Breaking News

Internasional

Turki Kutuk Pengadilan Tinggi Uni Eropa, Melanggar Kebebasan Beragama, Melarang Jilbab

Pemerintah Turki, Minggu (18/7/2021) mengutuk keputusan Pengadilan Tinggi Uni Eropa yang mengizinkan pelarangan jilbab dalam kondisi tertentu.

Editor: M Nur Pakar
AFP
Wanita Muslim memakai jilbab di tempat umum di Jerman. 

SERAMBINEWS.COM, ANKARA - Pemerintah Turki, Minggu (18/7/2021) mengutuk keputusan Pengadilan Tinggi Uni Eropa yang mengizinkan pelarangan jilbab dalam kondisi tertentu.

Turki menilai hal itu sebagai pelanggaran nyata terhadap kebebasan beragama.

Bahkan, menambahkan langkah itu akan memperburuk prasangka terhadap perempuan Muslim di Uni Eropa.

Pengadilan Uni Eropa (CJEU) yang berbasis di Luksemburg, Jerman, Kamis (15/7/2021) memutuskan perusahaan-perusahaan dapat melarang karyawan mengenakan jilbab dalam kondisi tertentu.

Jika mereka perlu melakukannya untuk memproyeksikan citra netralitas kepada pelanggan.

Dilansir AFP, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan keputusan itu adalah tanda meningkatnya Islamofobia.

Dimana dikatakan wanita Muslim di Eropa menjadi sasaran diskriminasi yang meningkat karena keyakinan agama mereka.

Baca juga: Pengadilan Tinggi Uni Eropa Larang Jilbab di Tempat Kerja

“Keputusan CJEU, pada saat Islamofobia, rasisme dan kebencian yang telah menyandera Eropa meningkat," jelasnya.

"Mengabaikan kebebasan beragama dan menciptakan dasar dan perlindungan hukum untuk diskriminasi,” kata kementerian itu.

Pada Sabtu (17/7/2021), Direktur Komunikasi Kepresidenan Turki, Fahrettin Altun mengutuk langkah itu.

Dia mengatakan keputusan yang salah ini adalah upaya untuk memberikan legitimasi kepada rasisme.

Masalah jilbab, telah memecah belah di seluruh Eropa selama bertahun-tahun.

Menggarisbawahi perbedaan tajam dalam mengintegrasikan Muslim.

Baca juga: VIDEO - Detik-detik Satu Keluarga Selamat dari Terjangan Longsor dan Banjir Bandang di Turki

Partai AK yang berakar pada Islam pimpinan Presiden Turki Tayyip Erdogan, yang berkuasa pada 2002 dengan memadukan pendekatan pasar demokratis pro-Barat, telah dikritik oleh sekutu Barat.

Dengan tuduhan meningkatnya otoritarianisme dan intoleransi agama.

Amerika Serikat, Yunani, Rusia dan para pemimpin gereja menyatakan keprihatinan tahun lalu atas langkah pemerintahnya untuk mengubah Hagia Sophia Istanbul menjadi masjid tahun lalu.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved