Opini
IDI Membangun Kesehatan Desa
Pembahasannya sangat mengena, yaitu agar dokter Indonesia berdaulat di negeri sendiri, serta berkesempatan membangun kesehatan
HARI ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melangsungkan Muktamar ke-31 di Aceh.
Pembahasannya sangat mengena, yaitu agar dokter Indonesia berdaulat di negeri sendiri, serta berkesempatan membangun kesehatan warga desa.
Desa-desa sendiri sejak 2021 telah memiliki data mikro by name by address keluarga dan warga.
Sensus partisipatoris yang dijalani relawan pendataan desa mengompilasi informasi kesehatan jauh lebih lengkap daripada beragam sensus lainnya.

Sehingga, kiprah IDI ke desa kini mudah dirumuskan lebih detail, lokusnya tepat, lagi efektif mengangkat derajat kesehatan desa.
SDGs Desa bidang kesehatan Sejak 2020 arah pembangunan desa-desa di Indonesia semakin jelas, detail, dan terarah menuju pencapaian SDGs Desa.
Ini memastikan pembangunan riil dijalankan berdasarkan data mikro warga dan keluarga, terfokus pada penyelesaian masalah khusus tiap desa, hingga memenuhi kebutuhan masingmasing warga desa.
Kaidah no one left behind dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang dilansir PBB pada tahun 2016, turut mewarnai prinsip pembangunan inklusif di desa.
Yaitu, tidak boleh meninggalkan satu orang pun, termasuk perempuan, difabel, maupun kaum marginal lainnya, dalam keseluruhan proses pembangunan.
Baca juga: Sekda Lepas Konvoi Kendaraan Rombongan Muktamar IDI XXXI
Baca juga: Sekda Lepas Konvoi Kendaraan Rombongan Muktamar IDI XXXI, 1.500 Dokter akan Tiba di Aceh
SDGs Desa memadukan segenap upaya ke dalam desa.
Ini strategis, karena memadati 74 persen pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan.
Sebab, 91 persen wilayah pemerintahan Indonesia berujud desa, sehingga membangun desa pasti memajukan 91 wilayah, memenuhi kebutuhan energi, mengembangkan ekonomi wilayah, infrastruktur, lingkungan, hingga kelembagaan sosial.
Sementara itu, penduduk desa mencapai 43 persen warga negara Indonesia, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan, dan kesehatan mereka pasti meningkatkan derajat kesehatan nasional hingga 43 persen.
SDGs Desa secara berurutan meliputi tujuan Desa Tanpa Kemiskinan, Desa Tanpa Kelaparan, Desa Sehat dan Sejahtera, Pendidikan Desa Berkualitas, Keterlibatan Perempuan Desa, Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi.
Berikutnya, tujuan Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata, Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan, Desa Tanpa Kesenjangan, Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman, Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan.
Tujuan selanjutnya ialah Desa Tanggap Perubahan Iklim, Desa Peduli Lingkungan Laut, Desa Peduli Lingkungan Darat.
Kemudian, tujuan Desa Damai Berkeadilan, Kemitraan untuk Pembangunan Desa, Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
Penting pula ditekankan digagas SDGs Desa ke-18: Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
Tujuannya agar pembangunan tetap menjaga ranah sejarah, budaya, dan lembaga asli di desa-desa.
Tujuan ke-18 ini juga mengarahkan pembangunan diimplementasikan sampai konteks semikro desa.
Baca juga: Manfaatkan Muktamar IDI XXXI di Aceh, Disbudpar Gencarkan Promosi Wisata, TransK Ikut Dihias
Sasaran peningkatan derajat kesehatan warga miskin desa tertulis pada Tujuan Desa Tanpa Kemiskinan.
Target pemenuhan gizi warga desa tercakup dalam Tujuan Desa Tanpa Kelaparan.
Sasaran kesehatan terbanyak tentu tertanam pada Tujuan Desa Sehat dan Sejahtera.
Aspek kesehatan lingkungan tersaji dalam Tujuan Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi, Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman, serta Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan.
Langkah IDI untuk desa Data SDGs Desa 2021 menunjukkan, lokasi Puskesmas rawat inap tersedia di 13.862 desa, sementara Puskesmas tanpa rawat inap melayani 13.464 desa.
Ada pula 29.390 Puskesmas pembantu.
Adapun di dalam desa terdapat 52.238 Poskesdes dan Polindes, 18.576 rumah singgah ibu hamil, hingga 254.122 posyandu di 70.927 desa.
Tempat praktik dokter terdapat di 15.236 desa, tempat praktik bidan tersedia di 47.449 desa, sementara apotek terdapat di 15.255 desa.
Warga miskin di desa peserta BPJS Kesehatan baru mencapai 39,82 persen poin atau 2.949.785 jiwa.
Masih terdapat 4.457.762 jiwa warga miskin yang belum menjadi anggota BPJS Kesehatan.
Keanggotaan BPJS Kesehatan bagi seluruh warga desa sendiri mencapai 43,32 persen poin atau mencakup 34.814.944 jiwa, namun masih ada 45.551.962 warga desa belum menjadi pesertanya.
Prevalensi pemenuhan gizi warga desa mencapai 99,79 persen, artinya tinggal 13.616 warga kurang gizi.
Namun, prevalensi bayi mendapat ASI eksklusif mencapai 30,27 persen poin, alias masih ada 861.482 bayi di desa kalis dari ASI eksklusif.
Warga desa yang sakit setahun terakhir serta mampu mengakses layanan kesehatan mencapai 25,96 persen poin atau 12.116.139 jiwa.
Artinya, masih ada 45.551.199 jiwa warga desa tidak dapat mengakses layanan kesehatan itu.
Angkaangka ini menunjukkan demand fasilitas kesehatan bagi warga desa mencapai 57.667.338 jiwa/tahun.
Pada titik inilah keberadaan IDI dibutuhkan di desa.
Baca juga: Setelah 70 Tahun Menanti, Banda Aceh Ditunjuk Jadi Tuan Rumah Muktamar Ikatan Dokter Indonesia
Para dokter perlu memimpin konsolidasi data SDGs Desa bidang kesehatan.
Tujuannya, agar mudah dijadikan basis perencanaan penanganan kesehatan desa berbasis data mikro.
Sehingga, tepat menentukan jenis layanan, lokusnya, rincian by name by address pemanfaat layanan, hingga rumusan pencapaian target dan manfaat.
Contohnya, gerakan dokter muda masuk desa untuk penanganan penyakit menahun yang mudah diobati, seperti TBC.
SDGs Desa memudahkan perumusan rekomendasi target, yaitu penanganan warga desa pengidap TBC secara kumulatif 31.455 jiwa/ tahun sampai 2030.
Desa-desa yang inovatif dalam bidang kesehatan membutuhkan sentuhan dokter lebih lanjut, untuk mengembangkan layanan kesehatan yang kreatif, termasuk penanganan Covid-19.
Jika memungkinkan, dikembangkan pula kerja sama rekognisi pembelajaran lampau (RPL Desa) agar warga yang telah lama berperan menyehatkan masyarakat dapat menggali ilmu lanjutan di perguruan tinggi bidang kesehatan medis, kesehatan masyarakat, atau kesehatan lingkungan.
Dengan mendukung kesehatan desa, IDI pasti berdaulat di negeri sendiri.com>
Baca juga: IDI Reborn di Negeri Pejuang
Baca juga: Apa Bedanya Batuk Gejala Covid Omicron dan Batuk Biasa? Ini Penjelasan Dokter