Breaking News

Heboh Gelar Teuku untuk Ganjar, Kautsar: Seperti Dagelan, yang Memberikan tak Punya Gelar Bangsawan

Dia (Ketua MAA) sendiri tak ada (gelar) Teuku, tapi memberikan Teuku kepada orang lain, ini terlihat seperti dagelan saja.

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Kautsar, Sekdep Politik dan Pemerintahan DPP Partai Demokrat. 

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Pemberian gelar Teuku oleh Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Lhokseumawe kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, terus menjadi sorotan.

Kali ini datang dari politisi Partai Demokrat, Kautsar Muhammad Yus. Dia menilai pemberian gelar tersebut rancu dan tidak serius.

Sebab yang memberikan gelar justru bukan orang yang memiliki gelar kebangsawanan.

"Dia (Ketua MAA) sendiri tak ada (gelar) Teuku, tapi memberikan Teuku kepada orang lain, ini terlihat seperti dagelan saja,” kata Kautsar, kepada Serambinew.com, Senin (11/4/2022).

"Ibarat seperti pemberian gelar doktor honoris causa kepada seseorang, pasti yang memberikannya minimal memiliki gelar doktor. Idealnya seorang professor, tak mungkin di bawah itu," tambahnya.

Melansir Antaranews, Minggu (11/4/2022), pemberian gelar Teuku untuk Ganjar Pranowo diberi di rumah Rektor Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh, Prof Dr Herman Fithra dipimpin M Jalil Hasan, selaku Ketua MAA Kota Lhokseumawe.

Pemberian gelar itu ditandai dengan menyematkan kupiah mekeutob dan rencong kepada Ganjar.

“Ritual peusijuek dilakukan masyarakat Aceh ketika kedatangan tamu agung atau tokoh-tokoh yang dinilai berjasa dalam memajukan bangsa,”

“Artinya, tidak semua tamu bisa mendapat gelar ini,” kata Ketua MAA Kota Lhokseumawe, M Jalil Hasan.

Rektor Unimal Aceh, Prof Dr Herman Fithra mengatakan, pemberian gelar Teuku kepada Ganjar telah melalui proses rembuk sebelumnya.

"Kami dengan beliau Ketua Majelis Adat Aceh Kota Lhokseumawe, kita berembug memberi gelar kepada Bapak Ganjar,”

“Kita melihat sepak terjang beliau dalam membangun Indonesia khususnya Jawa Tengah," kata Herman dalam keterangannya, sebagaimana diberitakan Antaranews.

Kautsar mengaku tidak mempermasalahkan pemberian gelar Teuku kepada Ganjar yang datang ke Aceh.

Baca juga: Terungkap! Inilah Penyebab Kepala Pusing saat Puasa Ramadhan Kata dr Zaidul Akbar

Baca juga: Bertemu Wali Nanggroe, Begini Pandangan Ganjar Pranowo Tentang Aceh

Baca juga: 4 Penyelam Hilang dari Pantai Malaysia, 2 Ditemukan di Indonesia, 1 Tewas Remaja 14 Tahun

Atau kepada siapapun tamu-tamu terhormat yang pernah mendapat gelar tersebut.

Hanya saja, menurut dia terlihat rancu dan kesannya main-main, karena yang memberikan justru tak punya gelar tersebut.

"Menurut saya gelar adat itu serius. Bukan main-main,” kata Sekdep Politik dan Pemerintahan DPP Partai Demokrat ini.

“Ia harus terlihat terhormat, sehingga yang mendapatkanya juga bisa berbangga diri. Jangan sampai dibilang ampon abal-abal,” imbuhnya.

Kautsar menjelaskan, menurut sejarah yang diketahuinya, gelar Teuku itu adalah anugerah yang diberikan raja kepada para hulubalang (penguasa wilayah).

Atau kepada siapapun yang dianggap penting dan berjasa kepada Aceh.

Baca juga: Diperiksa KPK 2 Jam dalam Kasus Bupati PPU, Andi Arief Jelaskan soal Musda Partai Demokrat

Baca juga: Cucu Sultan Aceh Ultimatum Wali Nanggroe & MAA : Jangan Sembarangan Merusak Adat Istiadat Aceh!

Baca juga: Buka Puasa Ramadhan Minum Air Tebu, Ternyata Ini 10 Manfaat Air Tebu untuk Kesehatan dan Kecantikan

Gelar tersebut dapat diwarisi secara turun temurun mengikuti nasab laki-laki.

Berikan MAA kepada Keturunan Sultan

Karena itu, menyikapi seringnya pemberian gelar kebangsawanan semisal Teuku dan Pocut kepada tamu dan tokoh yang datang ke Aceh, Kausar melemparkan sebuah usulan.

Dia menyarankan agar lembaga MAA ke depan sebaiknya diserahkan saja kepada ahli waris yang sah dan lansung dari keluarga raja Aceh terakhir, Sultan Muhammad Daud Syah, yang dibuang Belanda ke Batavia.

“Pastinya beliau-beliau itu kalau laki-laki bergelar Tuanku dan kalau perempuan bergelar Teungku,” ucapnya.

Bila pendapat ini dapat diterima, maka perlu ada perubahan qanun yang mengatur lembaga MAA.

Sehingga secara ketatanegaraan memenuhi unsur yuridis, kekuatan adat yang diperkuat secara undang-undang. Dengan begitu, lembaga MAA menjadi lebih bermakna lagi.

Sebelumnya, Ganjar datang ke Aceh untuk melantik Pengurus Cabang (pengcab) Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) Lhokseumawe Raya masa bakti 2022-2027.

Selain itu, Ganjar juga berkesempatan menjadi pembicara dalam kuliah umum di Unimal. Ganjar juga menghadiri acara pengukuhan gelar guru besar Herman di GOR ACC Cunda Unimal, Kota Lhokseumawe, Aceh.

Ultimatum Wali Nanggroe dan MAA

Sebelumnya, cucu Sultan Aceh yang juga Pemimpin Darud Donya, Cut Putri mengultimatum keras Majelis Adat Aceh (MAA), Wali Nanggroe Aceh, serta para pihak lainnya.

Cucu Sultan Aceh ini mengingatkan agar jangan sembarangan memberikan gelar Kesultanan Aceh sesuka hati kepada siapapun dan merusak Adat Aceh.

"Kami menegur keras para pihak yang menjadikan gelar Teuku dan Cut sebagai mainan, dan diberikan sembarangan kepada siapa saja, padahal itu adalah gelar warisan dan keturunan,” tegas Cut Putri yang merupakan Cucu Sultan Jauharul Alam Syah Johan Berdaulat Zilullah Fil Alam.

Menurut dia, pemberian gelar sembarangan itu adalah penghinaan besar bagi kehormatan harkat dan martabat Bangsa Aceh.

Cut Putri mengatakan hanya seorang Sultan Aceh yang berhak memberikan gelar Teuku dan Cut kepada orang yang berjasa kepada Kesultanan Aceh di era masa lampau.

Ia menyebut, siapapun yang mengaku sebagai Teuku dan Cut, harus dapat membuktikan silsilah keturunannya dan memperlihatkan arakata silsilah yang diakui Kesultanan Aceh Darussalam.

Baca juga: VIDEO - Rusia Tantang Amerika dan Nato untuk Perang Terbuka

Baca juga: Stop Kebiasaan Makan Mie Instan saat Sahur, Ini Dampaknya Bagi Tubuh

Baca juga: Angelina Sondakh Dulu Jadi Mualaf karena Cinta Pada Adjie Massaid, Kini Tak Menyesal Mendalami Islam

“Seseorang tidak bisa sembarangan mengaku sebagai seorang Teuku, karena Teuku dan Cut adalah gelar orang berkaum, yang saling mengenal satu sama lain selama bergenerasi-generasi, sehingga sangat mudah mendeteksi seorang Teuku palsu,” katanya.

Bukan untuk Diperjualbelikan dalam Politik

Persoalan pemberian gelar Teuku yang sembarangan ini juga diulas seorang akademisi, T Murdani dalam opininya pada rubrik Kupi Beungoh yang berjudul 'Teuku’ Bukan Gelar Kehormatan untuk Diperjualbelikan dalam Politik'.

Dalam opininya, antara lain T Murdani menulis bahwa Teuku adalah gelar keturunan ulee balang Aceh yang hanya bisa didapat melalui garis keturunan.

Setiap masyarakat Aceh yang bergelar Teuku sudah tentu memiliki silsilah keturunan yang dijaga dan ditambahkan setiap keturunan berikutnya.

Baca juga: ‘Teuku’ Bukan Gelar Kehormatan untuk Diperjualbelikan dalam Politik

Baca juga: Mana Dulu Dikerjakan, Apakah Boleh Sahur Dulu Baru Mandi Wajib? agar Bisa Menunaikan Puasa

Baca juga: Viral Anggota DPR Diduga Nonton Video Porno saat Rapat, MKD Diminta Turun Tangan

Tidak pernah dalam sejarah seseorang medapatkan gelar Teuku sebagai hadiah kehormatan.

Dalam sejarah, hanya para kolonial Belanda yang pernah memberikan gelar Teuku kepada beberapa toke di Aceh untuk mendukung dan memperkuat misi kolonialismenya.

Akibat dari strategi kolonialisme Belanda tersebut, sampai hari ini masih menimbulkan konflik antara Teuku asli dan Teuku hadiah Belanda.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved