Ramadhan Mubarak

Pengamalan Ibadah pada Masa Nabi

Dalam Islam ada empat ibadah utama yaitu shalat fardhu, zakat, puasa fardhu (Ramadhan), serta haji (dan umrah)

Editor: bakri
FOR SERAMBINEWS.COM
Prof Dr Al Yasa’ Abubakar MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry 

Oleh: Prof Dr Al Yasa’ Abubakar MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry

Dalam Islam ada empat ibadah utama yaitu shalat fardhu, zakat, puasa fardhu (Ramadhan), serta haji (dan umrah).

Keempat ibadah ini disebutkan di dalam banyak ayat Al-qur’an, bahkan shalat dan zakat sudah disebutkan dalam ayat-ayat yang turun di Mekkah sejak masa-masa awal pewahyuan.

Misalnya dalam surat al-Muzzammil (surat yang kedua atau ketiga turun, paling lambat setahun setelah kerasulan).

Warga melaksanakan Shalat Tarawih malam pertama, di Masjid Islamic Center Lhokseumawe, Sabtu (2/4/2022)
Warga melaksanakan Shalat Tarawih malam pertama, di Masjid Islamic Center Lhokseumawe, Sabtu (2/4/2022) (SERAMBINEWS.COM/ZAKI MUBARAK)

Penjelasan tentang tata cara mengerjakan ibadah di atas boleh dikatakan semuanya diberikan Nabi setelah beliau berada di Madinah melalui hadis, bukan melalui Al-qur’an.

Tapi, jumlah hadis tentang empat ibadah ini tidak sama banyak dan tidak sama terperincinya.

Hadis yang relatif banyak dan relatif terperinci adalah tentang shalat, sedang hadis mengenai tiga ibadah lain, zakat, puasa, dan haji, relatif sedikit dan tidak terperinci.

Tulisan singkat ini ingin menjelaskan bagaimana empat ibadat utama Islam dijalankan di masa Nabi dan bagaimana keberadaan Sahabat yang menuturkannya sebagai hadis (kepada kita) setelah Rasulullah wafat.

Hadis adalah penuturan Sahabat tentang Rasulullah, ada yang berisi ucapan dan pengajaran lisan beliau dan ada yang merupakan penuturan tentang ibadah yang dilihat Sahabat dikerjakan Nabi.

Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (2)

Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (3)

Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (4)

Inisiatif untuk meriwayatkan hadis tidak berasal dari Nabi tetapi berdasarkan keinginan para Sahabat sendiri.

Kalau Sahabat merasa perlu, maka apa yang dia ketahui tersebut akan dia tuturkan, dan kalau dia merasa tidak perlu, maka apa yang dia ketahui itu kuat dugaan tidak akan dia tuturkan, karena tidak ada kewajiban menuturkan hadis Nabi.

Tulisan ini ingin menjelaskan bagaimana pengamalan empat ibadah di atas pada masa Nabi dan bagaimana keadaan Sahabat yang menuturkan hadis-hadis tersebut, sehingga kita tahu kenapa sebuah ibadah mempunyai banyak hadis dan ibadah lain hanya mempunyai sedikit hadis.

Ibadah paling pertama yang diamalkan Nabi adalah shalat, yang sudah dikerjakan sejak di Mekkah, sehingga shalat (fardhu) merupakan ibadah paling sering (banyak) dikerjakan Nabi.

Kalau kita menghitung yang dikerjakan Nabi selama di Madinah saja, maka jumlah masing-masing shalat fardhu yang dikerjakan Nabi selama sepuluh tahun berjumlah sekitar 3.500 kali (10 tahun kali 350 Hari).

Berarti ada 3.500 kali shalat Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib, dan Isya yang pernah dikerjakan Nabi (semuanya 17.500 shalat).

Kalau jumlah ini ditambah dengan shalat sunat, maka jumlah shalat yang dikerjakan Nabi bisa berjumlah dua kali bahkan lebih dari jumlah shalat fardhu di atas.

Sedangkan haji hanya sekali dikerjakan Nabi (Haji Wada`) sekitar tiga bulan sebelum wafat (beliau menunaikan haji pada bulan Zulhijjah dan wafat pada bulan Rabi`ul Awwal), dengan jumlah jamaah sekitar 120.000 orang.

Puasa Ramadhan menurut pendapat mayoritas diwajibkan pada tahun kedua hijrah dan itu berarti hanya sembilan kali beliau kerjakan.

Sedangkan zakat atas harta, tidak penulis ketahui kapan mulai diwajibkan dan kapan mulai diamalkan (dipungut) secara efektif.

Namun, hadis-hadis tentang pemungutan zakat dan pengiriman petugas untuk memungut zakat ke daerah-daerah, kebanyakannya terjadi setelah Pembebasan Mekkah.

Kalau riwayat ini dapat dijadikan sebagai patokan, maka zakat hanya dalam dua tahun terakhir dipraktekkan Nabi, tahun sembilan dan sepuluh hijrah.

Sahabat adalah semua orang yang pernah bertemu dengan Nabi setelah dia masuk Islam (walaupun hanya sesaat, seperti mendengarkan khutbah Rasulullah ketika haji di Arafah) dan tetap Islam sampai akhir hayatnya.

Jumlah Sahabat yang berdiam di Madinah diperkirakan sekitar 3.000 laki-laki (jumlah tentera dalam Perang Khandaq), sementara jumlah perempuannya tidak ada catatan.

Sedangkan jumlah Sahabat seluruhnya diperkirakan sekitar 110.000 orang, laki-laki dan perempuan, yaitu jumlah jamaah yang ikut menunaikan haji bersama Rasulullah.

Tidak ada catatan mengenai berapa diantara mereka yang meriwayatkan hadis, namun ada perkiraan tidak sampai 1.000 orang.

Dari mereka ini yang banyak meriwayatkan hadis hanya sekitar 50 orang, sedang yang lainnya hanya meriwayatkan beberapa bahkan satu hadis saja.

Ada yang mengetahui banyak hal dan menuturkannya, maka dia dicatat sebagai Sahabat yang menuturkan banyak hadis.

Ada Sahabat yang yang tidak menuturkan hadis yang dia ketahui, atau dia hanya mempunyai beberapa momen bersama Rasulullah, atau cepat meninggal dunia, sehingga dicatat sebagai Sahabat yang meriwayatkan sedikti atau bahkan satu buah hadis saja.

Dari penuturan mereka inilah kita mengetahui pengamalan ibadah yang diajarkan dan dikerjakan Rasulullah, yang oleh para ulama diijtihadkan dan disitematisasikan dengan metode tertentu.

Al-qur’an dan hadis disebut syariat, sedang pemahaman dan penafsiran (hasil ijtihad) para ulama disebut fiqih.

Apa yang kita amalkan adalah hasil ijtihad para ulama yang kita sebut fiqih, bukan Al-qur’an atau hadis tanpa ijtihad.

Wallah a’lam bish-shawab

Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (5)

Baca juga: Menanti dan Mengisi Lailatul Qadar

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved