BM Diah, Putra Aceh Penyelamat Naskah Asli Teks Proklamasi dari Keranjang Sampah

Usai diketik, karena dianggap tak diperlukan lagi, naskah tulisan tangan Soekarno itu sempat dibuang di keranjang sampah.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
BM Diah dan naskah asli Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dipungutnya dari keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda. 

Setelah menyelesaikan studi jurnalistik di Bandung, B.M. Diah kembali ke Medan dan bekerja di harian Sinar Deli.

Ia tidak lama bekerja di harian tersebut, hanya sekitar 1,5 tahun, kemudian kembali ke Jakarta dan bekerja pada harian Melayu-Cina Sinpo sebagai penulis lepas selama beberapa bulan.

Pada saat Jepang menduduki Indonesia, B.M. Diah menjadi redaktur pelaksana dan wakil pemimpin redaksi surat kabar Asia Raya.

Posisinya sebagai jurnalis, membuat B.M. Diah banyak mengetahui informasi, baik di dalam maupun luar negeri.

Surat kabar Asia Raya ditutup ketika Jepang kalah perang dari pasukan sekutu tahun 1945.

Setelah Jepang menyerah, pada September 1945, B.M. Diah bersama rekan-rekannya kemudian merebut dan mengambil alih percetakan milik Jepang yang bernama Djawa Shimbun.

Bukan hanya sebagai seorang wartawan, B.M. Diah juga seorang aktivis. Sejak pendudukan Jepang, ia telah tergabung dalam lingkaran aktivis yang berhimpun di Asrama Menteng 31.

Asrama ini juga yang menjadi tempat tinggalnya para aktivis lain, seperti Chaerul Saleh, Sukarni, Adam Malik, D.N. Aidit, dan Lukman.

Pada Juni 1945, B.M. Diah terlibat dalam pendirian Gerakan Angkatan Baru Indonesia.

Gerakan tersebut merupakan antitesis dari Gerakan Angkatan Muda yang dinilai sangat dipengaruhi oleh Jepang.

Di sana, B.M. Diah menjadi ketua panitia pendiri dari gerakan tersebut.

Gerakan ini melibatkan para tokoh militan, seperti Sukarni, Wikana, Chaerul Saleh, Harsono Tjokroaminoto, dan Asmara Hadi.

Tujuan dari gerakan ini adalah sebagai tempat berhimpun seluruh golongan, menyuarakan kemerdekaan, hingga menegaskan dalam pembentukkan Republik Indonesia.

Baca juga: VIDEO - Proses Evakuasi Pencari Sarang Walet yang Jatuh ke Jurang Berlangsung Dramatis

Baca juga: Babak Baru Kasus Sapi Kurus di Saree, Polda Aceh Tetapkan 9 Tersangka

Tak berhenti sampai di situ, awal Oktober 1945, B.M. Diah menerbitkan surat kabar Merdeka dan menjadi pemimpin redaksi. 

Bersama istrinya, Herawati Diah, ia juga mendirikan koran berbahasa Inggris, Indonesian Observer tahun 1945.

Setelah Indonesia merdeka, B.M. Diah diberi kepercayaan sebagai Duta Besar RI untuk Chekoslovakia dan Hungaria pada tahun 1959.

Kemudian tahun 1962 menjadi Dubes di Inggris selama kurang lebih dua tahun. Setelah itu, dia ditugaskan menjadi Dubes di Thailand selama dua tahun

B.M. Diah meninggal dunia pada Senin dini hari tanggal 10 Juni 1996 di Jakarta. Ia meninggal pada usia 79 tahun akibat stroke dan penyakit ginjal yang telah lama dideritanya.

Jenazahnya dikebumikan di TMP Kalibata dengan upacara militer dan Menteri Penerangan Harmoko bertindak sebagai inspektur upacara

Berkat perjuangan dan jasa-jasanya bagi negara, B.M. Diah dianugerahi tanda jasa dan penghargaan Bintang Mahaputra kelas III (Bintang Utama) dari Presiden Soeharto (21 Mei 1973).

B.M. Diah juga mendapat Piagam Penghargaan dan Medali Perjuangan Angkatan 45 dari Dewan Harian Nasional Angkatan 45 (17 Agustus 1995).(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved