Jurnalisme Warga
Pesona Ija Oen Kayee dengan Pewarna Dasar Kunyit
Sabtu lalu, saya bersama sejumlah sahabat komunitas kebudayaan, influencer, dan pegiat media sosial yang ada di Kota Lhokseumawe berkunjung ke Rumah

Lambat laun, atas kesabaran dan rintisan jejaring, produk Ija Oen Kayee pun mulai dikenal.
Bahkan menjadi salah satu pilihan yang diminati konsumen karena motifnya yang indah.
Malah, di salah satu mitra penjualan Ija Oen Kayee, terjual yang ‘high product’, yakni yang menggunakan kain dasar sutra asli.
Proses produksi
Ija oen kayee sebenarnya tekstil ‘limited edition’, karena tak ada produk yang persis sama antara satu kain dengan kain lainnya, baik itu dari motif maupun pewarnaannya.
Kami pun akhirnya diarahkan Bu Uswah dan para perajin untuk ikut mencoba proses pembuatan ija oen kayee.
Proses yang dilewati pun begitu natural dan handmade.
Baca juga: Dekranasda Singkil Sukses Kembangkan Motif Daerah
Baca juga: Motif Bunga Situnjung dan Miniatur Pelamin Adat Aceh Selatan Tercatat Sebagai Kekayaan Aceh Selatan
Biasanya, para perajin bisa memproduksi ija oen kayee dalam waktu satu pekan sebanyak 30 lembar dengan hari kerja Jumat dan Sabtu.
Proses produksi ija oen kayee diawali dengan pembuatan zat pewarna alami (ZWA) dengan berbagai bahan dari alam, seperti kunyit, secang, dan beberapa tumbuhan lainnya.
Khusus untuk ija oen kayee yang dikenal saat ini cenderung menggunakan pewarna rempah kunyit yang mengeluarkan warna kuning.
Warna kuning merupakan salah satu simbol kejayaan dan keagungan Aceh.
Usai pembuatan ZWA, kain dasar bewarna putih di-scouring terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran pada kain, seperti kotoran yang dibawa dari pabrik.
Langkah selanjutnya adalah mordanting.
Langkah ini untuk membuka pori-pori pada serat kain sehingga ZWA dari tumbuhan mudah terserap/menempel di kain.
Kemudian, kain yang telah discouring dan mordanting tadi dicelupkan ke ZWA yang telah diproses sebelumnya, apakah itu ZWA dari kunyit atau secang hingga tumbuhan lainnya.