Air Bah Terjang Brayeun

Sungai Brayeun Aceh Besar Mengamuk, Mengulang Kisah Eril di Swiss, Pelajaran Berharga saat Berwisata

Sungai Brayeun Aceh Besar kembali mengamuk, mari mengulang kisah Eril dan pelajaran berharga apa yang didapat saat berwisata.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBINEWS.COM/HARI MAHARDHIKA
Sungai Brayeun Aceh Besar kembali mengamuk, mari mengulang kisah Eril dan pelajaran berharga apa yang didapat saat berwisata. 

SERAMBINEWS.COM - Sungai Brayeun Aceh Besar kembali mengamuk, mari mengulang kisah Eril dan pelajaran berharga apa yang didapat saat berwisata.

Diketahui sebanyak lima santri terseret arus saat mandi di lokasi wisata Brayeun, Kecamatan Leupung, Aceh Besar, Kamis (25/8/2022).

Santri tersebut berasal dari Dayah Raudhatul Qur'an Al-aziziah yang berlokasi di Desa Lamsiteh, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar.

Rombongan santri tersebut berjumlah 30 orang. Mereka berangkat bersama pimpinan Dayah Raudhatul Qur'an Al-Aziziah, Tgk Salman.

Saat di lokasi kejadian, sebagian santri mandi di Bendung Brayeun. Tak lama kemudian hujan deras mengguyur kawasan itu.

"Akibat curah hujan yang cukup tinggi, tiba-tiba luapan air sungai langsung tinggi hingga menyeret sebagian santri yang sedang mandi di tempat tersebut," jelas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Aceh Besar, Ridwan Jamil.

Baca juga: Krueng Brayeun Telan Korban, Anggota DPRK Aceh Besar Minta Pemkab Ambil Langkah Antisipatif

Setelah tiga hari pencarian, satu orang dinyatakan selamat dan empat lainnya ditemukan meninggal dunia.

Korban terakhir ditemukan bernama Fakhrulrazi (20), santri asal Negeri Jiran, Malaysia.

Ia ditemukan di area Pantai Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar.

Sementara korban lainnya yakni Dazaratul Aulia (17) alamat Desa Rumoh Panjang, Kuala Batee, Aceh Barat Daya, M Reza Asri (18) asal Punge Banda Aceh, dan Ahmadal Hadi (17) asal Lam Hasan, Peukan Bada, Aceh Besar.

Adapun korban selamat bernama Saiful Amani (23), santri asal Kota Fajar, Aceh Selatan.

Baca juga: Pencarian Santri Korban Air Bah, Pj Bupati Aceh Besar Gelar Doa di Pemandian Brayeun 

Mirip dengan Kisah Eril

Sebelumnya, berita tentang tenggelamnya Emmeril Khan Mumtadz atau akrab disapa Eril sempat menghebohkan publik negeri ini.

Anak sulung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil itu terseret arus saat mandi di lokasi wisata sungai Aare, Swiss pada 26 Mei 2022 lalu.

Lebih mengejutkan lagi, belakangan diketahui ternyata Eril jago berenang hingga punya sertifikat diving (menyelam).

Ternyata masalahnya bukan soal jago berenang, tapi ada faktor lain berupa kondisi alam seperti debit air tiba-tiba meningkat dari hulu hingga kaki kram saat mandi karena kedinginan.

Mirip-mirip dengan Eril, kejadian di sungai Brayeun Aceh Besar ditengarai akibat meluapnya air secara tiba-tiba.

Hal ini menyebabkan peningkatan arus secara drastis, debit sungai meningkat serta menyeret siapa pun yang ada di dalam sana.

Alhasil, tempat-tempat wisata khususnya sungai selalu memakan korban setiap tahunnya.

Berbagai peristiwa duka tersebut, semestinya jadi pelajaran bagi wisatawan. Ada sesuatu yang dapat diambil dari sana.

Salah satunya tentang pengetahuan mitigasi saat berwisata, khususnya di area sungai.

Wisatawan semestinya paham ini walau sekadar dasar-dasarnya, supaya laka sungai dapat diminimalisir sekecil mungkin ke depan.

Baca juga: Santri asal Malaysia yang Hanyut di Pemandian Brayeun Ditemukan Mengapung di Area Pantai Lampuuk

Pelajaran yang Didapat

Pakar Pariwisata Universitas Airlangga (Unair), Novianto Edi Suharno menyebut, Indonesia harus punya standar mitigasi bencana di tempat wisata.

Ia mendorong pentingnya pemandu atau lifeguard pada tiap tempat wisata ekstrim di Indonesia untuk meminimalisir berbagai risiko kecelakaan tak terduga.

"Kalau di Indonesia, di pantai itu pasti ada beach guard-nya atau penyelamat. Selain itu, di kolam renang ada penjaga kolamnya," kata Novianto dikutip Serambinews.com dari situs resmi Unair, Minggu (28/8/2022).

"Ini yang bertugas untuk memberikan pertolongan pertama atau pun mengingatkan kepada pengunjung agar mematuhi atau mengikuti petunjuk-petunjuk yang ada. Terutama mencegah terjadinya kecelakaan atau musibah kepada wisatawan," tambahnya.

Wisatawan sendiri harus memahami protokol atau standar operasional prosedur (SOP), serta tanda-tanda bahaya yang menjadi peringatan dini untuk meminimalisir laka sungai.

Dirangkum Serambinews.com, berikut hal-hal yang perlu diketahui wisatawan sebelum mandi di sungai untuk meminimalisir korban ke depan.

Baca juga: Satu Lagi Korban Air Bah di Pemandian Brayeun Ditemukan Dalam Kondisi Meninggal Dunia

Wisatawan Paham Tanda-Tanda Bahaya

• Pantau Cuaca

Memantau cuaca melalui situs resmi seperti BMKG atau Weather di internet sangat penting untuk mengetahui apakah potensi terjadinya hujan di hulu sungai atau tidak.

Sebab bila terjadi hujan di hulu, besar kemungkinan meningkatkan debit air dan arus sungai.

Terutama sungai-sungai berjenis periodik yang ditandai kerap bertambahnya volume air di tempat tersebut secara tiba-tiba bila musim hujan.

Sungai seperti ini mudah diketahui dengan menanyakan langsung ke masyarakat sekitar, atau membaca berita di internet.

Bila di sungai tersebut kerap memakan korban setiap tahunnya karena luapan air saat musim hujan, artinya mari meningkatkan kewaspadaan saat berenang di sana.

Baca juga: FAKTA Petugas Kebersihan Pingsan Dianiaya Polisi, Keluarga Tuntut Keadilan dan Lapor ke Propam

• Juru Kunci Orang Lokal

Selain menempatkan orang berkapasitas di lokasi wisata untuk pertolongan pertama jika terjadinya laka sungai, perlu juga ketersedian orang lokal sebagai juru kunci yang paham medan di sana.

Sosok-sosok lokal dimaksud yakni mereka yang mengerti dan paham betul akan tanda-tanda bahaya di lokasi, seperti perkiraan akan terjadi luapan sungai dan sebagainya.

Orang lokal seperti ini perlu difasiltasi atau diadakan. Baik melalui kebijakan pemerintah atau diberikan insentif yang bersumber dari tiket masuk para wisatawan dan sebagainya.

Hal ini layaknya Mbah Maridjan di gunung Merapi, tempat-tempat wisata seperti sungai yang kerap memakan korban, perlu disediakan minimal satu orang lokal yang paham betul memantau medan di sana.

Sosok lokal dimaksud akan cepat memberikan peringatan dini karena paham tanda-tanda bahaya di sungai tersebut, misal pada cuaca tertentu atau musim tertentu ke wisatawan.

Ia nantinya memantau langsung di lokasi setiap hari.

Ini penting, karena bila tidak dilakukan, maka laka sungai akan terus terjadi dan sulit diminimalisir ke depan.

Baca juga: Piala Dunia 2022: Rekor 12 Gol dalam Satu Laga Piala Dunia Ciptakan Sejarah

 • Sungai yang Dikelola

Bagi wisatawan, memang ada baiknya berkunjung ke tempat wisata yang jelas-jelas ada pengelola atau pemiliknya, baik itu dikelola oleh pihak swasta maupun pemerintah daerah.

Hal ini memudahkan mitigasi dalam segala hal, baik itu memberikan peringatan dini sebelum terjadi laka sungai, hingga memberikan pertolongan pertama nantinya.

Sungai yang dikelola pihak tertentu (swasta/pemerintah) biasanya memiliki operator yang siap sedia dan SOP yang lebih rapi.

Kemudian mengenai fasilitas dan pengamanan, sungai yang dikelola pihak tertentu untuk tempat wisata cenderung lebih lengkap di sana.

Dengan demikian, berwisata benar-benar memberikan kebahagiaan dan keamanan yang maksimal, bukan malah berbuah duka terlepas dari takdir yang memang ditentukan Allah Swt.

Walau takdir punya Yang Maha Kuasa, tapi pengunjung wajib berusaha mengupayakan keamanan dan keselamatan saat berwisata. 

Sungai Brayeun Aceh Besar mengamuk, mengulang kembali kisah Eril dan pelajaran berharga saat berwisata. 

Brayeun jangan lagi memakan korban, peningkatan pengetahuan dalam berwisata perlu dilakukan segera. Semoga!

(Serambinews.com/Sara Masroni, Indra Wijaya)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved