Entitas Indonesia
Kantor Staf Presiden RI Respons Pernyataan 'Bahaya' Mahathir: Kepulauan Riau Entitas Indonesia
Kantor Staf Presiden menegaskan, provinsi Kepualaun Riau merupakan bagian dari Republik Indonesia. Namun apa langkah pemerintah Indonesia selanjutnya?
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Ansari Hasyim
Hal itu disampaikan lontarkan Mahathir dalam acara Aku Melayu: Survival Bermula bertajuk Melayu dan Kelangsungan Hidup Bangsa, Minggu (19/6/2022).
Baca juga: Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim Bersatu Tuntut Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin Mundur
“Singapura adalah milik Johor dan harus dikembalikan ke negara bagian Malaysia.” kata mantan perdana menteri Malaysia dua kali itu, Mahathir Mohamad, dikutip dari The Voket.
Selain itu, Mahathir juga meminta Malaysia untuk merebut kembali Kepulauan Riau yang saat ini merupakan wilayah kedaulatan Indonesia.
“Seharusnya kita tidak hanya menuntut Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh dikembalikan kepada kita,”
“tetapi kita juga harus menuntut Singapura dan kepulauan Riau dikembalikan ke Malaysia sebagai tanah Melayu,” katanya.
Mahathir menambahkan, sejarah membuktikan bahwa Malaya membentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan hingga Kepulauan Riau.
“Tapi hari ini, kita hanya tinggal di semenanjung. Saya ingin tahu apakah kami akan terus memiliki semenanjung ini,” kata dia.
“Saya khawatir dengan masa depan orang Melayu, apakah tanah jazirah juga dimiliki oleh pihak lain,” kata Mahathir.
Baca juga: Mahathir Mohamad Serang Muhyiddin Yassin, Sebut Perdana Menteri yang Lemah dan Tak Berdaya
Seraya menambahkan bahwa orang Melayu yang miskin dan orang miskin di tanah Melayu tidak dapat menegakkan haknya.
“Banyak orang Melayu yang tidak sadar bahwa negaranya yang dulu besar, kini menjadi kecil. Dan di negara kecil ini pun mereka akan rugi karena miskin,” imbuhnya.
Pada tahun 2008, Mahkamah Internasional memberikan Pulau Batu Puteh jatuh ke wilayah kedaulatan Singapura.
Malaysia mengajukan peninjauan atas putusan tersebut pada tahun 2017 tetapi mencabut permohonan peninjauan tersebut setahun kemudian setelah Tun Mahathir menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
