Prof Hamid Sarong Prihatin, Lembaga Keistimewaan Aceh Berjalan Sendiri-sendiri dengan Ego

Tidak ada kolaborasi dan sinergi. Bahkan ada kesan saling menafikan di antara lembaga keistimewaan itu.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Dari kiri, Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Aceh, Prof Dr H A Hamid Sarong SH MA, Kepala Baitul Mal Aceh, Prof Dr Nazaruddin, dan anggota FKUB Aceh Hasan Basri M Nur, seusai pertemuan di Kantor Baitul Mal, Aceh, di Kompleks Keistimewaan Aceh, di Banda Aceh, Kamis (2/9/2021). 

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Guru Besar UIN Ar-Raniry yang juga Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Aceh, Prof Dr H A Hamid Sarong SH MA, mengungkapkan keprihatiannya terhadap kondisi lembaga keistimewaan Aceh yang masih berjalan sendiri-sendiri dengan ego masing-masing.

Keprihatinan itu diungkapkan Prof Hamid Sarong dalam pertemuan dengan Kepala Baitul Mal Aceh, Prof Dr Nazaruddin di Banda Aceh, Kamis (2/9/2021).

Prof Hamid Sarong mengatakan, Aceh adalah kawasan khusus yang mempunyai hak istimewa dan diakui undang-undang.

Atas dasar itu, maka lahirlah beberapa lembaga daerah yang legal dan memiliki kewenangan serta anggaran di bidang-bidang tertentu sesuai keistimewaan di Aceh.

“Akan tetapi lembaga-lembaga keistimewaan itu sejak dahulu berjalan dengan sendiri-sendiri dengan ego masing-masing,” ujar tokoh yang akrab disapa Ayah Hamid ini, seperti dirilis anggota FKUB Aceh, Hasan Basri M Nur, dalam siaran pers kepada Serambinews.com, hari ini.

“Tidak ada kolaborasi dan sinergi. Bahkan ada kesan saling menafikan di antara lembaga keistimewaan itu.

Misalnya, lembaga A mengatakan ini tak boleh. Lalu esoknya muncul lembaga B mengeluarkan fatwa boleh untuk kasus yang sama,” ujar guru besar yang dikenal ramah di kalangan mahasiswa.

Baca juga: Prof Dr A Hamid Sarong Jadi Ketua FKUB Aceh, Gantikan Posisi Almarhum Nasir Zalba

Baca juga: Bupati Aceh Tengah Kukuhkan Pengurus Majelis Adat Gayo

Guru Besar Ilmu Hukum dan Syariah di UIN Ar-Raniry dan Universitas Muhammadiyah Aceh ini mengaku sedih karena ada upaya dari pihak di luar Aceh yang hendak mematikan lembaga-lembaga keistemewaan yang hanya dimiliki Aceh.

“Wajarlah orang di luar Aceh ada mewacanakan untuk mematikan lembaga keistimewaan Aceh. Sebab, kita sendiri terkesan tidak serius dalam menjalankan keistimewaan yang telah diberikan itu,” tegas Hamid.

Pria yang akrab disapa Ayah Hamid ini merinci beberapa lembaga keistimewaan Aceh dimaksud.

Antara lain adalah Dinas Syariat Islam, Majelis Permusyawaratan Ulama, Majelis Adat Aceh, Majelis Pendidikan Aceh, Dinas Pendidikan Dayah, Baitul Mal Aceh, serta Lembaga Wali Nanggroe Aceh.

Prof Hamid Sarong mengusulkan agar lembaga-lembaga kesitimewaan itu meninggalkan sifat ego masing-masing, tapi berjalan sinergi dan mau berkolaborasi dalam menyusun dan melaksanakan program.

“Kita beri contoh dalam penanganan masalah di Aceh Singkil yang umat Islam di sana dapat diposisikan sebagai penjaga perbatasan. Adakah program kolaborasi antara Dinas Syariat Islam, Badan Dayah, Baitul Mal dan MPU?,” ujarnya.

Profesor asal Samalanga ini mengatakan, banyak pejabat di Aceh yang berbicara kasus Singkil tapi pernah pernah masuk ke desa-desa pedalaman yang mayoritas bukan muslim.

Senada dengan Hamid Sarong, Prof Nazaruddin mengakui selama ini tidak ada program kolaborasi antar lembaga keistimewaan di Aceh dan pihaknya menyatakan siap berkolaborasi dengan lembaga manapun.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved