Kisah Rahmah, Ketua Koperasi Ketiara, dari Kopi Gayo Gelondong sampai Ekspor ke Luar Negeri

Kisah Rahmah dan Koperasi Pedagang Kopi (Kopepi) Ketiara, mulai dari jual beli kopi gelondong hingga ekspor ke luar negeri dengan omzet 100 Rp miliar

Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
Facebook Serambinews.com
Ketua Koperasi Ketiara, Rahmah (kiri) bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, bercerita mulai dari jual beli kopi gelondong hingga ekspor ke luar negeri. 

Dari sana ia mendapat banyak insight bisnis yang kemudian jadi cikal bakal berani ekspor ke luar negeri, termasuk Amerika serta berbagai negara di Eropa dan Asia.

Ia mendapat saran dari rekan bisnisnya di Medan agar mengikuti pameran SCAA di Amerika Serikat, supaya bisa melebarkan pangsa pasar ke tingkat global melalui ekspor.

Sambil bercerita, Rahmah sempat tertawa mengingat masa itu karena terpikir bagaimana mungkin bisa ke Amerika sedangkan ke Jakarta saja jarang.

Singkat cerita, setelah mendapat izin dari suami lalu urus paspor untuk lima tahun, secara perdana ia pun berangkat ke Seattle, Amerika untuk mengikuti pameran kopi pada 2015.

Sesampainya di sana, Rahmah mendapat pujian dari para buyer karena rasa kopi gayonya yang khas.

"Kopimu luar biasa Rahmah, kopimu rasa ganja. Ada buyer yang bilang begitu," kenangnya sambil tertawa.

Ia menjelaskan memang dulu nenek moyang di Aceh menanam ganja, namun sekarang tidak dibolehkan karena bisa berurusan dengan hukum.

Syukurnya, keberangkatan perdana ke Amerika itu membuahkan hasil. Ia mendapat buyer pertama dengan pembelian total 15 kontainer.

Seolah tak percaya , Rahmah berkali-kali mengucap syukur karena mendapat rezeki langsung usai mengikuti pameran tersebut di luar negeri.

Namun di sisi lain, Rahmah mulai kebingungan menyiapkan produk sebanyak itu untuk diekspor sebagaimana yang diminta para buyer.

"Pas dapat orderan 15 kontainer, malah mikir stres gak bisa tidur," katanya.

Saat itu kopi dengan ukuran ekspor untuk satu kontainer saja bernilai modal Rp 1,5 miliar.

Terlebih Rahmah dibebankan karena harus membelinya langsung dari petani secara cash, tidak boleh utang.

Masyarakat di Gayo kebanyakan mendapat penghasilan hanya dari kopi, baik itu digunakan untuk kebutuhan hidup, biaya sekolah  anak sekolah dan sebagainya.

Sehingga menurutnya hampir tidak mungkin bila diutangkan ke petani hanya untuk permintaan buyer dan memenuhi cita-citanya mengekspor kopi ke luar negeri.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved