Opini

Mengidolakan Rasulullah dalam Segala Lini

Berbicara maulid nabi, maka tidak hanya bercerita tentang sejarah atau sebatas rutinitas perayaan yang bersifat temporar

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Mengidolakan Rasulullah dalam Segala Lini
FOR SERAMBINEWS.COM
M. Anzaikhan, S.Fil.I., M.Ag, Dosen Fakultas Syariah IAIN Langsa dan Founder Pematik

Tidak hanya itu, pada ranah yang lebih implementatif, manusia memiliki kecenderungan dalam bersikap. Ada yang ahli ibadah, namun kurang bersosial. Ada yang suka bekerja tapi enggan beribadah, ada yang gemar bermasyarakat namun anti dalam dunia politik.  Namun, Nabi Muhammad SAW tidak demikian, ia adalah sosok yang paripurna dan teladan dalam segala aspek.

Apabila seorang warga gemar beribadah, maka contohlah cara beribadah Rasul. Rasul adalah ahli ibadah hingga kakinya bengkak. Rasul selalu bangun tengah malam untuk bermunajat kepada Allah.

Bagi yang suka bekerja, maka juga bisa mencontoh cara berdagangnya Rasul. Ia adalah pengusaha sukses yang jujur. Ia bekerja dengan intensitas dan pemforma yang tinggi sehingga dagangannya paling laku dan laris di pasaran. Ia bekerja dengan ahklak, sehingga pembeli simpati dan tertarik dengan perangainya saat bekerja.

Pada ranah pemerintahan, nabi ahli strategi dan politikus yang cerdas. Politik nabi bersih dan menjunjung tinggi nilai kebenaran. Nabi menjadi pemimpin negara bukan karena diktator, bukan money politik, apalagi melakukan kampanye hitam. Nabi murni diterima karena kapasitasnya dan dicintai oleh rakyat.

Pada satu sisi nabi adalah suami terbaik, ayah terbaik, sahabat terbaik, namun juga sebagai panglima perang, pemimpin negara, pemimpin Islam dan masih banyak lagi kelebihan yang melekat pada dirinya. Nabi mampu membina rumah tangga yang harmonis meskipun di waktu yang sama ia bertugas sebagai kepala negara yang super sibuk.

Nabi sebagai pemimpin juga mandiri, ia menjahit sendiri bajunya yang robek, ia memperbaiki tropahnya yang putus, bahkan ia memasak sarapannya sendiri saat lebih awal terjaga dari sang istri.

Maka, sudah sepantasnya umat muslim menjadikan Nabi Muhammad sebagai idola dalam segala lini, karena hanya nabilah tauladan sejati yang membawa pengikutnya selamat dari hedonis dunia.  Jika seorang penulis Barat yang non-muslim saja mengakui keagungan Rasulullah, lantas mengapa kita (sebagai muslim) harus menomorduakannya?

Melalui momen maulid nabi ini, mari kita refress kembali hati dan mindset kita untuk menjadikan Nabi Muhammad sebagai model bersikap dan bertindak. Sebab, apa yang dicontohkan nabi adalah bagian dari risalah Islam itu sendiri.  Sebagaimana Aisya RA pernah berkata; “Akhlak Rasulullah adalah Al-Quran” (HR Ahmad).

Merayakan Maulid

Meskipun nabi tidak pernah mengistilahkan apalagi mendeklarasikan adanya mauled sebagai hari besar Islam, namun dalam implementasinya nabi termasuk yang merayakan hari kelahirannya dengan bersyukur kepada Allah SWT.

Saat ditanya oleh sahabat, Wahai Rasul, mengapa engkau berpuasa pada hari Senin? Rasul menjawab; Karena pada hari Senin aku dilahirkan.

Dialog ini kemudian menjadi salah satu dalil bahwa umat Islam boleh merayakan maulid nabi sebagai rasa syukur atas kehadiran dan syafaat Rasulullah pada umatnya.

Adapun yang menganggap bidah melakukan maulid, maka bidah yang dimaksud adalah bidah hasanah, yakni bidah yang baik dan boleh untuk dilakukan karena manfaatnya lebih kentara dibanding mudaratnya.

Jika berbicara bidah (sesuatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan nabi), maka keputusan Umar yang mewacanakan agar Alquran dituliskan juga perkara bidah. Namun penulisan Alquran dan penyusunannya yang seragam justru menjadi hikmah luar biasa.

Akibat keputusan Umar yang diklaim bid’ah sebelumnya, kini Alquran masih utuh ke tangan umat Muslim meskipun diturunkan ribuan tahun silam. < m.anzaikhan@iainlangsa.ac.id>

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved