Opini

Ujian Kaum Intelektual

Dalam semester terakhir, berbagai ujian menimpa kaum intelektual. Kaum ini mendapat tempat begitu baik dalam ruang sosial

Editor: bakri
Sulaiman Tripa, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala 

Oleh Sulaiman Tripa, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Dalam semester terakhir, berbagai ujian menimpa kaum intelektual. Kaum ini mendapat tempat begitu baik dalam ruang sosial. Sejumlah kasus bisa menyebabkan kepercayaan ini akan terbalik. Semacam ujian publik. Ketika para intelektual dianggap sebagai barometer perilaku publik, ternyata kaum ini juga akan dianggap sama dengan komunitas sosial yang lain.

Belum selesai kasus isu plagiat yang dilakukan salah satu rektor –isu yang sangat sensitif bagi moralitas intelektual, publik dikejutkan dengan adanya pelecehan seksual terhadap dosen oleh rektor lainnya. Dalam dua hari ini, rangkap jabatan terungkap dilakukan rektor terpandang.

Peneliti salah satu lembaga pengawas rasuah, membongkar posisi Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, yang saat ini menjabat wakil komisaris salah satu badan usaha milik negara (Serambi, 29/6/2021). Memang data semacam ini bukan sesuatu yang luar biasa. Ia bisa ditelusuri dengan mudah. Namun ada pihak yang membuka hal ini pada saat yang tepat, membuat info ini mendapat tempat penting.

Hal di atas tidak terjadi sendirinya. Dalam dua hari ini sedang renyah ada organisasi mahasiswa UI yang mengkritik presiden. Ada banyak pihak yang kebakaran jenggot, termasuk rektor sendiri. Padahal presiden sendiri, sebagai pihak yang sedang dikritik, senyum-senyum saja.

Tersebutlah nama Rektor UI yang merasa gerah dengan kritik mahasiswanya terhadap presiden. Sebagai intelektual yang berpikir merdeka, seharusnya ada proses edukasi yang dilakukan. Ada ajakan berpikir yang seharusnya sebagai ruangnya. Bukan main ancam-ancaman. Kampus seharusnya memperlihatkan wajah yang berbeda. Saya tidak ingin melihat substansi kritik. Hal menarik bagi saya justru posisi Rektor UI yang disinyalir memiliki jabatan lain. Alasan ini sepertinya membuat ia agresif terhadap mahasiswanya.

Setiap berbicara tentang jabatan, selalu renyah dengan tunjangan dan fasilitas. Bisa jadi wajar jika orang akan terganggu jika ada hal-hal yang dibayangkan akan membuatnya tersandung dari jabatan yang sedang dirangkumnya.

Intelektual memalukan

Perilaku semacam ini memalukan dilakukan seorang intelektual. Saya yakin perilaku ini tidak sedikit. Hanya waktu saja yang akan membukanya. Banyak intelektual yang bermental buruk. Padahal bagi publik, moral intelektual dipandang pada posisi terpandang. Posisi inilah, orang yang berbicara ideal, namun membabat juga dalam realitas. Orang yang seharusnya tiada henti berceramah tentang kebaikan, bersamaan dengan menolak menerima hal-hal yang tidak benar.

Saya ingin menulis hal ini tidak hanya untuk orang tertentu. Mereka yang menggunakan kesempatan dan jabatan tertentu di dalam kampus, untuk mendapatkan hal yang lain. Pilihan yang seharusnya tidak dilakukan oleh mereka yang kaum intelektual.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan “intelektual” sebagai “cerdas; berakal; dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan”, dan “(yang) mempunyai kecerdasan tinggi; cendikiawan”. Kata ini berasal dari “intelek” yang berarti “Psi daya atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berfikir”, dan “(kaum) terpelajar; cendikia”.

Berdasarkan keterangan istilah ini, menjadi jelas bahwa intelektual adalah kaum terpelajar, memiliki kecerdasan, dan berhubungan dengan pendayagunaan kecerdasannya untuk perbaikan masyarakat. Orang-orang yang berlabel “pandai” sebagaimana dijelaskan sebagai yang “berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan”, seharusnya menjadi batasan dalam berperilaku.

Bila melihat konsep yang berikutnya, berupa “proses pikiran yang lebih tinggi berkenaan dengan pengetahuan”, bisa dimaknai dalam konteks daya guna. Dalam hal ini, seorang intelektual amat ditentukan oleh satu bahasa antara perkataan dengan perbuatan. Bukan “cakap tak serupa bikin”.

Secara sederhana, demikianlah yang bisa saya tangkap dari kata “intelektual” ini. Orang yang idealnya bermental baik, menggunakan hati nurani saat berhadapan dengan hal-hal krusial dalam hidupnya.

Memalukan intelektual

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved