Opini
Mewujudkan Pulo Aceh sebagai Pulau Lengkap Tahun 2021
Pulau Aceh atau lebih dikenal dengan Pulo Aceh merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Besar. Gugus kepulauan

Oleh SITI RAHMAH, S.H., M.Kn., Notaris/PPAT dan Agen Perubahan BPN Aceh Besar, melaporkan dari Aceh Besar
Pulau Aceh atau lebih dikenal dengan Pulo Aceh merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Aceh Besar. Gugus kepulauan ini memiliki dua pulau besar dan terkenal, yakni Pulau Nasi dan Pulau Breuh. Kecamatan ini masuk dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2021. Untuk pemetaan bidang tanahnya secara keseluruhan diukur oleh petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh Besar.
Letak Pulo Aceh sangatlah strategis, ditambah lagi dengan panorama alam dan lautnya yang begitu indah. Bagi yang pernah berkunjung ke sana pasti ingin kembali untuk menikmati panoramanya.
Pulau yang paling terkenal di Pulo Aceh adalah Pulau Nasi dan Pulau Breueh. Di Pulau Breueh kita masih bisa melihat situs warisan Belanda, yakni Marcusuar Willem’s Toren yang berdiri kokoh menjadi saksi bahwa pada masa lalu pulau ini pernah berjaya.
Pagi itu, tanggal 22 Mei 2021, tim dari Kantor BPN Aceh Besar dan Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Aceh menuju Pulo Aceh. Ada 30 orang yang pergi. Lima orang dari kanwil, yaitu Kepala Bidang (Kabid) Survei dan Pemetaan, Kabid Penetapan dan Pendaftaran Tanah, Kepala Seksi Survei Pengukuran, dan Kepala Subbagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan.
Tim dari Kntor BPN Aceh Besar terdiri atas dua petugas yuridis, empat petugas ukur, dan selebihnya tim efektif untuk pemetaan pulau lengkap, serta empat anggota tim satgas administrasi penyerahan sertifikat.
Perjalanan memakan waktu sekiar 40 menit dari Banda Aceh menuju Pulau Nasi, sedangkan ke Pulau Breuh memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit. Terlihat beberapa petugas BPN duduk berjajar di dalam aula Kantor Camat Pulo Aceh. Mereka sedang melakukan pembagian sertifikat PTSL 2021 secara simbolis untuk lima desa di Pulo Aceh. Acara tersebut dihadiri Kabid Survei dan Pemetaan Kanwil BPN Aceh, Kabid Penetapan Hak dan Pendaftaran Kanwil BPN Aceh, Kasi Survei dan Pemetaan, Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor BPN Aceh Besar, Camat Pulo Aceh, beserta kepala desa/perangkat desa, dan masyarakat setempat.
Pada acara penyerahan sertifikat ini, juga disosialisasikan kepada seluruh masyarakat Pulo Aceh, khususnya Pulau Breuh, agar segera mendaftarkan tanahnya. Selain untuk mencegah terjadinya konflik, juga diharapkan sertifikat tanah dapat memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat kepulauan. Masyarakat setempat bisa menggunakan tanahnya sebagai modal usaha untuk melaut, bertani, dan berdagang. Bahkan sektor pembangunan dan pariwisata ikut terbantu dengan tersertifikatkannya seluruh tanah di pulau tersebut.
Untuk membangun jejaring kerja dalam rancangan aksi perubahan dalam mewujudkan Pulo Aceh yang lengkap terpetakan dan bersertifikat, Tim Survei dan Pemetaan berkoordinasi dengan Bupati dan Kepala Kantor BPN Aceh Besar, berupaya menyelesaikan permasalahan pertanahan pascagempa dan tsunami Aceh 2004 di Pulau Aceh.
Sebagaimana kita ketahui, bencana dahsyat tersebut menghancurkan hampir seluruh daratan di Pulo Aceh sebagai objek hak. Masyarakat sebagai subjek hak banyak sekali yang meninggal atau hilang. Dalam pada itu batas bidang tanah rusak, bahkan hilang. Produk sertifikat yang telah lahir tidak sesuai lagi dengan penguasaan fisik. Belum lagi program Gema Assalam yang menyisakan masalah. Gema Assalam adalah kegiatan pensertifikatan tanah yang dibiayai oleh Pemerintah Aceh pada tahun 2004. Saat itu Aceh dipimpin duet Abdullah Puteh dan Azwar Abubakar.
“Program ini juga bekerja sama dengan Kanwil BPN Aceh. Saat itu ditargetkan pada tahun 2004 selesai 100%. Ada sekitar 800 sertifikat terbit pada tanggal 15 Desember 2004, beberapa hari sebelum tsunami,” ungkap Pak Arinaldi, Kabid Survei dan Pemetaan Kanwil Aceh.
“Pascamusibah tersebut, masyarakat yang masih hidup kembali ke Pulo dengan menduduki tanah-tanah yang dianggap layak, aman, tanpa memedulikan hak-hak lama. Bahkan sebagian masyarakat telah mengembalikan sertifikat produk Gema Assalam karena dianggap tidak sesuai lagi dengan kondisi fisik di lapangan,” tambahnya.
“Lebih dari 250 sertifikat tidak diambil pemiliknya dan tidak dikenal lagi siapa pemiliknya. Setelah program pengukuran bidang tanah Pulo Aceh lengkap dilaksanakan ternyata sertifikat Gema Assalam sudah jauh berbeda antara letak peta dan fisiknya. Sehingga, tidak bisa didaratkan di dalam sistem pertanahan,” jelas Kepala Kantor BPN Aceh Besar, Agusman A.Ptnh.
Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi, ada empat permasalahan pokok di Pulo Aceh, yaitu: Penguasaan bidang tanah tidak sesuai dengan produk sertifikat lama (sertifikat Gema Assalam), tumpang tindihnya hak yang sudah diganti rugi, sulitnya mengidentifikasi produk lama, dan musnahnya objek hak Desa Teunom, salah satu desa di Pulo Aceh.
Hal ini berdampak pada kepastian hak atas tanah yang dikuasai dan dimiliki oleh masyarakat. Bahawa telah terjadi peralihan hak di bawah tangan, sedangkan sertifikat tidak berubah fisiknya. Ini berdampak pada tertib administrasi pertanahan dalam proses pemutakhiran data, pemeliharaan data pertanahan, serta pendaftaran tanah yang berkelanjutan.