Salam
Birokrasi Aceh dalam Ketidakpastian
ACEH kembali diguncang oleh dinamika birokrasi yang patut menjadi perhatian publik. Dalam dua hari terakhir, dua pejabat penting
ACEH kembali diguncang oleh dinamika birokrasi yang patut menjadi perhatian publik. Dalam dua hari terakhir, dua pejabat penting di sektor kesehatan mengundurkan diri dari jabatan struktural yaitu Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. Munawar Sp.OG, dan Direktur RSUDZA, dr. Isra Firmansyah Sp.A. PhD.
Kepala Badan Kepegawaian Aceh Abdul Qahar menjelaskan, pengunduran diri dr Munawar sebagai Kadis Kesehatan Aceh karena memilih karier menjadi fungsional dokter ahli madya. “Sementara dr Isra Firmansyah mengundurkan diri sebagai Direktur RSUDZA, beliau juga akan melanjutkan kariernya sebagai pejabat fungsional dokter pendidik klinis ahli madya di RSUD dr.Zainoel Abidin,” katanya sebagaimana diberitakan Serambi, Selasa (26/8/2025).
Pengunduran diri kedua pejabat itu terjadi di tengah sorotan terhadap lambatnya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2025, yang disebut-sebut dipengaruhi oleh isu mutasi pejabat.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menyebut bahwa spekulasi mutasi pejabat eselon II hingga IV telah menurunkan motivasi kerja aparatur sipil negara (ASN). Ketakutan akan diganti sewaktu-waktu membuat roda birokrasi berjalan lamban. Per 22 Agustus 2025, realisasi keuangan APBA baru mencapai 43,2 persen, angka yang jauh dari ideal menjelang akhir triwulan ketiga.
Dua peristiwa ini, meski berbeda konteks, menunjukkan pola yang sama, yaitu ketidakpastian sistemik dalam manajemen pemerintahan. Ketika pejabat memilih mundur dari posisi strategis demi kenyamanan profesi fungsional, dan ketika anggaran terhambat oleh spekulasi mutasi, maka publik patut bertanya, di mana arah kepemimpinan Aceh saat ini?
Dampaknya bukan hanya administratif. Layanan publik bisa terganggu, program strategis tertunda, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun. Lebih jauh, rendahnya serapan APBA berpotensi memperlemah daya dorong ekonomi Aceh yang sangat bergantung pada belanja pemerintah.
Gubernur Aceh harus segera mengambil langkah tegas dan transparan. Jika mutasi memang akan dilakukan, lakukanlah secara terbuka dan sistematis. Jika tidak, hentikan spekulasi dengan pernyataan resmi. Pemerintah harus menciptakan iklim kerja yang stabil, profesional, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Demikian pula, pengisian jabatan Kadis Kesehatan dan Direktur RSUDZA harus dilakukan dengan pertimbangan matang. Jangan sekadar menunjuk pelaksana harian, tapi pastikan ada kesinambungan visi dan komitmen terhadap reformasi layanan kesehatan.
Aceh tidak kekurangan sumber daya manusia berkualitas. Yang dibutuhkan adalah sistem yang menghargai profesionalisme, menjamin stabilitas, dan menempatkan kepentingan publik di atas kalkulasi politik. Jika tidak, kita akan terus menyaksikan mundurnya para profesional dan stagnasi pembangunan.(*)
POJOK
Demo di DPR ricuh
Wajar lah, rakyat diminta hemat, wakil rakyat tambah nikmat
Kadis Kesehatan Aceh dan Direktur RSUDZA mundur
Menjaga kesehatan mental lebih penting daripada jabatan, hehehe..
Belasan ASN terjaring razia di warkop
Maklum, isu mutasi pejabat sedang jadi pembahasan hangat
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.