Opini

Balada JKA

PIMPINAN DPRA memastikan kepada khalayak bahwa program jaminan kesehatan Aceh JKA tetap dilanjutkan

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Balada JKA
IST
Dr Ir Dandi Bachtiar MSc Dosen Jurusan Teknik Mesin dan Industri USK

Oleh Dr Ir Dandi Bachtiar MSc,  Dosen Jurusan Teknik Mesin dan Industri USK

PIMPINAN DPRA memastikan kepada khalayak bahwa program jaminan kesehatan Aceh JKA tetap dilanjutkan.

Tidak benar akan dihentikan seperti yang selama ini santer diberitakan.

Mudahmudahan pernyataan DPRA ini murni datang dari kesadaran akan pentingnya program populer yang menyangkut kemaslahatan publik.

Bukan sekedar basa-basi atau karena di bawah tekanan para demonstran yang menyerbu kantor DPRA beramai-ramai memprotes kabar penghentian JKA.

Puluhan masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat (Geram) melakukan unjuk rasa di Gedung DPRA, Senin (21/3/2022). Pendemo membalut diri seperti orang sakit saat berdemo
Puluhan masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Aceh Menggugat (Geram) melakukan unjuk rasa di Gedung DPRA, Senin (21/3/2022). Pendemo membalut diri seperti orang sakit saat berdemo (SERAMBINEWS.COM/MASRIZAL)

Sudah sejak akhir tahun 2021 lalu gencar terbetik berita di media akan keluhan pihak pemerintah Aceh tentang program JKA.

Pemerintah Aceh mengisyaratkan ketidakmampuan keuangan Aceh untuk membayar premi asuransi kesehatan untuk masyarakat Aceh yang semakin membengkak.

Untuk tahun 2021 saja Pemda telah mengalokasikan dana sebesar Rp 1,2 triliun.

Pemda meragukan akan keefektifan pendanaan tersebut.

Karena disinyalir telah terjadi kekeliruan dalam hal jumlah penduduk yang didanai preminya.

Ada kecurigaan pemda telah membayar secara mubazir.

Baca juga: Irwandi Yusuf Bicara Soal JKA, Jangan Sampai Orang Aceh Tak Bisa Berobat

Baca juga: T Taufiqulhadi Apresiasi DPR Aceh dan Gubernur Aceh  Soal JKA

Karena sejak pemerintah pusat meluncurkan program nasional asuransi JKN melalui BPJS juga menyasar sebagian penduduk (miskin) di Aceh.

Jika sebelum ada JKNBPJS seluruh penduduk ditanggung biaya premi asuransinya, maka setelah berlaku JKN empat tahun kemudian, sebagian penduduk Aceh yang berada di bawah garis kemiskinan mendapat pelayanan kesehatan gratis juga.

Namun, sistem yang berlangsung kemudian tidak serta merta otomatis memisahkan peserta JKN ini dengan yang terdata di penerima JKA.

Sehingga ada kemungkinan terdapat pembayaran premi ganda.

Bagi pihak Pemerintah Aceh mungkin merasa ada terjadi pembayaran berlebih, sehingga sepatutnya kelebihan ini tidak perlu dinikmati oleh BPJS selaku penyelenggara layanan asuransi kesehatan.

Alangkah lebih efektif dan efisien jika kelebihan ini dipakai untuk alokasi pendanaan program kesehatan lainnya yang tidak kurang penting bagi kemaslahatan umum.

Seperti pembangunan rumah sakit, peningkatan kualitas tenaga medis, dan programprogram kesehatan lainnya.

Carut marut pendataan kepesertaan JKA dan JKN ini tidak semestinya ditimpakan dengan langkah penghentian program JKA itu sendiri, seperti yang kerap digaungkan oleh pemda dan DPRA melalui TAPA dan Banggarnya.

Mengutip sentilan Herman RN jangan karena ingin membasmi hama, sawah pula yang dibakar.

Pemda harus mampu menyusun strategi dan cara jitu untuk mendapatkan solusi masalah pendataan ini.

Baca juga: HIPMI Aceh Apresiasi Komitmen Pemerintah Aceh dan DPRA Lanjutkan JKA

Sambil menunggu masalah dapat terselesaikan, biarkan program JKA tetap berjalan.

Jangan pula opsi penundaan dikedepankan dan masyarakat disuruh mendaftar secara mandiri ikut program JKN di BPJS.

Sejarah JKA JKA muncul menjadi program unggulan dan dinilai jenius oleh banyak pihak ketika digagas pertama sekali oleh Gubernur Irwandi Yusuf pada tahun 2010.

Ketika itu program JKA menjadi pertama di Indonesia.

Belum ada program sejenis diberlakukan di semua provinsi di Indonesia kecuali di Aceh.

Program kesehatan yang bersifat universal health coverage adalah satu-satunya yang ada di Indonesia ketika itu.

Bentuknya adalah membayar premi asuransi kesehatan untuk setiap penduduk Aceh.

Artinya siapa pun dia, asal ber-KTP Aceh akan ditanggung asuransi kesehatan.

Pemda Aceh di tahun 2010 itu bekerja sama dengan PT ASKES untuk menjamin kesehatan penduduknya.

Gubernur Irwandi bahwa seluruh warga menjamin Aceh akan dilayani pengobatannya di rumah sakit untuk Kelas 3.

Jika masyarakat mau mendapat pelayanan kelas di atasnya, kelas 2 dan kelas 1 silakan membayar sendiri.

