Ramadhan Mubarak
Kelapangan Ibadah Shalat Fardhu
Untuk menambah contoh tentang adanya kelapangan dalam ibadah, pada kesempatan ini akan penulis uraikan beberapa kemudahan dan kelapangan
Oleh: Prof Dr Al Yasa’ Abubakar MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry
Untuk menambah contoh tentang adanya kelapangan dalam ibadah, pada kesempatan ini akan penulis uraikan beberapa kemudahan dan kelapangan dalam pengerjaan shalat fardhu.
Seperti semua kita tahu, shalat fardhu merupakan ibadah penting bahkan paling utama dalam Islam.
Dalam Al-qur’an surat an-Nisa` ayat 103 disebutkan bahwa shalat merupakan ibadah yang waktunya sudah ditentukan (Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman).
Dalam surat Bani Israil ayat 78-79 disebutkan, lebih kurang, Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir dari titik puncaknya, sampai gelapnya malam dan laksanakan pula shalat Subuh (dengan tetap memperhatikan bacannya).
Sungguh, bacaan pada shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Dan bagkitlah dari tidurmu dan shalatlah pada sebagian malam, sebagai ibadah sukarela (sunat).
Mudah-mudahan Pemeliharamu mengangkatmu ke tempat yang terpuji di akhirat nanti.
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (2)
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (3)
Adapun penetapan waktu shalat secara lebih jelas diatur Nabi melalui hadis-hadis.
Setiap shalat mempunyai waktu tersendiri, namun penulis tidak mengutipnya karena keterbatasan tempat.
Dalam surat al-Ankabut ayat 45, disebutkan yang maknanya lebih kurang ; Bacalah Kitab (Al-Qur'an) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.
Dan (ketahuilah) mengingat Allah (berzikir, mengerjakan shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain).
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam hadis yang dituturkan Anas bin Malik dan dirawikan oleh at-Thabrani, disebutkan; Yang pertama diperiksa dari amalan seseorang pada hari kiamat nanti adalah shalat; kalau shalatnya telah benar maka selamatlah dia; sebaliknya kalau shalatnya tidak benar maka sia-sia dan rugilah dia.
Dalam hadis yang dituturkan Umar bin Khathab dan dirawikan oleh al-Baihaqi disebutkan, Shalat merupakan tiang agama; barangsiapa menegakkannya maka dia telah menegakkan agama; dan barangsiapa meruntuhkan shalat maka sungguh dia telah meruntuhkan agama.
Mengenai keringanannya, sebagian disebutkan di dalam Al-qur’an dan sebagian lagi di dalam hadis.
Pada kesempatan ini, penulis menguraikan yang dalam Al-qur’an.
Pertama, boleh bertayamum.
Semua orang yang akan shalat wajib suci dari hadas.
Kalau dia sedang berhadas besar wajib mandi, sedang kalau berhadas kecil wajib berwudhuk terlebih dahulu.
Tapi ketika tidak ada air, atau air yang ada tidak cukup untuk mandi atau berwudhuk (misalnya hanya cukup untuk minum atau memasak ), atau harganya terlalu mahal sehingga tidak sanggup dia beli, bagitu juga kalau ada yang sakit sehingga tidak boleh kena air, maka semua mereka ini boleh mengganti mandi atau wuduk dengan tayamum (al-Maidah ayat 6).
Tayamum adalah menyapukan debu ke wajah dan ke tangan.
Pengertian dan ukuran tidak ada air secara relatif terperinci sehingga boleh bertayamum, ditentukan oleh para ulama melalui ijtihad.
Begitu juga pengertian bertayamum dan batas yang disapu pada tayamum, dijelaskan oleh para ulama sehingga muncul perbedaan pendapat, ada yang kaku dan ada yang longgar.
Kedua, ketika bepergian, shalat empat rakaat boleh dipendekkan menjadi dua rakaat.
Dalam an-Nisa` ayat 101 disebutkan, Apabila kalian bepergian di muka bumi, tidaklah berdosa meng-qasar shalat (memendekkan dari empat menjadi dua rakaat), jika kalian khawatir kalau orang kafir (orang yang mengingkari kebenaran) akan menyerang kalian.
Sungguh orang kafir merupakan musuh yang nyata bagi kalian.
Pengertian bepergian tidak disebutkan secara jelas di dalam Al-qur’an dan hadis sehingga para ulama mempunyai ruang untuk mendiskusikannya, yang ternyata menghasilkan pendapat yang beragam.
Namun semuanya sepakat, seseorang boleh mengqashar shalat ketika bepergian.
Ketiga, dalam keadaan takut shalat boleh dikerjakan sambil berjalan atau berkendaraan.
Dalam al-Baqarah 239 disebutkan, Jika kamu takut (ada bahaya), kerjakanlah shalat sambil berjalan kaki atau berkendaraan.
Kemudian apabila telah aman, maka ingatlah Allah (shalatlah), sebagaimana Dia telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui.
Sama seperti sebelumnya para ulama berdiskusi tentang apa makna takut yang menjadi sebab kebolehan shalat dikerjakan sambil berjalan atau berkendaraan.
Diskusi para ulama tentang hal ini dapat dilihat dalam kitab-kitab yang relatif lengkap.
Penulis hanya ingin mengingatkan bahwa Al-qur’an memberikan beberapa kelapangan sehingga semua kita dapat mengerjakan shalat pada waktunya setiap hari.
Sepertinya Al-qur`an ingin mengingatakan kita bahwa shalat mesti dikerjakan setiap hari lima kali sehari.
Sekiranya dalam keadaan ‘tidak normal’ kita diberi kemudahan dan kelapangan sehingga dapat mengerjakan shalat sesuai dengan keadaan dan kelapangan.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk tidak mengerjakan shalat lima kali sehari semalam.
Menurut penulis, hanya orang yang malas atau kurang kuat iman atau mendapat pengajaran yang salah yang akan meninggalkan shalat lima kali sehari secara sengaja.
Wallahu a`lam bish-shawab
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (4)
Baca juga: Shalat Tarawih dan Shalat Malam (5)