Sejarah Tari Saman Hingga Masuk Dalam 12 Daftar Warisan Budaya Tak Benda yang Diakui UNESCO
Tari Saman memenuhi kriteria untuk dicantumkan dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda yang Perlu Dijaga Mendesak karena beberapa alasan.
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
Ia mengaku terpesona dengan Gayo Lues dan Aceh secara keseluruhan.
“Hutannya, gunung dan bukit sangat indah. Kalau ada kesempatan ia ingin kembali ke Gayo Lues,” ucapnya.
Gaura Mancarita sendiri telah sekitar 45 tahun hidup di Indonesia.
Baca juga: Menteri Sandiaga Uno: Tari Saman Tari Pemersatu Bangsa
Kini, ia pun sudah berstatus sebagai Warga Negara Indonesia.
Meski berasal dari Australia, pria ini diketahui aktif dalam gerakan budaya berbagai daerah di Indonesia.
Selain menjadi staf ahli Puan Maharani di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Gaura juga pernah menjadi Staff Ahli Wakil Menteri Pendidikan di era Anies Baswedan.
Tari Saman Semakin Mendunia
Gaura Mancarita menilai, setelah diakui UNESCO sejak 2011, Saman semakin maju.
Menurut Gaura, transmisinya berjalan, sehingga Saman kini diajarkan di sekolah.
"Nah, nanti dipindahkan Saman dari Daftar dengan Perlindungan Mendesak ke Kategori Refresentatif. Itu cita-cita kita," katanya di Jakarta, Senin (18/7/2022).
Ia juga menyarankan agar Saman dijadikan sebagai bahan ajar di sekolah, bukan hanya di Gayo Lues melainkan seluruh sekolah di Indonesia.
"Untuk Aceh, barangkali bisa dibuatkan Peraturan Daerah atau Qanun bahwa Saman itu wajib dipelajari di Gayo Lues maupun di daerah lain," katanya.
Dengan demikian, ucapnya, nilai-nilai Saman bisa ditransmisikan ke generasi penerus.
"Itu bukan berarti semua orang bisa jadi pemain Saman. Tapi paling tidak sebagai apresiasi, sehingga budaya Saman itu akan hidup dan berkembang," ujar Gaura.
Tari Saman gayo diikuti oleh penari yang terdiri dari pria.
Mereka melakukan Saman sambil duduk atau berlutut dalam barisan yang rapat.
Masing-masing mengenakan kostum hitam yang disulam dengan motif Gayo warna-warni yang melambangkan alam dan nilai-nilai luhur.
Pemimpinnya duduk di tengah barisan dan memimpin nyanyian syair, kebanyakan dalam bahasa Gayo.
Ini menawarkan bimbingan dan bisa bernuansa religius, romantis, atau lucu.
Penari bertepuk tangan, menepuk dada, paha, dan tanah, menjentikkan jari, dan mengayunkan dan memutar tubuh dan kepala mereka pada waktunya dengan ritme yang berubah – serempak atau bergantian dengan gerakan penari lawan.
Gerakan-gerakan ini melambangkan kehidupan sehari-hari masyarakat Gayo dan lingkungan alamnya.
Saman dilakukan untuk merayakan hari besar nasional dan keagamaan, mempererat hubungan antar kelompok desa yang saling mengundang untuk pentas.
Setelah diakui UNESCO sejak 2011 lalu sebagai warisan budaya tak benda milik dunia yang wajib dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya.
Pada 24 September 2011, Tari Saman berhasil memukau ribuan penonton yang memadati Stadion Seribu Bukit, Gayo Lues, saat rekor MURI dipecahkan oleh 5054 penari.
Berselang 7 tahun kemudian, tepatnya Minggu 13 Agustus 2017, tari saman kembali menarik perhatian puluhan ribu penonton dari daerah itu, maupun dari berbagai penjuru Indonesia.
(Serambinews.com/Yeni Hardika)
BACA BERITA LAINNYA DI SINI