Namun, untuk pelayanan Kelas 3, Irwandi menjamin seluruh penduduk Aceh akan mendapat fasilitas tersebut.

Atas idenya ini Irwandi dianugerahi Ksatria Bhakti Husada oleh Menkes Endang Sedyaningsih pada 12 November 2010.

Program JKA yang diluncurkan Irwandi ini mendapat sambutan yang sangat antusias dari masyarakat luas.

Program ini menarik perhatian pemda lainnya di berbagai pelosok Indonesia untuk mempelajarinya dan bahkan datang ke Aceh untuk melihat sendiri pelaksanaan program JKA ini.

Empat tahun kemudian, pemerintah pusat malah mengadopsi JKA dan menerapkannya secara nasional.

Meski tidak mencakup keseluruhan penduduk Indonesia.

Melainkan menyasar penduduk miskin yang telah terdata.

Setidaknya, JKA telah menginspirasi dan menjadi panutan bahkan oleh pemerintah pusat.

Pendanaan JKA di awal peluncurannya adalah sebesar Rp 242 miliar per tahun yang mengkover seluruh penduduk Aceh ketika itu.

Sumber dana berasal dari dana otonomi khusus yang baru saja dinikmati oleh Aceh setelah pemberlakuan UUPA tahun 2006.

Kemudian pendanaan semakin meningkat pada tahuntahun berikutnya, sejalan dengan kenaikan jumlah premi dan pertambahan jumlah penduduk yang terkover.

Di awal peluncuran memang terjadi euforia di masyarakat.

Pihak aparat kesehatan cukup dibuat sibuk dan repot dengan membludaknya Puskesmas dan rumah sakit pemerintah yang dipenuhi oleh masyarakat yang antusias pergi berobat gratis.

Sehingga bagi warga yang sedikit saja merasa sakit, entah itu pilek, pening kepala, gatal-gatal ringan, sudah langsung pergi berobat ke dokter.

Kondisi ini sudah disadari oleh Irwandi sang gubernur yang menggagas ide JKA itu.

Namun beliau dengan santai mengatakan bahwa itu hal yang wajar dan sejalan dengan waktu euforia itu akan berangsur-angsur hilang.

Ide pelayanan pembayaran premi asuransi untuk setiap warga Aceh sungguh ide yang brilian dalam hal menjamin keadilan dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat.

Sudah sepantasnya pemerintah yang pro rakyat meluncurkan program semacam ini.

Tidak benar anggapan bahwa pemberian pelayanan kesehatan gratis akan melenakan warga sehingga menciptakan masyarakat yang manja dan bermental meminta-minta.

Konsepnya adalah memberi jaminan kesetaraan kesehatan sehingga tumbuhlah masyarakat yang sehat dan kuat.

Di samping itu perlu juga dikampanyekan dan sosialisasi kepada masyarakat akan penting solidaritas dan azas gotong-royong untuk membangun masyarakat yang kuat.

Antara lain dengan menumbuhkan kesadaran bahwa tidak semestinya premi asuransi kesehatan itu digunakan semena-mena.

Jadi silakan berobat seperlunya, sesuai dengan tingkat penyakit yang diderita.

Bisa saja sepanjang hidupnya seorang warga itu tidak memanfaatkan layanan kesehatan karena kondisi kesehatannya cukup prima.

Premi asuransi yang dibayarkan itu dipakai untuk membiayai warga lainnya yang benar-benar sedang sakit dan memerlukan pelayanan kesehatan.

Di sinilah prinsip gotong-royong itu terjadi.

JKA perlu diteruskan Pada prinsipnya JKA harus diteruskan.

Bahkan harus ada jaminan JKA perlu mengkover seluruh penduduk Aceh.

Ini menjadi prinsip utama.

Artinya, minimal jaminan kesehatan telah diterima oleh seluruh warga Aceh.

Masalah ada warga yang mampu, silakan membayar lebih untuk mendapat layanan Kelas 2 dan Kelas 1 yang lebih tinggi.

Dari segi kemampuan pendanaan saya pikir tidak ada kendala sama sekali.

Omong kosong kalau dikatakan setelah menurunnya alokasi DOKA akan mengganggu pendanaan JKA.

Pemda harus menjadikan alokasi JKA sebagai prioritas utama.

Jika alokasi JKA telah terpenuhi baru dialokasikan untuk pendanaan lainnya.

Premi yang dinikmati oleh BPJS tidaklah semata-mata untuk keuntungan BPJS sendiri.

Namun BPJS berhak dan wajib menyetorkan dana tersebut untuk membayar biaya layanan oleh tenaga medis serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan itu sendiri.

Jadi dana JKA yang dikucurkan oleh Pemda Aceh itu akan kembali dalam bentuk peningkatan infrastruktur layanan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

Yang menjadi agenda mendesak Pemda adalah membangun sistem pendataan yang akurat dan valid.

Dengan kemajuan teknologi informasi sekarang ini, tidak boleh jadi alasan sistem informasi yang kuat dan sahih tidak dapat dibangun.

Percuma ada perguruan tinggi teknik informatika yang ada di Aceh ataupun di Indonesia.

Tenaga mereka begitu mubazirnya jika tidak dimanfaatkan untuk membangun sistem informasi pendataan JKA dan JKN yang benarbenar andal dan terpercaya.

Baca juga: Alhamdulillah, JKA Tetap Ditanggung, Namun Sebagian Peserta Dialihkan ke JKN yang Didanai APBN

Baca juga: Polemik JKA Berakhir Tengah Malam, Eksekutif dan Legislatif Sepakat Lanjutkan JKA

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved