Luar Negeri
Kronologi Kudeta di Sudan: Dipicu Konflik Sipil vs Militer dan Warisan Ekonomi Diktator
Militer menangkapi pejabat sipil, termasuk Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan membubarkan pemerintahan transisi.
Protes berbulan-bulan pun membuat militer bertindak. Angkatan Bersenajata Sudan mengudeta Al-Bashir dan menahannya pada April 2019.
Akan tetapi, demonstran belum puas karena militer tetap menjadi pihak yang mengisi pemerintahan.
Wakil Presiden Al-Bashir sekaligus Menteri Pertahanan Ahmed Awad Ibn Auf mendeklarasikan diri sebagai kepala negara yang memimpin pemerintahan transisi.
Demonstran menuntut militer menyerahkan kekuasaan kepada sipil.
Protes pun disambut dengan kekerasan.
Pada Juni 2019, tentara menyerang kamp demonstran di Khartoum dan membunuh lebih dari 100 orang.
Tentara juga dilaporkan memerkosa demonstran perempuan.
Setelah itu, pihak militer melunak dan mau berkompromi.
Dewan transisi baru yang memuat otoritas sipil dan militer pun dibuat.
Abdalla Hamdok terpilih menjadi perdana menteri.
Pihak sipil dan militer pun menyetuji Deklarasi Konstitusi yang menjanjikan pemilihan umum pada 2023.
Akan tetapi, militer minta jatah memimpin dewan ini terlebih dulu. Setelah itu sipil baru boleh memimpin.
Panglima militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan menjadi pemimpin pertama dewan pemerintahan transisi.
Dewan transisi berhasil mendamaikan Sudan untuk sementara, mencapai perjanjian damai dengan berbagai kelompok pemberontak dan menghapus aturan-aturan otoriter peninggalan Al-Bashir.
Namun, pemerintahan interim kesulitan mengembangkan ekonomi Sudan yang sudah memburuk pada akhir era Al-Bashir.
Baca juga: Presiden Prancis Kutuk Kudeta Militer di Sudan, Serukan Pembebasan Perdana Menteri
Baca juga: AS Ancam Hentikan Bantuan ke Sudan, Telah Peringatkan Militer Jangan Kudeta Pemerintah