Salam
Berat Bagi Aceh untuk Subsidi Tiket Pesawat
Presiden Joko Widodo memerintahkan Menhub Budi Karya Sumadi dan Menteri BUMN Erick Tohir untuk menurunkan harga tiket pesawat
Presiden Joko Widodo memerintahkan Menhub Budi Karya Sumadi dan Menteri BUMN Erick Tohir untuk menurunkan harga tiket pesawat yang belakangan ini terus melambung tinggi.
Menurut Presiden, selain karena ia banyak menerima keluhan masyarakat, kenaikan harga tiket itu juga dikhawatirkan berkontribusi ke inflasi.
"Di lapangan juga saya dengar keluhan 'pak harga tiket pesawat telah tinggi.
' Sudah langsung saya reaksi Pak Menteri Perhubungan, saya perintah segera ini diselesaikan.
Garuda, Menteri BUMN Pak Erick Tohir saya juga sampaikan segera tambah pesawatnya agar harga bisa kembali ke keadaan normal.
Meskipun itu tak mudah, karena harga avtur internasional juga tinggi," sebut Jokowi.
Menhub mengaku sudah berencana menurunkan harga tiket pesawat dengan menggandeng pemerintah daerah untuk ikut memberikan bantuan, salah satunya dengan mensubsidi.
Pasalnya, harga tiket pesawat mahal karena masih banyak rute yang tingkat keterisian penumpangnya masih minim.
Karena penumpangnya sedikit, maka maskapai menaikkan harga.
Baca juga: “Turunkan Harga Tiket Pesawat”, Perintah Jokowi ke Menhub dan Men-BUMN
Baca juga: Tiket Pesawat Naik Lagi, Banyak Sektor Terpukul
"Satu hal yang penting adalah kesertaan dari pemda untuk sharing memberikan subsidi kepada masyarakat, karena banyak inefisiensi terjadi di daerah.
Beberapa angkutan keterisiannya tidak sampai 50 persen, artinya dengan ketidakterisian itu membuat keharusan mereka menetralisir harga," ungkap Budi Karya.
Menparekraf/Kabapareraf Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan bahwa keuangan pemerintah tidak memungkinkan untuk mensubsidi tiket pesawat yang saat ini dikeluhkan mahal.
Beberapa hari sebelumnya Wagub Bali meminta Pemerintah Pusat member subsidi agar harga tiket pesawat lebih murah guna menghidupkan kembali sektor pariwisata.
Pemerhati penerbangan Gerry Soejatman berpendapat, pemulihan kapasitas pesawat dinilai lebih penting dan mendesak dibandingkan dengan mekanisme subsidi silang tiket pesawat.
Mekanisme subsidi silang malah dinilai bisa memperlambat pemulihan kapasitas.
Dia memaparkan bahwa bagi maskapai yang sudah merugi parah selama pandemi Covid-19, justru menggunakan keuntungan dari harga tiket yang mahal untuk bisa memulihkan kapasitas.
Caranya, baik dengan mereaktivasi jumlah pesawat yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas jumlah yang ada dengan menambah utilisasi pesawat.
Kemudian dengan meningkatkan biaya yang mendukung maintenance atau bahkan mengadakan penambahan jumlah pesawat dari leasing.
Itu problem Pusat dan perusahaan penerbangan.
Bagi Aceh, subsidi tiket pesawat bukan hal yang baru.
Sejak berpuluh-puluh tahun lampau, Aceh sudah melakukan subsidi harga tiket pesawat untuk penerbangan perintis.
Subsidi ini ada yang dilakukan pemerintah provinsi dan ada juga yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota terkait.
Di antara rute penerbangan yang mendapat subsidi adalah Banda Aceh-Simeulu, Banda Aceh-Kutacane (Aceh Tenggara), dan lainnya.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah mensubsidi penerbangan domestik non-perintis rasanya memang hal yang langka.
Tapi, alasannya masuk akal dalam kondisi sekarang ini.
Pertanyaannya, bagaimana dengan Aceh? Dua hari lalu, APBA 2023 sudah disepakati Rp 10 triliun.
Artinya, turun Rp 6 triliun dibanding tahun ini yang APBA-nya Rp 16 triliun.
Penyebab turunnya APBA itu karena mulai tahun 2023 dana Otsus jatah Aceh berkurang drastis dari sekitar Rp 8 triliun hanya akan mendapat Rp 4 triliun.
Dan, Pj Gubernur Aceh sudah memohon kepada Presiden Jokowi agar Aceh diberi tunjangan khusus.
Artinya, akan sangat berat bagi Aceh jika harus mensubsidi biaya tiket pesawat.
Pertanyaannya, jika Aceh tak sanggup menyubsidi, apakah harga tiket pesawat rute Aceh tetap tinggi? Atau Aceh unya upaya lain untuk memperoleh tikat pesawat murah?
Nah?!
Baca juga: Harga Tiket Pesawat Susi Air Kutacane - Banda Aceh Naik
Baca juga: Penjelasan Kemenhub Soal Harga Tiket Pesawat Mahal