Dugaan Korupsi Dana Desa
Hebat! Kejari Subulussalam Gencar Ungkap Kasus Korupsi Dalam 4 Tahun, Ini Deretan Perkaranya
Buktinya, dalam empat tahun keberadaan Kejari Subulussalam sudah mampu mengungkap lima kasus korupsi di Kota Sada Kata tersebut.
Penulis: Khalidin | Editor: Mursal Ismail
Buktinya, dalam empat tahun keberadaan Kejari Subulussalam sudah mampu mengungkap lima kasus korupsi di Kota Sada Kata tersebut.
Laporan Khalidin I Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM – Kejaksaan Negeri atau Kejari Subulussalam menunjukan komitmennya dalam penegakan hukum dan pemberantasan kasus korupsi di daerah ini.
Buktinya, dalam empat tahun keberadaan Kejari Subulussalam sudah mampu mengungkap lima kasus korupsi di Kota Sada Kata tersebut.
Kasus korupsi yang terkini diungkap yakni dugaan penyalahgunaan dana desa Kuta Tengah, Kecamatan Penanggalan, Kota Subulussalam tahun anggaran 2019 dan 2020.
Dalam kasus ini, dengan nilai kerugian negara Penyidik Kejaksaan Negeri Subulussalam langsung menahan mantan Pj Kepala Desa Kuta Tengah, Kecamatan Penanggalan berinsial T yang menjadi tersangka korupsi dana desa setempat.
Penahanan tersangka T ini dilakukan pascapenetapannya menjadi tersangka oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri Subulussalam, Kamis (22/9/2022).
Baca juga: Korupsi Dana Desa, Mantan Keuchik Diamankan Kejaksaan Aceh Jaya, Kerugian Negara Rp 382 Juta
Kajari Subulussalam Mayhardy Indra Putra, SH MH melalui Kasi Intel Delfiandi SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com mengatakan tersangka ditahan hingga 20 hari ke depan.
“Benar, tim penyidik baru saja menetapkan satu tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana desa dan langsung ditahan mulai hari ini hingga 20 hari ke depan,” ujar Delfiandi
Delfiandi menjelaskan jika dugaan korupsi penyalahgunaan dana desa tersebut terjadi pada dua mata anggaran yakni 2019 dan 2020.
Dalam hal ini, penyidik sudah memeriksa 12 saksi hingga akhirnya disimpulkan adanya bukti kuat penyalahgunaan dana desa oleh tersangka T.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, penyidik pun memeriksa T. Dia diperiksa dengan didampingi penasehat hukum (PH) di ruang penyidik Kejaksaan Negeri Subulussalam.
Dikatakan, T selaku Pj Kepala Desa Kuta Tengah periode 2019-2020 ditetapkan sebagai tersangka sekitar pukul 13.30 WIB setelah melalui proses penyelidikan hingga penyidikan beberapa waktu lalu.
Baca juga: Korupsi Dana Desa, Mantan Keuchik Diamankan Kejari Aceh Jaya, Ini Jumlah Kerugian Negara
Tersangka diduga melakukan Tindak Pidana Korupsi Penyelewengan Dana Desa, Kampong Kuta Tengah kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Tahun Anggaran 2019 dan Tahun 2020.
Delfiandi menambahkan atas kasus ini pihaknya sudah memeriksa sejumlah saksi hingga disimpulkan adanya kerugian negara.
Penyidik juga meminta hasil perhitungan Kerugian Negara (PKN) dari Inspektorat Kota Subulussalam.
Berdasarkan PKN Inspektorat ditemukan kerugian negara yang ditimbulkan oleh tersangka sebesar Rp. 284.625.083.
Pada kasus ini tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 ayat (1) Huruf a dan b , ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Terbukti Korupsi Dana Desa, Mantan Keuchik Pulau Bunta Aceh Besar Divonis Empat Tahun Penjara
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18ayat (1) Huruf a dan b , ayat (2) dan (3)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
Berdasarkan catatan Serambinews.com, Kejaksaan Negeri Subulussalam selama ini memang dikenal getol dalam hal pemberantasan korupsi di Kota Sada Kata itu.
Bahkan semenjak kepemimpinan Mayhardy Indra Putra aksi pengawasan hingga penindakan terhadap penyalahgunaan keuangan negara di kota hasil pemekaran dari Aceh Singkil tahun 2007 tersebut semakin gencar.
Sudah beberapa kasus korupsi yang disikat dan digiring hingga ke meja hijau. Malahan, kasus korupsi besar yakni proyek revitalisasi pasar tradisional Kota Subulussalam yang sempat mangkrak dua bulan lalu kembali difollow up hingga ke persidangan.
