Internasional

Taliban Gempur Perkotaan, Warga Bersembunyi Ketakutan dan Melarikan Diri

Militan Taliban menyerbu ibu kota provinsi Afghanistan lainnya, sehingga meningkatkan kekhawatiran cengkeramannya ketika pasukan kaoliasi pimpinan AS

Editor: M Nur Pakar
AFP/Asghar ACHAKZAI
Seorang tentara berpatroli ketika orang-orang yang melarikan diri dari serbuan Taliban menunggu pembukaan kembali titik perbatasan yang ditutup oleh pihak berwenang, di Chaman, Sabtu (7/8/2021). 

Pejabat itu mengatakan merasa ditinggalkan oleh AS di tengah kepergian mereka dari negara yang dilanda perang setelah dua dekade perang.

Saat berkuasa, Taliban memberlakukan versi Islam yang ketat yang membuat perempuan dan anak perempuan praktis tidak terlihat dalam kehidupan publik.

Dengan kebangkitan kelompok itu, serangkaian pembunuhan telah melanda Afghanistan.

Terutama menargetkan wanita terkemuka , jurnalis, hakim, dan lainnya yang berjuang untuk mempertahankan cara hidup liberal di negara itu.

Baru-baru ini, kelompok itu mengatakan telah merebut lebih dari setengah wilayah Afghanistan, termasuk penyeberangan perbatasan strategis.

Baca juga: Kisah Salima Mazari, Gubernur Wanita Pemberani, Pimpin Perang Lawan Taliban di Afghanistan

Angkatan Udara AS terus membantu pengeboman terhadap sasaran-sasaran Taliban di Provinsi Helmand dan Kandahar selatan.

Saat pasukan keamanan Afghanistan berusaha mencegah pengambilalihan Taliban.

Pada Sabtu (7/8/2021), kedutaan AS dan Inggris di Kabul mengulangi peringatan kepada warga yang masih di sana untuk pergi segera karena situasi keamanan memburuk.

"Serangan Taliban yang terus berlanjut tidak menghasilkan apa-apa selain menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

"Jika Taliban terus menempuh jalan ini, mereka akan menjadi paria internasional tanpa dukungan dari komunitas internasional atau bahkan orang-orang yang mereka katakan ingin mereka pimpin," tambahnya.

AS menggulingkan rezim Taliban pada 2001 setelah kelompok itu melindungi Osama bin Laden, pendiri al Qaeda dan dalang serangan teror 11 September yang memicu perang terpanjang Amerika.

Presiden Joe Biden mengatakan bulan lalu misi militer AS di negara itu akan berakhir pada 31 Agustus, lebih awal dari yang diumumkan sebelumnya.

Konflik tersebut telah merenggut nyawa sekitar 2.300 tentara AS.

Dari tahun 2001 hingga 2018, sekitar 58.000 militer dan polisi Afghanistan tewas dalam kekerasan tersebut, menurut sebuah studi oleh Brown University.

Baca juga: Taliban Rebut Tiga Ibu Kota Provinsi Afghanistan Dalam Sehari, Sudah 5 Ibu Kota Provinsi Dikuasai

Hampir 20 tahun dan miliaran dolar AS dalam bantuan sipil dan militer, pejabat di provinsi Nimroz yang baru direbut mempertanyakan apakah negaranya salah satu negara termiskin dan paling banyak dilanda kekerasan.

"Saya tidak pernah bisa berpikir bahwa Amerika akan meninggalkan Afghanistan dalam situasi seperti itu," katanya.

“Jika Amerika akan meninggalkan kita seperti ini, lalu mengapa mereka datang ke Afghanistan? tanyanya.

"Dan mengapa kita kehilangan jutaan nyawa di tahun-tahun ini?” tanyanya lagi.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved