Jurnalisme Warga

Nyamannya Keliling Hutan Mangrove Kota Langsa

Kota yang dikenal dengan berbagai julukan, di antaranya Kota Dagang, Kota Pendidkan, Kota Wisata, dan Kota Kuliner ini layak kita jadikan salah satu

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Nyamannya Keliling Hutan Mangrove Kota Langsa
FOR SERAMBINEWS.COM
CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Kota Langsa

OLEH CHAIRUL BARIAH, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Almuslim, Wakil Rektor II Universitas Islam Kebangsaan Indonesia, dan Anggota FAMe Chapter Bireuen, melaporkan dari Kota Langsa

KEINDAHAN alam Aceh yang asri tersebar di 23 kabupaten/ kota.Masing-masing memiliki daya tarik dan ciri khas tersendiri.

Salah satunya Langsa.Kota ini memiliki luas ± 262,41 km2 dengan jumlah penduduk 113.837 (data 2021).

Kota yang dikenal dengan berbagai julukan, di antaranya Kota Dagang, Kota Pendidkan, Kota Wisata, dan Kota Kuliner ini layak kita jadikan salah satu tujuan wisata alam yang daya tariknya berbeda dari kota lain.

Kota Langsa dapat ditempuh dalam waktu empat jam delapan menit dari tempat tinggal saya di Matangglumpang Dua, Bireuen, dengan jarak tempuh ± 202 km.

Namun, waktu tempuh bisa lebih lama jika arus lalu lintas padat, terutama pada saat Lebaran atau hari libur.

Perjalanan santai saya dan keluarga besar menuju Kota Langsa didukung dengan cuaca yang tidak terlalu panas.

Jika lelah, kami berhenti di tempat yang ada menjual makanan atau hanya sekadar memandang indahnya lautan yang biru di sisi jalan.

Kami berangkat dari Matangglumpang Dua pukul 08.00 WIB dan tiba di Kota Langsa pukul 12 lewat 10 menit.

Kami rehat sejenak di sebuah masjid di sisi jalan sambil menunggu waktu zuhur tiba.

Baca juga: Ratusan Hektare Hutan Mangrove di Aceh Tamiang Gundul Akibat Dirambah

Baca juga: Hutan Mangrove Kuala Langsa jadi Penyeimbang di Era Deteriorasi dan Pemanasan Global

Destinasi wisata yang kami tuju kali ini adalah Kawasan Ekowisata Hutan Mangrove Kota Langsa.

Hutan mangrove ini berada di pesisir timur Aceh (antara Selat Malaka dan Pulau Sumatra), luasnya ± 6.014 hektare, dan dikenal sebagai hutan mangrove terluas di Asia Tenggara.

Berdasarkan data yang kami peroleh di lokasi terdapat ± 38 jenis spesies mangrove yang tumbuh alami di hutan ini.

Di masa kepemimpinan Wali Kota Langsa, Usman Abdullah SE dan Wakil Wali Kota, Dr Marzuki Hamid MM (dua periode) mulai dibangun berbagai prasarana dan sarana pendukung agar hutan mangrove ini menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Pembangunan yang berkelanjutan ini didanai dengan APBK Kota Langsa dan diresmikan pada tanggal 31 Desember 2021.

Pada tahun 2014 lokasi wisata ini ditetapkan sebagai kawasan destinasi ekowisata sebagai hutan konservasi, hutan edukasi, hutan rekreasi, pemberdayaan ekonomi, mitigasi bencana, serta pelestarian sejarah dan budaya.

Berkat pengelolaan yang baik, objek wisata ini mendapatkan dua penghargaan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dalam ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) Award.

Masingmasing juara untuk kategori Ekowisata Terpopuler dan juara Most Favourite Tourism pada tahun 2019.

Untuk masuk ke kawasan wisata ini tiketnya Rp5.000 pada hari biasa, sedangkan pada hari libur, terutama Sabtu dan Minggu, harga tiket jadi Rp10.000.

Hal ini merujuk pada peraturan wali kota.

Hal yang paling menarik adalah dengan telah membeli tiket berarti setiap pengunjung/ wisatawan yang berada di areal hutan mangrove ini mendapatkan perlindungan asuransi kecelakaan diri dari Asuransi Jasindo Syariah.

Hal ini membuat saya dan keluarga merasa nyaman dan tidak khawatir ketika akan memasuki bentangan hutan mangrove.

Sebelum memasuki hutan mangrove kita dibimbing oleh petugas agar tidak membawa makanan selama berada dalam kawasan wisata karena dikhawatirkan monyet sebagai penghuni tetap hutan ini tidak menggangu pengunjung yang mengelilingi hutan mangrove.

Amaran ini patut dipatuhi karena pada saat kami melintas secara tiba-tiba ada monyet yang sedang bermain di dahan pohon mangrove.

Gerakannya membuat kami terkejut dan ada perasaan takut memang, tapi tetap berupaya tenang.

Semakin jauh perjalanan yang kami lewati melalui tangga kayu berwarna cokelat yang serasi semakin indah pula pemandangan yang kami dapatkan.

Berbagai jenis spesies mangrove tertulis pada dahannya.

Hutan ini benarbenar menjadi hutan edukasi, konservasi, dan rekreasi yang menyenangkan bila kita mematuhi aturan yang ditetapkan.

Di dahan pohon yang kami lewati tertulis Nireh dan Bangka Minyak (Rhizopura apuiculata), inilah dua di antara jenis tanaman mangrove yang ada di hutan ini.

Hampir setengah jam lebih berjalan di tengah hutan mangrove ini kami hanya temukan dua titik tempat orang menjual minuman.

Itu pun kesannya tersembunyi untuk menghindari datangnya monyet secara tiba-tiba.

Hal ini terbukti saat kami hendak membeli sebotol minuman, tiba-tiba dari arah depan turun beberapa ekor monyet.

Ya, spontan saja kami lari dan meninggalkan penjual minuman.

Monyet-monyet itu pun menatap kami dengan heran, rasa haus pun hilang. Hehehe.

Ketika tiba di tengah hutan wisata ini kami dapat melihat jalan menuju tower yang begitu indah.

Menurut seorang petugas, tempat ini biasanya dijadikan tempat pertunjukan seni atau kegiatan- kegiatan yang terkadang dibuat oleh pengunjung.

Tersedia juga spot tempat foto selfie dan foto keluarga.

Tempat ini juga cocok untuk tempat foto prewedding, tapi butuh waktu lebih setengah jam perjalanan dari pintu masuk.

Kami menyempatkan diri untuk mengabadikan momen kunjungan ini.

Ada beberapa tempat yang menjadi daya tarik kami, yaitu tempat foto berdua berbentuk love dengan hiasan bentuk hati berwarna pink.

Kesannya mengenang masa muda dulu, duduk berdua mamadu kasih.

Sesi ini membuat anggota keluarga yang lain cemburu. Hehehe.

Yang tak kalah menariknya lagi adalah jembatan dengan ukiran berwarna putih di atas sungai laksana menuju istana para ratu dengan latar belakang puncak tower yang berada di tengah hutan.

Sungguh indah dan romantis jika diresapi.

Sepanjang perjalanan yang kami lalui di hutan mangrove ini, terlihat air yang bening mengalir dengan bebas, tak ada sampah yang menghambatnya.

Ini menunjukkan bahwa kawasan wisata ini terawat dengan baik oleh pengelolanya.

Namun sayang, di sisi jalan jembatan kayu dan tembok beton ada coretancoretan (grafiti) pengunjung yang tidak bertanggung jawab merusak keindahan jembatan yang dibangun dengan susah payah oleh pemko setempat.

Mari kita dukung objek wisata ini menjadi daya tarik tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga mancanegara.

Jika ingin alam di kawasan ini lestari maka jangan pernah memetik, apalagi mematahkan ranting kayu yang berada di sisi jembatan yang kita lewati.

Meski tidak terlihat oleh petugas, tetapi jejak keisengan ataupun kejahilan kita tetap terbaca oleh alam.

Akhirnya, karena lelah setelah hampir dua jam lebih mengelilingi dan mendokumentasikan momen menyenangkan di dalam hutan wisata ini, kami putuskan untuk menuju pintu keluar.

Petugas yang berada di pintu masuk tower mengarahkan kami mengikuti jembatan beton berwarna hijau menuju pintu keluar.

Dalam rangka melestarikan keindahan alam Indonesia, terutama pesona wisata di Aceh, maka perlu keikutsertaan seluruh masyarakat untuk mempromosikannya.

Penyediaan sarana pendukung juga sangat diperlukan seperti moda transportasi menuju lokasi.

Juga tempat penginapan atau hotel yang turut memengaruhi minat wisatawan domestik maupuan macanegara untuk datang.

Baca juga: Singkil Utara Miliki Dua Ekowisata Hutan Mangrove, Begini Sensasi Wisata di Hutan Bakau

Baca juga: Bupati Dulmusrid dan Pemred Serambi Indonesia Eksplore Ekowisata Hutan Mangrove, Begini Suasananya

Baca juga: Mapala Jempa Unsam Langsa Ekspedisi Jelajah Hutan Mangrove

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved