Berita Aceh Tamiang

Kericuhan Perbatasan Aceh Tamiang - Langkat Diawali Perusakan Kebun Sawit, Begini Ceritanya

Ketiganya, Hendra Sakti, Sudirman dan Edi Suprayitno, yang ditangkap di kediaman masing-masing pada 11 Oktober 2021.

Penulis: Rahmad Wiguna | Editor: Mursal Ismail
SERAMBINEWS.COM/RAHMAD WIGUNA
Edi Suprayitno (berdiri kiri) saat menceritakan kronologis perkelahian yang menyebabkan dirinya dijadikan tersangka, Kamis (11/11/2021) 

Ketiganya, Hendra Sakti, Sudirman dan Edi Suprayitno, yang ditangkap di kediaman masing-masing pada 11 Oktober 2021.

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG - Polres Langkat menetapkan tiga warga Tenggulun, Aceh Tamiang, sebagai tersangka penganiayaan.

Ketiganya, Hendra Sakti, Sudirman dan Edi Suprayitno, yang ditangkap di kediaman masing-masing pada 11 Oktober 2021.

Penangkapan ini didasari laporan Edi Julianto dan Mardiono yang mengaku dianiaya para tersangka saat berada di wilayah Langkat, Sumatera Utara.

Namun berdasarkan pengecekan lokasi yang dilakukan tim gabungan Polda Sumut dan Polres Langkat pada Kamis (11/11/2021), objek perkara tersebut masih berada di wilayah Aceh Tamiang.

Persisnya di Dusun Adilmakmur II, Kampung Tenggulun, Kecamatan Tenggulun.

Kasat Reskrim Polres Langkat AKP Muhammad Said Husen mengatakan fakta objek perkara itu bisa berdampak pada pelimpahan kasus ke Polres Aceh Tamiang.

Baca juga: Minimalisir Konflik Lahan, Aceh Tamiang Segera Terbitkan SHM Kebun Sawit

Baca juga: Konflik Lahan Tewaskan Dua Petani, 26 Orang Diamankan Termasuk Anggota DPRD, Preman Berkedok Ormas

Baca juga: VIDEO Eksekusi PN Stabat Diduga Terobos Wilayah Aceh Tamiang

“Bisa saja dilimpahkan, tapi kami laporkan dulu ke pimpinan,” kata Said.

Edi Suprayitno, salah satu tersangka menjelaskan perkelahian dirinya dengan pelapor berawal dari perusakan kebun kelapa sawit.

Edi menuduh keduanya telah menghancurkan kebun miliknya seluas 4 hektare menggunakan alat berat.

Kebun tersebut sudah berisi tanaman kelapa sawit berusia di atas satu tahun.

“Kebetulan jumpa di simpang tiga, langsung saya tanya. Dia (pelapor) jawabnya malah nantang, dibilangnya kebun saya sudah masuk Sumatera (Utara),” kata Edi.

Spontan Edi memukul salah satu pelapor yang saat itu berboncengan sepeda motor. Pukulan ini ternyata dibalas salah satu pelapor dengan mencabut pisau dari pinggangnya.

“Karena saya lihat dia (Edi) mau ditikam, langsung saya lempar batu orang itu (pelapor),” kata Hendra menimpali keterangan Edi.

Hendra menilai tindakannya itu bukan bentuk penganiayaan, melainkan berusaha menolong Edi dari serangan maut menggunakan senjata tajam.

“Orang itu langsung lari, keretanya (sepeda motor) ditinggal di sini, gak sempat dibawa,” lanjut Hendra.

Hendra cs kini berpikiran untuk melaporkan balik Mardiono dan Edi Julianto ke Polres Aceh Tamiang atas tuduhan perusakan lahan dan keterangan palsu.

“Dalam laporannya mereka bilang dianiaya di Langkat, padahal itu masih di Aceh Tamiang. Kalau memang sepakat, nanti kami laporkan balik,” kata Hendra.

Pertikaian ini sendiri dampak munculnya putusan eksekusi PN Stabat atas lahan 1.100 hektare.

Dalam putusannya, lahan tersebut dinyatakan berada di Dusun Arasnapal, Desa Bukitmas, Kecamatan Besitang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Namun berdasarkan Permendagri 28/2020 yang diterbitkan lebih awal, objek eksekusi berada di Dusun Adilmakmur II, Kampung Tenggulun, Kecamatan Tenggulun, Aceh Tamiang. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved