Jurnalisme Warga
Peran Syekh Al Kalali sebagai Pionir Gerakan Literasi di Aceh
Tujuan literasi adalah membantu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman individu dan masyarakat dengan cara membaca informasi

Yang beliau tahu, sebelum ke Aceh, Syekh Al Kalali tinggal di Singapura.
Istri pertama beliau asal Penang, bergelar Syeikha.
Ini gelar wanita bangsawan keturunan Arab yang umum digunakan di Yaman atau Uni Emirat Arab.
Setelah hijrah ke Aceh dan lama tinggal di Lhokseumawe, Al Kalali berangkat ke Jawa hingga menikah dengan perempuan Plered, Cirebon.
Tak diketahui siapa nama istri beliau tersebut.
Syekh Al Kalali sempat mendirikan sekolah Al Irsyad di Cirebon bersama ulama dan cendekiawan muslim lainnya.
Kemudian, beliau pulang ke Lhokseumawe dan meninggal tahun 1946 dalam usia 100 tahun.
Posisi rumah beliau berada di lokasi Panti Asuhan Muhammadiyah, Hagu Selatan.
Setelah meninggal, tanah rumahnya diwakafkan oleh anaknya untuk panti asuhan anak yatim.
Al Kalali memiliki sembilan anak dari dua istri.
Lima anak laki-laki Syekh Al Kalali adalah Asad (meninggal di Cirebon), Abdul Muin dan Abdul Hamid (meninggal di Irak), Ahmad dan Umar (meninggal di Jeddah).
Empat lainnya perempuan, Rukaiyah (meninggal di Pekalongan), Fatimah (meninggal di Lhokseumawe), Hamidah (di Jawa Barat), dan Aisyah saat ini berdomisili di Pekalongan.
Syekh Al Kalali adalah sosok multitalenta yang mampu menguasai berbagai keahlian dan keterampilan dalam disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda.
Beliau memainkan peran sebagai pejuang, ulama, guru, saudagar, dan pionir gerakan literasi.
Sebagai pejuang beliau berpartisipasi dalam Perang Aceh membantu logistik pejuang Aceh dari Pulau Pinang.