Atas hal itu sejumlah pihak di Kota Subulussalam memberikan apresiasi kepada Kejaksaan Negeri Subulussalam yang dinilai solid dan komit dalam pemberantasan korupsi.
Sebelumnya, tiga bulan lalu Kejaksaan Negeri Subulussalam juga mengungkap kasus korupsi besar dan menetapkan dua tersangka.
Dia adalah Mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Subulussalam berinisial TAA dan seorang rekanan berinisial MI yang ditetapkan sebagai tersangkan kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek revitalisasi pasar Modern Subulussalam.
Kepala Kejaksaan Negeri Subulsusalam Mayhardy Indra Putra SH, MH melalui Kasi Pidana Khusus Renaldho Ramadhan, SH, MH dalam konferensi pers yang digelar, Senin (20/6/2022) di Kantor Kejari Subulussalam.
Renaldho Ramadhan menjelaskan, proyek tersebut bernama pembangunan pusat kegiatan revitalisasi pasar tradisional dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Proyek yang dikerjakan dalam dua mata anggaran masing-masing tahun 2015 dan 2016 dengan pagu anggaran Rp. 13.845.000.000 dan Rp 16.946.222.000 atau total Rp 30.791.222.000.
Dikatakan, proyek tersebut berada di Dinas Prindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Subulussalam.
Tersangka TAA merupakan Kepala Dinas Prindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Subullussalam.
Sedangkan MI bertindak sebagai kuasa direktur perusahaan penyedia jasa alias rekanan proyek pasar modern Subulussalam.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka, 23 Maret 2022. MI selaku kuasa direktur PT Tangga Batu Jaya Abadi dan PT Fida Teknik Pratama.
Sementara TAA selaku Kadis Perindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM sekaligus kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen ditetapkan.
Kasi Pidsus Kejari Subulussalam Renaldho Ramadhan mengatakan berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, kasus proyek pasar dengan pagu anggaran total Rp 30 miliar lebih itu telah merugikan negara sebesar Rp 4,8 miliar lebih.
Tahap pertama, proyek pasar modern Subulussalam dikerjakan PT Tangga Batu Jaya Abadi dan direktur perusahaan dikuasakan kepada MI.
Lalu pada tahun 2016, kembali dianggarkan dana tambahan untuk pekerjaan pasar modern senilai Rp 16 miliar lebih dan pekerjaan dilaksanakan PT Fida Teknik Pratama dan direkturnya juga dikuasakan kepada MI.
Renaldho menambahkan, kasus tersebut mulai bergulir pada tahu 2018 lalu. Meski proyek itu telah rampung namun muncul laporan dugaan penyimpangan sehingga pihak kejaksaan melakukan penyelidikan.
Surat perintah penyidikan diterbitkan dengan nomor 01/N.1.32/Fd.2/08/2018 tanggal 20 Agustus 2018.
Lalu setelah melalui proses panjang akhirnya penyidik Kejaksaan Negeri Subulussalam menetapkan dua tersangka masing-masing TAA dan MI.
Sejauh ini, kejaksaan Subulussalam belum dapat memastikan apakah aka nada tersangka baru dalam kasus proyek tersebut.
Renaldho Ramadhan mengatakan berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, kasus proyek pasar dengan pagu anggaran total Rp 30 miliar lebih itu telah merugikan negara sebesar Rp 4,8 miliar lebih.
Dalam kasus ini, penyidik menjerat kedua tersangka primair dengan pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara subsidiair pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a,b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Renaldho Ramadhan menjelaskan, proyek tersebut bernama pembangunan pusat kegiatan revitalisasi pasar tradisional dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Proyek yang dikerjakan dalam dua mata anggaran masing-masing tahun 2015 dan 2016 dengan pagu anggaran Rp. 13.845.000.000 dan Rp 16.946.222.000 atau total Rp 30.791.222.000.
Dikatakan, proyek tersebut berada di Dinas Prindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM Kota Subulussalam.
Renaldho Ramadhan mengaku kedua tersangka tidak ditahan. Hal ini karena kasus dan tersangka telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor. Penahanan tersangka menurut Renaldho menjadi kewenangan pengadilan.
“Apakah aka nada tersangka baru atau tambahan, itu tergantung perkembangan persidangan. Tapi sampai sekarang ini ada dua tersangka yang sudah ditetapkan dan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor,” terang Kasi Pidsus Renaldho.
Ditambahkan, ada 20-an saksi yang diperiksa dalam kasus proyek pasar modern. Sementara dalam persidangan akan ditangani lima Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Proyek pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Subulussaam Dana Alokasi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2019.
Sebelumnya, setahun terbentuk Kejari Subulussalam juga menahan tiga tersangka kasus tindak pidana korupsi di kota hasil pemekaran dari Aceh Singkil itu.
Adalah mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) berinisial A, menjadi tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pagar Rumah Sakit Umum (RSUD) setempat, Selasa (18/6/2019).
Selain mantan Kadiskes, Kejaksaan juga menahan tiga tersangka lannya masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), konsultan pengawas dan rekanan dalam proyek senilai Rp 826 juta tersebut.
Tak hanya itu, Kejaksaan Negeri Subulussalam juga menunjukan taringnya dalam pengusutan kasus korupsi di daerah ini.
Dua Aparatur Negara Sipil (ASN) di Kota Subulussalam, Selasa (4/8/2020) sore tadi ditahan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Penahanan kedua ASN yang salah satunya merupakan mantan sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) ini menunjukan keseriusan lembaga adhyaksa dalam pemberantasan korupsi di Kota Sada Kata itu.
Tiga orang yang ditetapkan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR dan Dar alias A.
Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.
Pun demikian tersangka SR dari BPKD. Sementara Dar alias A merupakan pihak swasta dan merupakan rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.
Kini, setelah berlangsung sembilan bulan perkara korupsi di DPUPR Kota Subulussalam ditangani, Kejaksaan Subulussalam menahan semua tersangkanya.
Dua tersangka yang ditahan tadi sore adalah SH dan SR. SH merupakan mantan Sekretaris BPKD Kota Subulussalam. Sementara SR staf di BPKD.
Dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek RS-RLTH di Dinas Sosial Kota Subulussalam, penyidik Kejaksaan Subulussalam menetapkan dua tersangka.
Kedua tersangka masing-masing bernisial S, mantan Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam serta seorang konsultan berinisial DEP.
Kajari Subulussalam Mayhardy mengatakan akibat korupsi ini terjadi kerugian keuangan negara mencapai Rp Rp 375.000.000. Jumlah tersebut berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh Inspektorat Kota Subulussalam.
Adapun modus penyimpangan tersebut dilakukan dengan cara membebankan pembuatan gambar dan RAB serta biaya pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama serta pertanggungjawaban kedua kepada para penerima bantuan.
Dijelaskan, tersangka berinisial S meminta tersangka DEP yang merupakan konsultan membuat rencana anggaran biaya (RAB) dan gambar 168 rumah baru (relokasi).
Kemudian dia juga meminta membuat RAB untuk 82 unit rehabilitasi rumah dengan mencantumkan biaya administrasi terdiri, pembuatan RAB dan gambar sebesar Rp 500.000.
Kemudian pembuatan laporan pertanggungjawaban pertama sebesar Rp 500.000 lalu untuk pembuatan pertanggungjawaban kedua dipatok sebesar Rp 500.000.
Biaya pembuatan gambar, serta LPJ pertama dan kedua tersebut dibebankan kepada masing-masing penerima bantuan. Total uang yang ditarik dari penerima masing-masing sebesar Rp 1,5 juta.
Padahal, lanjut Kajari Mayhardy, berdasarkan peraturan Wali Kota Subulussalam Nomor 32 tahun 2019 tentang petunjuk pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Subulussaam tahun anggaran 2019, kewajiban untuk membuat RAB adalah kewajiban kelompok dibantu petugas pendamping.
Selain itu RAB yang disusun tersangka DEP juga dinyatakan bertentangan dengan format RAB yang ditetapkan dalam Perwal Nomor 32 tahun 2019. Dalam perwal itu tidak menyebutkan adanya biaya administrasi dalam RAB.
Atas kasus ini lah, penyidik menyimpulkan berdasarkan dua alat bukti menetapkan S mantan Kepala Dinas Sosial dan DEP selaku konsultan sebagai tersangka kasus proyek RS-RTLH Kota Subulussalam.
Dijelaskan, proyek RTLH bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (Doka) tahun 2019 senilai Rp 4,8 miliar.
Dana sebesar itu diperuntukan terhadap 250 masyarakat penerima manfaat yang terbagi 15 kelompok Rumah Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH).
Masing-masing penerima bantuan mendapat Rp 19.350.000 sesuai Surat Keputusan Wali Kota Subulussalam Nomor 188.45/184/2019 tanggal 9 September 2019.
Namun, dalam perjalanan proyek tersebut dikabarkan menuai masalah yakni terjadi dugaan tindak pidana korupsi dengan modus pembuatan gambar dan Laporan pertanggungjawaban pertama serta kedua.
Sehingga setiap penerima manfaat yang sejatinya menerima uang sebesar Rp 19.350.000 menjadi berkurang masing-masing Rp 1,5 juta.
Kasus ini pun diselidiki pijak Kejaksaan Negeri Subulussalam dan akhirnya ditingkatkan ke penyidikan.
Dalam penyidakan tersebut ditemukan dugaan tindak pidana korupsi dan berdasarkan hasil audit Inspektorat Kota Subulussalam terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 375 juta.
Tahun 2019, Tahan 4 Tersangka Kasus Pagar RSUD Subulussalam
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam resmi menahan mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) A yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pagar Rumah Sakit Umum (RSUD) setempat.
Mantan Kadiskes ini ditahan bersama tiga tersangka lannya masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), konsultan pengawas dan rekanan dalam proyek senilai Rp 826 juta tersebut, Selasa (18/6/2019).
Selain A, jaksa juga menahan tiga tersangka lain masing-masing Ir selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), ESL selaku rekanan dan Sud konsultan pengawas.
Mereka ditahan setelah penyidik menyerahkan berkas ke jaksa penuntut umum. Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, MHD Alinafiah Saragih S.H kepada Serambi di ruang kerjanya membenarkan penahanan pejabat Subulussalam bersama rekanan dan konsultan pengawas. Kasus ini, kata Kajari Alinafiah merupakan rentetan hasil penyidikan terkait proyek 2015 lalu.
Pantauan Serambinews.com, mantan Kadinkes Subulussalam ini digelandang dengan bus tahanan dari kantor Kejaksaan Negeri Subulussalam sekitar pukul 16.13 WIB.
Mereka digelandang sebagai tahanan ke Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Tapaktuan atau Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Singkil di Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Kabupaten Aceh Singkil.
Kepala Kejaksaan Negeri Subulussalam, MHD Alinafiah Saragih S.H melalui Kasi Pidsus Ika Liusnardo SH didampingi Kasi Intel Irfan Hasyri mengatakan para tersangka rencananya akan ditahan langsung hingga 20 hari ke depan.
Menurut Kasi Pidsus Ika Liusnardo, kasus ini merupakan rangkaian hasil penyidikan atas perkara yang terjadi tahun 2015 lalu.
Dikatakan, kasus tersebut terkait proyek pembangunan pagar RSUD Subulussalam anggaran otonomi khusus.
Dikatakan, A yang kini Kepala Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Subulussalam ditetapkan sebagai tersangka karena berdasarkan hasil penyidikan dianggap ikut terlibat dalam kasus tersebuit. kasus ini sendiri terjadi ketika A menjabat sebagai Dinas Kesehatan Kota Subulussalam.
Ika Liusnardo menambahkan, dalam kasus proyek senilai Rp 826 juta ini terdapat kerugian negara sebesar Rp 193 juta.
Keempat tersangka adalah mantan Kepala Dinas Kesehatan berinisial A, I, ES dan S "Iya, ini kasus proyek tahun 2015 dan ada kerugian negara Rp 199 juta, tersangkanya ada empat orang, kepala dinas, PPTK, rekanan, Konsultan pengawas," kata Kasi Pidsus Ika Liusnardo.
Tahun 2020, Tahan 3 Tersangka kasus Proyek Fiktif Anggaran 2019
Selanjutnya, pada 2020 lalu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam telah resmi menahan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan lima proyek fiktif tahun 2019 di daerah ini.
Penahanan terkini dilakukan terhadap dua tersangka disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Subulussalam, Mhd Alinafiah Saragih, SH dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com Selasa (4/8/2020).
Sebelumnya, kejaksaan juga menahan tersangka Dar alias A. Sehingga sekarang sudah tiga atau semua tersangka ditahan di Rutan Kelas IIB Singkil.
Ketiga orang tersangka yang ditahan kejaksaan sebagai tersangka dalam kasus proyek fiktif senilainya Rp 795 juta ini masing-masing SH, SR dan Dar alias A.
Tersangka SH merupakan mantan pejabat di Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dengan jabatan terakhir sebagai sekretaris.
Pun demikian tersangka SR berstatus ASN di BPKD sebagai staf pelaksana akuntansi. Sementara Dar alias A merupakan pihak swasta disebut-sebut sebagai rekanan dalam kasus proyek fiktif ini.
Penahanan kedua ASN yang salah satunya merupakan mantan sekretaris Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) ini menunjukan keseriusan lembaga adhyaksa dalam pemberantasan korupsi di Kota Sada Kata itu.
Terbukti, dalam kurun waktu tiga bulan Kejaksaan Subulussalam telah meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan meski belum ada tersangkanya waktu itu.
Selanjutnya, kejaksaan menetapkan tiga tersangka dalam kasus proyek fiktif di kota yang mekar 2 Januari 2007 tersebut.
Penetapan tersangka dilakukan sekitar tujuh bulan perjalanan kasus proyek fiktif DPUPR Subulussalam.
Kini, setelah berlangsung sembilan bulan perkara korupsi di DPUPR Kota Subulussalam ditangani, Kejaksaan Subulussalam menahan semua tersangkanya.
Dua tersangka yang ditahan tadi sore adalah SH dan SR. SH merupakan mantan Sekretaris BPKD Kota Subulussalam. Sementara SR staf di BPKD.
“Jadi, sore ini Kejaksaan Negeri Subulussalam resmi menahan dua tersangka kasus korupsi proyek fiktif di DPUPR Kota Subulussalam,” kata Kajari Subulussalam Mhd Alinafiah Saragih dalam keterangan persnya kepada Serambinews.com.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Subulussalam juga melakukan penahanan terhadap Dar alias A Minggu (31/5/2020) pagi lalu.
A merupakan rekanan kasus proyek fiktif di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) setempat.
Tersangka A yang ditangkap kejaksaan Minggu (31/5/2020) pagi tadi akan ditahan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Singkil, Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara, Aceh Singkil
Menurut Kajari Alinafiah, penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil perkembangan penyidikan dan hasil ekspose 18 Maret.
Ini diperkuat data-data yang diminta serta keterangan saksi-saksi berikutnya. “Sehingga sudah diperoleh bukti yang cukup untuk menentukan tersangka.
Sehingga hari ini ditetapkan tersangka dalam perkara tersebut tiga orang sementara ini,” kata Alinafiah
Berdasarkan catatan Serambinews.com, terkuak modus operandi permainan proyek fiktif di Subulussalam.
Sebagaimana dikatakan Kajari Analinafiah melalui Kasi Pidsus Ika Liusnardo Sitepu terkait modus operandi permainan proyek fiktig yang menjerat tiga tersangka.
Dikatakan, tersangka Dar alias A selaku rekanan memberikan catatan kepada SR berisi paket proyek untuk di masukan ke dalam Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA).
Nah, SR tanpa kewenangan menyanggupi permintaan D alias A mengentri paket proyek tersebut ke simda.
SR, lanjut Ika Liusnardo bisa masuk ke SIMDA setelah mendapatkan kunci berupa user id dan password dari tersangka SH selaku admin. Padahal di SR kapasitasnya hanya sebagai pengelola jaringan di SIMDA.
Ika Liusnardo yang didampingi Idam Kholid Daulay Kasi barang bukti dan barang rampasan Kejari Subulussalam SR dapat masuk ke SIMDA karena adanya izin atau pemberian user id dan password dari SH.
Sehingga SR dapat mengentri penambahan anggaran berupa lima paket proyek berdasarkan catatan tersangka A yang sebenarnya illegal.
”Berawal dari tahap menambah anggaran illegal. Tersangka DA membuat lima paket anggaran dengan catatan tulisan tangan.
Dikasih ke SR. Sebenarnya SR tidak bisa masuk ke Simda karena harus ada kunci. Nah, kuncinya dikasih sama SH selaku admin sehinga SR bisa mengakses Simda,” beber Ika Liusnardo
Selain itu, setelah surat perintah membayar (SPM) dan SPD sudah ada tandatangannya. Maka dicetak A dengan menggunakan fasilitas SR.
Padahal SR tidak berwenang karena penguji Dinas PUPR bukan dia tapi orang lain. Namun atas permintaan tersangka A dan perintah admin SH yang kala itu sekretaris di BPKD maka SR melakukan tanpa kewenangan.
“Sebingga dientri SP2D dan dicetak. SR mencetak Surat Penyediaan Dana (SPD) hingga Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) hingga uang berhasil masuk ke rekening CV AA milik A,” papar Ika Liusnardo
Lebih jauh dijelaskan, dalam kasus ini sebenarnya terjadi dua kali fiktif yakni proses penganggaran dan pelaksanaan.
Sebab, anggaran masuk secara illegal. Pun demikian pelaksanaan setelah dicroscek ke titik yang disebut lokasi kelima paket proyek pekerjaan ternyata tidak ada.
Terhadap kasus ini, lanjut Ika Liusnardo terjadi kolaborsi dalam permainan lima paket proyek fiktif mulai admin simda. (*)