Berita Aceh Tengah

Tagore Laporkan Win Wan Nur ke Polisi Terkait Pameran Benda Pusaka Reje Linge

Win Wan Nur dilaporkan ke polisi karena mengatakan bahwa benda pusaka Reje Linge yang dipamerkan itu palsu.

Penulis: Budi Fatria | Editor: Taufik Hidayat
Serambinews.com
Ketua Dewan Adat Gayo (DAG), Tagore Abubakar memperlihatkan bukti screenshot status facebook Win Wan Nur yang dilaporka ke Polres Aceh Tengah, Kamis (24/2/2022) malam. 

Laporan Budi Fatria | Aceh Tengah

SERAMBINEWS.COM, TAKENGON - Ketua Dewan Adat Gayo (DAG), Tagore Abubakar resmi melaporkan Win Wan Nur ke pihak kepolisian Polres Aceh Tengah, Kamis (24/2/2022) malam.

Laporan itu berkaitan dengan pameran benda pusaka Reje Linge yang ditulis oleh Win Wan Nur di akun medsos facebook (fb) miliknya.

Selain terkait benda pusaka Reje Linge, Tagore juga melaporkan aktivis ini dengan tudingan penggunaan anggaran negara dalam penyelenggaraan pameran tersebut yang digelar di Gedung Olah Seni (GOS) Takengon selama sepekan.

Tidak hanya itu, mantan bupati Bener Meriah ini juga melaporkan salah satu media online lokal berkaitan dengan tulisan pameran benda pusaka Reje Linge yang tidak mencantumkan penulis dalam tulisan tersebut.

“Saya dengan resmi telah melaporkan akun facebook milik Win Wan Nur yang menyatakan benda pusaka Reje Linge yang dipamerkan palsu, serta tudingan terkait penggunaan anggaran negara dalam kegiatan tersebut,” ujar mantan Anggota DPR RI ini.

Menurut pengakuan Tagore, penyelenggaraan pameran benda kerajaan Reje Lige, pagelaran seni budaya dan seminar yang digelar di Takengon itu tidak menggunakan anggaran negara.

“Dana kegiatan tersebut dari DAG saya sendiri, dan juga sumbangan orang atau pihak ketiga yang tidak mengikat,” ungkap Tagore.

Tagore juga tidak memungkiri dirinya juga ada membuat proposal untuk kegiatan itu, namun hingga kini dana tersebut belum ada yang dicairkan.

“Yang jelas, saya sudah mengeluarkan uang pribadi senilai Rp 350 juta dan bukan uang negara, itu fitnah, dan pencemaran nama baik,” tegas Tagore.

Disebutkan, dirinya juga ikut melaporkan redaksi salah satu media online lokal ke pihak kepolisian. 

“Kenapa redaksi yang dilaporkan, seharusnya dalam penulisan itu ada nama wartawannya, ternyata hanya ditulis redaksi, siapa penulis berita tersebut, nanti terserah kepada penyelidikan polisi, siapapun nanti orangnya, itulah yang saya adukan,” pinta Tagore.

Terkait pernyataan Ketua Balai Arkeologi Medan, Ketut Wiradnyana di media tersebut, Tagor mengungkapkan dirinya telah mengkonfirmasi kepada yang bersangkutan melalui pesan WhatsApp (WA).

“Pada awalnya Ketut menyatakan tidak tahu ada tim Arkeolog dari Balar Medan hadir meneliti benda pusaka Reje Linge tersebut, dan setelah saya konfirmasi, ketut mengakui bahwa benar ada satu orang dari Arkeolog Balar Sumut, satu orang dari Balai Purbakala Provinsi di Medan, selebihnya tiga orang dari Balai Purbakala Cabang Banda Aceh hadir mengecek benda pusaka Reje Linge yang dipamerkan,” terang Tagore.

Ia menambahkan, benda pusaka Reje Linge yang dipamerkan, termasuk mahkota Reje Linge untuk logam tidak dicantumkan tahun, sedangkan yang lainya sudah dibuat tahun berdasarkan pengakuan Balai Arkeologi. 

Tagore menerangkan, kenapa tidak dicantumkan tahun untuk benda logam, karena Balai di Medan, mungkin juga di Indonesia, belum mampu untuk mendeteksi tahunnya, apalagi keaslianya, itu harus ke luar negeri, beber dia.

“Yang logam seluruhnya saya tidak membuat tahunnya, karena belum ada yang berwenang dan ahlinya, kalau yang lain sudah tercatat tahunnya oleh pihak Balai Arkeologi,” pungkasnya.

Untuk itu, Tagore menyayangkan tidak adanya konfirmasi kepihaknya terkait dengan pemberitaan tersebut.

“Seharusnya sesuai dengan kode etik jurnalistik, setiap pemberitaan sebelum ditayangkan harus dikonfirmasi ke pihak yang bersangkutan, saya tidak pernah ada dikonfirmasi,” demikian Tagore Abubakar.

Sementara itu terpisah, Win Wan Nur yang dikonfirmasi Serambinews.com melalui sambungan telepon mengatakan bahwa dirinya tidak merasa perlu melakukan konfirmasi, karena "mahkota" yang dimaksud adalah sebuah objek cagar budaya yang dipamerkan kepada publik, bukan objek yang disimpan secara pribadi oleh Tagore.

Kemudian, untuk mendapatkan komentar Tagore atas informasi yang diberitakan, Win Wan Nur mengaku kalau dirinya sudah mencoba berkali-kali untuk menghubungi Tagore, tapi usahanya tidak berhasil.

“Saya sudah kirimkan pesan melalui WhatsApp (WA) ke Pak Tagore, namun tidak dibalas, kalau soal konfirmasi, aku rasa aku nggak punya kewajiban untuk melakukan itu, sebab kan itu kan pameran yang dibuka untuk umum, lagian pameran ini kan sudah jelas diberi embel-embel peninggalan Reje Linge, apalagi yang harus ditanyakan.

Namanya pameran benda cagar budaya yang diklaim merupakan peninggalan Reje Linge ini, barang-barang itu bisa dipamerkan, kan pasti sudah melewati verifikasi seorang kurator profesional yang menjamin keaslian benda yang dipamerkan itu,” tegas pria asal Kute Rayang, Isak, Linge ini.

Tidak hanya itu, selain mencoba melakukan konfirmasi, Win Wan Nur juga telah mengundang secara resmi pihak panitia, yaitu Tagore dan Syukur Kobat untuk hadir di podcast yang dia pandu, guna untuk mengklarifikasi hal tersebut.

Ketika ditanyakan soal pelaporan dirinya ke Polres Aceh Tengah oleh Tagore Abubakar? Win Wan Nur menyatakan dirinya seratus persen siap.

“Kalau menurut hukum saya bersalah karena mempertanyakan asumsi sejarah yang tidak masuk akal dan berbau klenik ini, saya Win Wan Nur siap dijebloskan ke penjara, mungkin itu harga yang harus saya bayar dalam usaha saya membersihkan hal-hal irasional dan berbau klenik dalam usaha memahami sejarah Gayo." ujarnya.

Win Wan Nur menjelaskan sebuah adagium dalam memahami sejarah, bahwa sesuatu yang nyata pasti masuk akal dan yang masuk akal pasti nyata. Bahkah ditahap hipotesa pun, pernyataan sejarah harus masuk akal.

"Untuk hipotesa awal yang tak masuk akal, cukup diabaikan, tak perlu dilanjutkan penelitiannya," pita Win Wan Nur.

Dirinya kemudian membuat sebuah analogi. Kalau ada orang bilang, petinju Philipina Manny Pacqiao berasal dari Pelipenen di Kampung Pendere. Pertama harus dilihat dulu, apakah cerita itu masuk akal atau tidak. 

Bukan serta merta mengirim tim ke Amerika untuk melakukan tes DNA, buat membuktikan dirinya adalah orang Pelipenen, kampung Pendere. 

"Kalau begini cara kita melakukan pencarian bukti sejarah berdasarkan klaim random yang tidak masuk akal, ini sia-sia," cetusnya.(*)

Baca juga: Mahkota Reje Linge dan Keni Petawaren Berhiaskan Naga, Inilah Tampilannya

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved