Opini

Kekerasan Seksual pada Anak, Salah Siapa?

Publik Aceh bahkan nasional dikejutkan dengan banyaknya berita tentang kekerasan seksual pada anak, bahkan muncul gerakan dari masyarakat

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Kekerasan Seksual pada Anak, Salah Siapa?
FOR SERAMBINEWS.COM
Haiyun Nisa, S. Psi, M.Psi, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi Universitas Gadjah Mada dan Staf Pengajar Prodi Psikologi Universitas Syiah Kuala

Selain itu kekerasan seksual yang terjadi pada anak juga berdampak pada lingkungan keluarga dan sosial.

Kekerasan seksual pada anak tentunya begitu menarik perhatian.

Banyak dari kita yang memberikan komentar-komentar dan rekomendasi yang harus dilakukan oleh para pihak, tak lupa pula ada yang menyalahkan hal-hal tersebut sebagai penyebab terjadi kekerasan seksual, misalnya handphone, internet dan sebagainya.

Upaya hanya mencari kesalahan tentunya tidak akan memberikan kontribusi apapun, sehingga kita lupa hal-hal apa yang bisa dilakukan sebagai bentuk intervensi permasalahan kekerasan seksual pada anak?

Berbagai upaya pastinya telah dilakukan oleh para pihak, seperti memberikan pendampingan, penguatan kepada penyintas dan keluarganya, memberikan edukasi, hingga berupaya untuk menentukan hukuman apa yang tepat bagi pelaku sehingga dapat memiminalisir dampak panjang kekerasan seksual yang terjadi pada anak.

Namun, dalam tulisan ini, penulis berupaya untuk memberikan informasi hal-hal yang dapat dilakukan terkait kekerasan seksual pada anak yang dapat dilakukan jangka pendek dan jangka panjang.

Solusi yang ditawarkan tentunya akan sangat tergantung pada kondisi anak, namun kita dapat berupaya untuk mengurangi berbagai dampak negatif penyintas kekerasan agar dapat berkembang dengan baik.

Upaya jangka pendek Seluruh komponen masyarakat bertanggung jawab terhadap permasalahan kekerasan seksual yang terjadi pada anak penyintas maupun anak pelaku.

Lalu bagaimana upaya yang bisa dilakukan baik sebagai upaya kuratif maupun preventif? 1. Bagi korban/penyintas:

Berikan ruang bagi penyintas untuk memahami apa yang dialami; berikan kesempatan untuk bercerita; hindarkan menjadikan penyintas sebagai objek publikasi media; hindarkan mengajukan pertanyaan secara berulang terhadap peristiwa yang terjadi.

Baca juga: IAIN Lhokseumawe Susun Regulasi untuk Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Mahasiswi

Jika kita ingin berempati terhadap penyintas, kita juga dapat memberikan dukungan kepada keluarga agar mampu juga mendukung anak melewati peristiwa negatif tersebut.

Berbagai kondisi yang membuat anak tidak nyaman juga dapat memengaruhi keterangan anak dalam proses hukum karena secara psikologis, aspek kognitif/kemampuan berpikir anak belum mampu untuk melakukan analisa denganbaik.

2. Bagi orang tua penyintas:

Orang tua hendaknya tidak menyalahkan anak , namun berikan dukungan kepada anak penyintas untuk berani menyampaikan cerita sebenarnya, namun tidak mendesak anak.

Hal ini menjadi penting, karena pada umumnya pelaku kekerasan adalah orang terdekat yang menyebabkan penyintas merasa ketakutan untuk bercerita.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved