Kupi Beungoh
Sejarah Panjang Sabang dan Kekuatan Besar Ekonomi Aceh
Jikapun Pelabuhan Bebas Sabang belum berjalan baik, masyarakat Sabang memiliki kekuatan tersendiri untuk menghidupi ekonominya
Pada tahun 1883, dermaga Sabang dibuka untuk kapal berdermaga oleh Asosiasi Atjeh.
Walaupun pada awalnya pelabuhan tersebut dijadikan pangkalan batubara untuk Angkatan Laut Kerajaan Belanda, tetapi kemudian juga digunakan oleh kapal pedagang untuk mengirim barang ekspor dari Sumatera.
Pada tahun 1887, Firma Delange dibantu Sabang Haven memperoleh kewenangan menambah, membangun fasilitas, dan sarana penunjang pelabuhan.
Pada tahun 1895, era pelabuhan bebas di Sabang dimulai. Pemerintah Hindia Belanda memberi istilah Vrij Haven dan dikelola oleh Sabang Maatschaappij. Saat ini setiap tahunnya, 50.000 kapal melewati Selat Malaka .
Tahun 1899, Ernst Heldring mengenali potensi Sabang sebagai pelabuhan internasional dan mengusulkan pengembangan pelabuhan Sabang pada Nederlandsche Handel Maatschappij dan beberapa perusahaan Belanda lainnya.
Hal ini terungkap dari buku Oost Azie en Indie (Asia Timur dan India).
Baca juga: Pandemi Semakin Parah, Malaysia Tutup Pusat Vaksinasi karena 200 Petugasnya Terjangkit Covid-19
Baca juga: Buat Pernyataan Kontroversi, Lois Owien Terancam Hukuman Penjara, Dianggap Sebar Hoaks Covid-19
Tahun 1899, Balthazar Heldring selaku direktur NHM merubah Atjeh Associate menjadi N.V. Zeehaven en Kolenstation Sabang te Batavia (Sabang Seaport and Coal Station of Batavia).
Yang kemudian dikenal dengan Sabang Maatschappij dan merehab infrastruktur pelabuhan agar layak menjadi pelabuhan bertaraf internasional.
Tahun 1903 CJ Karel Van Aalst sebagai direktur NHM yang baru, mengatur layanan dwi-mingguan antara pelabuhan Sabang dan negeri Belanda, melibatkan Stoomvaart Maatschappij Nederland (Netherlands Steamboat Company) dan Rotterdamsche Lloyd.
Selain itu, dia juga mengatur suntikan modal penting bagi Sabang Maatschappij dengan NHM sebagai pemegang saham mayoritas.
Tahun 1910 didirikan stasiun radio pemancar (Radio Zendstation te Sabang) di Ie Meulee (salah satu dari tujuh radio pemancar di Hindia Belanda Timur) untuk kemudahan komunikasi antara Belanda dan wilayah koloninya.
Tahun 1942, pada saat Perang Dunia ke II, Sabang diduduki oleh Jepang dan dijadikan basis pertahanan wilayah barat. Sabang sebagai pelabuhan bebas ditutup.
Tahun 1945, Sabang mendapat dua kali serangan dari pasukan Sekutu dan menghancurkan sebagian infrastruktur.
Kemudian Indonesia Merdeka tetapi Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda. Tahun 1950 Setelah KMB, Belanda mengembalikan Sabang kepada Indonesia.
Upacara penyerahannya berlangsung di gedung Controleur (gedung Dharma Wanita sekarang).