidak efektif. Kalau pendekatan itu ya jelas kalah dari Israel yang didukung dengan teknologi tinggi," kata dia.

"Perlu ada pendekatan lain dalam meresponsnya, soft diplomacy misalnya," tutup dia. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS

Baca Juga Lainnya:

Baca juga: Bertemu dengan Dubes Palestina, Oki Setiana Dewi: Tidak Harus Menjadi Islam untuk Peduli Palestina

Baca juga: Di saat yang Lain Sibuk Mengutuk Duo YouTuber Tinju, ‘Si Leher Beton’ Justru Beri Dukungan

Baca juga: Tim Gabungan Tertibkan PKL dan Reklame Tanpa Izin di Kota Meulaboh

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved