Kesehatan

Pelihara Hewan di Rumah? Waspada 3 Penyakit Ini, Nomor 1 Ada Cacing Tambang Bisa Tertular dari Tinja

Beberapa hewan yang tampak lucu bisa menjadi sumber penyakit berbahaya bagi manusia. Bagi Anda yang memelihara hewan di rumah, waspada 3 penyakit ini.

Penulis: Firdha Ustin | Editor: Amirullah
Pixabay.com
Foto Ilustrasi Anjing sebagai hewan peliharaan di rumah. 

Pelihara Hewan di Rumah? Waspada 3 Penyakit Ini, Nomor 1 Ada Cacing Tambang Bisa Tertular dari Tinja

SERAMBINEWS.COM - Anda suka pelihara hewan di rumah? Waspada tertular tiga penyakit ini.

Memelihara hewan di rumah seperti anjing atau kucing menjadi hobi bagi sebagian orang.

Memelihara hewan peliharaan di rumah tak hanya menyenangkan.

Memelihara hewan diketahui juga bisa mengurangi stres.

Namun jangan salah, beberapa hewan yang tampak lucu juga bisa menjadi sumber penyakit berbahaya bagi manusia lho.

Menurut dr Arthur SpKK FINSDV, jika Anda memiliki hewan peliharaan di rumah maka Anda harus waspada.

Baca juga: Bolehkah Makan Hewan Ternak Terkena PMK? Ini Penjelasan Dosen IPB

Dilansir Serambinews.com dari akun TikTok @dokterkulikycom, dr Arthur mengatakan, setidaknya ada tiga penyakit yang harus diwaspadai tertular ke tubuh manusia jika Anda memiliki hewan peliharaan di rumah.

1. Cacing Tambang

Ancylostoma duodenale adalah spesies dari genus cacing gelang Ancylostoma.

Dilansir dari Wikipedia, ini adalah cacing nematoda parasit dan umumnya dikenal sebagai cacing tambang. Ia hidup di usus kecil inang seperti manusia, kucing dan anjing, di mana ia dapat kawin dan dewasa. 

Menurut dr Arthur dalam penjelasan di konten TikTok yang diunggahnya, cacing tambang berbentuk panjang dan berkelok.

Cacing tambang dapat hidup pada tubuh manusia dan menimbulkan rasa gatal.

Umumnya, cacing tambang bisa tertuar dari tinja atau kotoran hewan peliharaan.

Baca juga: Kiat Memilih Hewan Kurban Ditengah Wabah PMK, Kenali Tanda-tandanya

"Cacing tambang, memanjang berkelok kelok, gatal, bisa ketularan dari pup nya," katanya.

2. Kutu scabies atau kudis

Penyakit yang mengintai selanjutnya adalah tertular scabies atau kudis.

Dikutip dari Kompas.com, scabies adalah kondisi kulit gatal yang disebabkan oleh tungau kecil yang disebut Sarcoptes scabiei.

Rasa gatal yang hebat akan terjadi di area tungau bersembunyi.

Kondisi ini dapat menular dan menyebar dengan cepat melalui kontak fisik yang dekat.

Penyebab Kudis adalah hasil dari infestasi tungau kecil berkaki delapan yang berukuran sangat kecil sehingga Anda tidak dapat melihatnya di kulit.

Baca juga: Cara Memilih Hewan Kurban di Tengah Wabah PMK, Ini Syarat dan Ketentuannya Sesuai Fatwa MUI

Tungau akan menggali ke dalam lapisan atas kulit untuk hidup, makan, bahkan bertelur.

Kulit Anda akan bereaksi terhadap tungau dan kotorannya, sehingga menyebabkan ruam merah dan rasa gatal.

Menurut dr Arthur, scabies dapat menular pada manusia dari hewan peliharaan.

Tanda scabies pada tubuh dapat menimbulkan rasa gatal terutama di sela jari terutama pas malam hari.

Kondisi ini juga mudah tertular pada orang lain.

3. Jamur

Infeksi jamur pada kulit atau kulit kepala yang sangat menular.

Dikutip dari Wikipedia, jamur atau kurap ini menyebar melalui kontak antarkulit, atau dengan menyentuh hewan atau objek yang terinfeksi.

Jamur biasanya bersisik dan mungkin merah dan gatal. 

Baca juga: MUI Bolehkan Distribusi Kurban Bentuk Olahan, Hewan yang Terpapar Berat PMK Tidak Sah

Penanganan jamur berupa obat antijamur.

Menurut dr Arthur, jamur pada tubuh dapat ditandai dengan kondisi kulit memerah, cepat melebar hingga menimbulkan rasa gatal.

Itulah 3 penyakit yang harus diwaspadai bagi Anda yang tengah memelihara hewan di rumah.

Penting juga untuk selalu memastikan kondisi hewan peliharaan dalam kondisi sehat dengan memeriksakannya rutin ke dokter hewan terdekat.

Peringatan WHO; Semakin Banyak Kuman dari Hewan Menginfeksi Manusia

Dilansir dari Health Grid.Id, kasus cacar monyet di masa pandemi Covid-19 seolah membuka mata masyarakat dunia bahwa ada penyakit yang bisa ditularkan dari hewan.

Mewabahnya penyakit-penyakit endemis tersebut dingatkan WHO kepada masyarakat dunia.

Contoh penyakit hewan yang menginfeksi manusia dan menjadi wabah adalah cacar monyet (monkeypox) dan demam Lassa.

Penyebab kuman dari hewan bisa mewabah ke manusia diduga karena perubahan iklim (climate change).

Perubahan iklim mengakibatkan kekeringan serta perubahan perilaku pada manusia dan hewan, termasuk kebiasaan mencari makanan.

Akibat kerentanan ekologi tersebut, kuman patogen (kuman yang menyebabkan penyakit) yang tadinya beredar hanya pada hewan, “melompat” ke manusia.

Meningkatnya kemampuan penyakit-penyakit tersebut untuk memperbanyak diri dan menyebar dalam masyarakat, memungkinkan terjadi pandemi lagi.

Jadi dari Covid-19 kita belajar banyak hal untuk merespon wabah bersama-sama sebagai satu komunitas dunia.

Menurut Mike Ryan dari WHO, perubahan iklim berkontribusi pada kondisi cuaca yang berubah dengan cepat seperti kekeringan, hewan dan manusia mengubah perilaku mereka, termasuk kebiasaan mencari makanan.

Sebagai akibat dari "kerapuhan ekologis" ini, patogen yang biasanya beredar pada hewan semakin banyak menyerang manusia," paparnya.

Tapi, dijelaskan lebih lanjut, “Sayangnya, kemampuan untuk memperkuat penyakit itu dan menyebarkannya di dalam komunitas kita meningkat – jadi faktor munculnya penyakit dan amplifikasi penyakit telah meningkat.”

Mengenai hal itu Ryan memberi contoh tren peningkatan kasus demam Lassa, penyakit virus akut yang disebarkan oleh hewan pengerat endemik Afrika.

“Dulu kami memiliki setidaknya tiga hingga lima tahun antara wabah Ebola, sekarang beruntung jika kami memiliki tiga hingga lima bulan,” tambahnya.

“Jadi pasti ada tekanan ekologis dalam sistem.”

WHO sendiri mengatakan, sejauh ini telah menerima laporan lebih dari 550 kasus penyakit virus yang dikonfirmasi dari 30 negara di luar Afrika sejak laporan pertama pada awal Mei.

Sementara itu, direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyoroti, meskipun kasus COVID-19 menurun secara global, ada wilayah seperti Amerika dengan tren yang mengkhawatirkan.

Di Korea Utara, para pejabat menduga ada lebih dari 3,7 juta kasus orang demam, yang bisa jadi adalah COVID, ketika negara itu berjuang melawan wabah COVID pertamanya.

Ini menyatakan keadaan darurat dan memberlakukan penguncian nasional pada waktu itu.

Ryan mengatakan meskipun WHO telah menawarkan dukungan negara itu dalam hal vaksin, perawatan dan pasokan medis lainnya, ia mengalami masalah dalam mengamankan akses ke data mentah yang akan mencerminkan situasi di lapangan.

Pengalaman COVID telah memicu WHO untuk memulai proses untuk merancang dan menegosiasikan perjanjian internasional untuk memperkuat pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi.

Jadi menurut Ryan, pandemi, seperti perubahan iklim, mempengaruhi setiap warga di planet ini.

“Kami telah melihat kesulitan yang kami hadapi dalam pandemi ini – kami mungkin menghadapi pandemi yang lebih parah di masa depan dan kami harus jauh lebih siap daripada sekarang,” jelas Ryan.

Untuk itu, "Kita perlu menetapkan pedoman tentang bagaimana kita akan mempersiapkan dan bagaimana kita akan merespons bersama. Itu bukan tentang kedaulatan. Itu tentang tanggung jawab," tegas Ryan.

(Serambinews.com/Firdha Ustin)

Baca juga berita lainnya

Baca juga: 32 Jemaah Haji Indonesia Dirawat di KKHI Mekkah, Alami Dehidrasi hingga Diabetes

Baca juga: Aceh Institute dan KIP Bahas Isu Pemilu, Mulai dari Leterasi, Cetak Surat Suara, hingga Isu Agama

Baca juga: Perampok Beraksi di Minimarket Bogor, Pelaku Acam Karyawan Pakai Golok dan Kuras Uang Puluhan Juta

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved