Kupi Beungoh

Pidie “Tersesat” di Paya Lumpat Aceh Barat

Paya Lumpat letaknya agak di pedalaman Samatiga, kira-kira 7 km dari jalan nasional Banda Aceh – Meulaboh.

Editor: Amirullah
ist
Suandi dan Hasan Basri M. Nur adalah alumni Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh 

“Dulu, petualang dari Pidie terpaksa berjalan sambil melompat-lompat karena banyaknya paya (rawa-rawa) saat dalam perjalanan. Itulah sebabnya gampong ini dinamakan Paya Lumpat,” papar Munir Yusuf dalam bincang-bincang di masjid setempat.

Jelas, mereka harus melintasi rawa-rawa, perbukitan hingga hutan yang dihuni binatang liar. Bermodal jalan setapak, jarak tempuh pun menghabiskan waktu berhari-hari hingga sampai ke tempat tujuan yang kala itu masih kosong.

Para musafir asal Pidie ini sepakat berdiam di satu titik yang kemudian terkenal dengan nama Paya Lumpat.

Barangkali karena faktor kesuburan tanah dan ketersediaan air yang bersih maka mereka memutuskan untuk memilih bermukim di Paya Lumpat sebagai pemukiman baru.

Namun, atas alasan apa mereka hijrah dari Pidie ke Aceh Barat, masih misteri. Agaknya dibutuhkan penelitian sejarah untuk menjawab soal ini.

Baca juga: Dari Jualan Buah di Takengon, Nuraini Antarkan 10 Anaknya Raih Kesuksesan

Baca juga: Berkat Kerja Sambil Kuliah, Kini Suryadi Jadi Toke di Banda Aceh

Peduli Pendidikan

Para petualang dari Pidie itu menjadikan Paya Lumpat sebagai kawasan pemukiman baru. Mereka bercocok tanam dan mengembangkan pendidikan di tempat baru ini.

Sebagaimana disebutkan dalam dokumen RPJM gampong, setelah komunitas muhajirin ini berkembang, mereka mulai memikirkan pendidikan untuk mencerdaskan generasi baru. Mereka memutuskan untuk mendatangkan tenaga pendidik, terutama pendidikan agama, dari Pidie.

Di antara guru generasi awal yang didatangkan itu tercatat nama Tgk. Bale Bambi Cempala. Selanjutnya pada tahun 1855, datang pula seorang ulama dari Tapaktuan, bernama H. Lamkruet. Beliau memprakarsai pendirian lembaga pendidikan Islam terkenal yaitu Pesantren H Lamkruet. Anak-anak dari luar Aceh Barat berdatangan untuk belajar ke tempat ini.

Selanjutnya, pada tahun 1928 terdapat sekitar 30 pemuda Paya Lumpat menuntut ilmu di Pesantren Tgk. Daud Bereu-eh di Blang Paseh, Pidie. Sebagian lagi belajar ilmu agama pada Pasantren di Kembang Tanjong Pidie.

Alumni dari Pidie ini saat pulang ke Paya Lumpat tidak henti-hentinya mengajak masyarakat untuk mendirikan sekolah agama di desanya.

Akhirnya warga mendirikan Diniyah Jamtul Ummahat dan juga membentuk organisasi Kepanduan Islam (KI). Pendidikan Diniyah ini berlangsung sampai tahun 1972.

Selanjutnya Tgk Hasan Hanafiah menginisiasi pendirian sebuah Pesantren Modern Terpadu di Kompleks Masjid Al-Ikhlas Paya Lumpat. Pesantren ini masih berjalan hingga saat ini dengan menganut kurikulum pesantren modern.

Baca juga: Potensi Wisata Melimpah, Aceh Butuh Sentuhan Pengusaha Visioner

Penduduk Gigeh

Sekilas terlihat penduduk Paya Lumpat tergolong rajin dan gigeh (gigih). Mereka sibuk dalam aktivitas masing-masing, di sawah, kebun atau berjualan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved