Konservasi
Pengoperasian ‘Cangkul Padang’ di Danau Laut Tawar Ancam Kelestarian Ikan Depik
Banyak warga bertanya apakah alat tangkap ini boleh dioperasikan? Apalagi targetnya adalah ikan endemik Danau Laut Tawar, yaitu ikan depik.
Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON - Jika anda berjalan-jalan di pinggir Danau Laut Tawar terutama di daerah Kecamatan Bintang dan sekitarnya, ada pemandangan yang tidak biasa, yaitu pada malam sore sampai pagi hari terlihat terang benderang di perairan danau di Takengon, Aceh Tengah itu.
Pada siang hari terlihat ada rakit bambu yang terpasang sepanjang perairan Danau mulai Gegarang sampai seberangnya Rawe.
Pertanyaan sering muncul dari beberapa masyarakat sekeliling danau dan pengunjung yang berwisata ke Danau Laut Tawar.
“Alat tersebut adalah bagan penangkap ikan yang masyarakat lokal menyebutnya dengan nama Cangkul Padang,” kata Akbar, pegiat lingkungan di Takengon, Rabu (16/6/2021).
Kenapa disebut Cangkul Padang, karena alat tangkap ini berasal dari sistem penangkapan yang sudah diterapkan di danau yang terdapat di Sumatera Barat.
Cangkul Padang (Bagan) yang dioperasikan masyarakat di Kecamatan Bintang dan beberapa daerah lainnya di Danau Laut Tawar ini bersifat pasif (tidak bergerak) yang dioperasikan 30-50 meter ke arah tengah danau dengan ukuran mata jaring 5/8 inchi dan lebih 5/8 Inchi. Panjangnya 6 meter, lebar 6 meter, dan tinggi 6 meter.
“Pengoperasiannya dilakukan tiap hari dengan pengangkatan jaring pada saat malam hari. Pengangkatan dapat dilakukan beberapa kali jika sedang musimnya Ikan Depik,” ungkapnya.
Alat tangkap dipasang di atas bambu terapung yang disusun untuk menyangga bagan dengan total berat ±200 kg, dibantu lampu dengan daya total daya ≤2000 watt, untuk menarik kawanan Ikan Depik berkumpul di titik yang diinginkan.
Baca juga: Konflik Antarnelayan di Simeulue, Dipicu Soal Penggunaan Kompressor di Kawasan Konservasi Perairan
Baca juga: Upaya Konservasi Perairan Menunjukkan Hasil, Nelayan Butuh Inovasi Alat Tangkap Ramah Lingkungan
Baca juga: Dari Kawasan Pantang ke Konservasi di Laut Sabang
Akbar mengatakan, banyak warga bertanya apakah alat tangkap ini boleh dioperasikan? Apalagi targetnya adalah ikan endemik Danau Laut Tawar, yaitu Ikan Depik.
Sesuai dengan undang-undang nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undnang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan Pasal 9 ayat 1 bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlajutan sumber daya ikan di kapal penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 71/PERMEN-KP/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia Bab V Alat Penangkapan Ikan yang Mengganggu dan Merusak.
Pertanyaannya apakah cangkul padang merusak?.
“Berdasarkan kajian kecil yang kami buat. Alat tangkap ini bersifat pasif dioperasikan 30-50 meter kearah tengah danau dengan messh size 5/8 inchi dan jaring <5/8 Inchi. Panjang 6m lebar 6m dan tinggi 6 meter. Dilakukan pengoperasian tiap hari dengan pengangkatan jaring pada saat malam hari. Pengangkatan dapat dilakukan beberapa kali jika ikan depik sedang musim. Menggunakan lampu dengan daya total daya ≤2000 watt. Alat tangkap dipasang diatas bambu terapung yang disusun untuk menyangga bagan dengan total berat ±200 kg,” kata Akbar.
Menurutnya, secara ekonomi dan sosial, alat tangkap ikan Cangkul Padang di Danau Laut Tawar membutuhkan modal yang besar, karena harga pembuatan satu unit cangkul padang antara 20-30 juta rupiah. Dengan target tangkapan ikan utama yaitu depik dan eyas.
Hasil tangkapan yang diperoleh berkisar antara 0,347 kg (1 katok) sampai dengan 69,4 kg (50 kaleng) ikan. Dengan penghasilan rata-rata Rp 300.000 perhari bisa lebih besar jika musim penangkapan.