Sri Mulyani: Pajak Sembako Diterapkan untuk Jenis Premium, Bukan yang Ada di Pasar Tradisional

Sri Mulyani menegaskan pajak sembako yang akan diterapkan bukan untuk sembako yang dijual di pasar tradisional dan menjadi kebutuhan masyarakat umum.

Editor: Faisal Zamzami
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

SERAMBINEWS.COM - Menteri Keuangan memberikan klarifikasinya terkait isu penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi sembako.

Klarifikasi tersebut disampaikan Sri Mulyani melalui Instagran pribadinya @smindrawati, Senin (14/6/2021).

Sri Mulyani menegaskan pajak sembako yang akan diterapkan bukan untuk sembako yang dijual di pasar tradisional dan menjadi kebutuhan masyarakat umum.

"Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum," tulis Sri Mulyani dalam unggahannya.

Menurutnya pemungutan pajak juga tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, tapi disusun kembali untuk melaksanakan azas keadilan.

"Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan" katanya.

"Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN)."

"Namun beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak."

"Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak," sambungnya.

Baca juga: Rencana Penarikan Pajak Sembako, Beras Petani Lokal Tidak Termasuk

Baca juga: Sembako Bakal Dikenai Pajak, DPR Sebut Sri Mulyani Coreng Citra Jokowi yang Peduli Rakyat Kecil

Dengan Pajak yang Lemah Dikuatkan yang Kuat Memberi Kontribusi

Lebih lanjut Sri Mulyani menekankan jika azas keadilan dalam perpajakan itu akan membantu yang lemah dan yang kuat membantu serta memberikan kontribusi.

"Itu asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi," jelas Menkeu.

Terlebih dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, pemerintah justru sedang memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi.

Misalnya, Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan.

"Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan."

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved