Breaking News

Mantan PM Belanda Mengundurkan Diri dari Partai, Kecewa karena Abaikan Penderitaan Rakyat Palestina

Van Agt menjabat sebagai menteri kehakiman di Belanda dari 1971-1977 dan juga sebagai wakil perdana menteri.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
The Rights Forum
Dries van Agt, Perdana Menteri Belanda periode 1977-1982. 

SERAMBINEWS.COM, AMSTERDAM - Mantan Perdana Menteri Belanda Dries van Agt telah mengundurkan diri dari partainya karena kurangnya dukungan untuk Palestina, media lokal melaporkan Senin (21/6/2021).

Dalam sebuah pernyataan, Van Agt mengumumkan pengunduran dirinya dari partai Christian Democratic Appeal (CDA) karena mengabaikan “penderitaan besar yang menimpa rakyat Palestina” oleh Israel, menurut NL Times yang berbasis di Amsterdam.

Dia mengatakan dalam pernyataan tertulis bahwa suara CDA terhadap berbagai proposal mengenai bantuan kepada rakyat Palestina, terutama selama pemboman Israel di Jalur Gaza pada bulan Mei, merupakan faktor penting dalam keputusannya untuk meninggalkan partai.

Pria berusia 90 tahun, yang merupakan anggota CDA dan pelopor KVP pendahulunya selama lebih dari 50 tahun, mengatakan dia tidak lagi merasa betah dengan partai tersebut.

Van Agt menjabat sebagai menteri kehakiman di Belanda dari 1971-1977 dan juga sebagai wakil perdana menteri.

Ia menjadi kepala CDA pada tahun 1976 dan perdana menteri pada tahun berikutnya.

Dia menjabat sebagai perdana menteri hingga 1982 dan kemudian memfokuskan pekerjaannya pada perjuangan Palestina setelah pensiun dari politik aktif.

Pada 2016, dia menggambarkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai "penjahat perang" dan mengatakan dia harus diadili.

Baca juga: Pengadilan Belanda Dakwa Seorang Pengungsi, Terlihat Dalam Video Eksekusi di Suriah

Baca juga: Setelah Gencatan Senjata, Kekerasan Israel terhadap Palestina Kembali Meningkat

PM dalam 3 Pemerintahan

Dikutip dari Wikipedia.org, Dries van Agt yang bernama lengkap Andreas Antonius Maria "Dries" van Agt lahir di Geldrop pada tanggal 2 Februari 1931.

Ia menjadi Perdana Menteri Belanda pada periode 1977-1982.

Antara tahun 1968-1971, Van Agt menjadi profesor hukum kriminal di Universitas Katolik Nijmegen.

Antara tahun 1971-1973, ia menjadi menteri hukum dalam Kabinet Biesheuvel I dan II.

Ia menjadi objek kemarahan publik ketika mencoba memintakan ampunan untuk 3 penjahat perang Nazi yang masih ditahan di penjara Belanda pada tahun 1972.

Antara bulan Desember 1977-November 1982, Van Agt menjadi Perdana Menteri dalam 3 pemerintahan berturut-turut.

Setelah pemerintahannya mundur, ia tetap menjadi anggota parlemen Belanda hingga tahun 1983, ketika diangkat sebagai Komisaris Ratu (setara dengan gubernur) untuk Brabant Utara.

Antara tahun 1995-1996, ia menjadi guru besar tamu dalam Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Kyoto.

Pada bulan Mei 2006, Van Agt mengajar di Kairo atas undangan majalah elektronik Arab-West Report mengenai perubahan besar dalam iklim bidaya Eropa barat laut dalam beberapa dasawarsa sebelumnnya, yang menjadi bermusuhan pada agama, termasuk Islam.

Baca juga: Kisah di Balik Konflik di Papua dan Lahirnya KKB Papua, Ternyata Ada Adu Domba Belanda

Van Agt berpendapat bahwa kaum Muslimin harus memahami perubahan itu agar dapat menanggapi tudingan miring Eropa atas Islam dan dunia Islam secara lebih baik.

Sejak beberapa waktu terakhir, Van Agt menjadi penasihat umum untuk Forum Keadilan dan Perdamaian Internasional, sebuah yayasan yang bernaung di bawah hukum Belanda, didaftarkan di Departemen Perdagangan di Amsterdam.

Lembaga yang diketuai oleh pebisnis internasional Ben Smoes ini memusatkan diri pada masalah keadilan dan perdamaian berkenaan dengan konflik Israel dan Palestina.

Selama beberapa tahun, ia mengambil opini independen terkait Timur Tengah, menyebabkan kritik terbuka atas kebijakan yang dilancarkan oleh pemerintah Israel atas Palestina.

Saat masih menjabat, Van Agt adalah pendukung setia Israel, namun setelah mundur pada tahun 1982 ia berubah pikiran.

Ia menyatakan bahwa Israel telah melakukan "terorisme negara", dan mengubah pandangannya atas Tanah Palestina sebagai "Bantustan".(Serambinews.com/Anadolu Agency)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved