Opini
DOKA sebagai Tahta Rakyat Aceh
Peperangan yang terjadi di masa lalu Aceh sedikit banyak telah menggerus modal sosial masyarakat dan kini memberikan dampak korosif

Oleh Herman Fithra, Rektor Universitas Malikussaleh, Ketua Forum Rektor Aceh (PTN) dan Wakil Pokja Ideologi dan Karakter Bangsa Forum Rektor Indonesia
Peperangan yang terjadi di masa lalu Aceh sedikit banyak telah menggerus modal sosial masyarakat dan kini memberikan dampak korosif pada peradaban terkini Aceh.
Peperangan yang terjadi berabad lalu seperti Perang dengan kolonial Belanda (1873 – 1910), peperangan pasca keruntuhan Kerajaan Aceh Darussalam (1910 – 1942), peperangan masa pendudukan Jepang (1942 – 1945), peperangan antara Uleebalang dan PUSA (Perang Cumbok 1945 – 1946) pada transisi kemerdekaan Indonesia, hingga Gerakan Aceh Merdeka (1976 – 2005) telah membuat banyak situasi perekonomian Aceh tidak berkembang seperti pada abad 17-18, yang dikenal sebagai salah satu dari lima peradaban Islam dunia.
Perdamaian Aceh antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, yang sering dikenal dengan sebutan MoU Helsinki menjadi momen kebenaran (moment of truth) dalam pembangunan.
Proses panjang perjalanan sejarah legitimasi status Aceh berujung pada terbentuknya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006, tanggal 1 Agustus 2006 tentang Pemerintah Aceh menggantikan UU No.18/2001 tentang Nanggroe Aceh Darussalam.UU No.11/2006 bertujuan untuk percepatan Pembangunan Aceh.
Otonomi Khusus (Otsus) sebagai konsep pengelolaan mandiri pemerintahan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang responsif dan aspiratif.
Hal tersebut didasari oleh kebutuhan masyarakat Aceh yang dilanda konflik berkepanjangan.
Otsus dipandang sebagai bagian dari proses besar demokratisasi, yang lebih menekankan prinsip-prinsip partisipasi, transparansi, pemerataan, keadilan, dan keberagaman masyarakat Aceh dengan aneka budaya dan adat istiadatnya.
Penggunaan DOKA
Sebagai kompensasi bagi tercapainya kesepakatan damai untuk Aceh, pemerintah Indonesia memberikan dana khusus untuk Aceh.
Baca juga: Tahun 2021, Pemkab Pidie Kerjakan 12 Paket Proyek Jalan dengan DOKA dan DAK
Baca juga: Akibat Tolak Tarik Usulan, Kesepakatan DOKA Rp 120 Miliar di DPRK Pidie Masih Buntu
Dana yang dikenal dengan istilah Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) diberikan selama jangka waktu 20 tahun dengan tujuan mempercepat laju pembangunan Aceh yang sempat vakum selama puluhan tahun akibat konflik bersenjata.
DOKA untuk Aceh mulai dikucurkan sejak tahun 2008 dan akan berakhir pada 2027.
DOKA ini bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional.
Jumlahnya bervariasi: 15 tahun pertama 2% dari DAU-N dan lima tahun terakhir sebesar 1% dari DAU-N.
Penggunaan DOKA diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).