AHY Siap Pecat Lukas Enembe Jika Terbukti Terima Gratifikasi, KPK Lakukan Pemanggilan Kedua

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menduga, kasus yang menjerat Ketua DPD Partai Demokrat Papua itu tercampur muatan politik.

Tribun-Papua.com/Calvin Erari
Gubernur Papua Lukas Enembe 

 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan, bakal menunjuk Ketua DPD Demokrat Provinsi Papua yang baru jika Lukas Enembe terbukti bersalah melakukan tindak pidana gratifikasi.

Hal itu kata dia tertuang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat Pasal 42 ayat 6.

"Jika terbukti bersalah, sesuai dengan pakta integritas yang telah ditandatangani, maka kami akan mengangkat ketua (DPD Papua, red) definitif," ucap AHY saat konferensi pers di Kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022).

Penetapan tersebut kata AHY juga akan ditempuh melalui mekanisme musyawarah daerah (Musda) luar biasa.Kendati demikian, jika memang Lukas Enembe tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dalam hal ini korupsi, maka Partai Demokrat akan mengangkat kembali yang bersangkutan sebagai Ketua DPD Papua.

"Partai Demokrat sangat menghormati dan memegang teguh the rule of law termasuk mentaati asas praduga tak bersalah," kata dia.

"Untuk itu, apabila di kemudian hari, pak Lukas enembe tidak terbukti bersalah, yang bersangkutan dapat diangkat kembali pada jabatannya," sambung AHY.

Seperti diketahui, saat ini Partai Demokrat telah menonaktifkan Lukas Enembe sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua. Hal itu ditetapkan agar Lukas Enembe bisa fokus pada penanganan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua itu.

Baca juga: Abrasi Meluas di Rheum Baroh Bireuen, Kios dan Tambak Terancam Amblas

Baca juga: Australia Minta Junta Militer Myanmar Bebaskan Warga Negaranya

Baca juga: Pengadilan Myanmar Tambah Tiga Tahun Hukuman Penjara Suu Kyi Bersama Warga Australia

AHY menunjuk Willem Wandik sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD Demokrat Papua.

AHY menegaskan penunjukan Wilem sesuai dengan anggaran dasar (AD) Partai Demokrat pada Pasal 42 ayat 5.

"Mengingat Pak Lukas berhalangan untuk melaksanakan tugasnya, atau non-aktif, maka, kami menunjuk Saudara Willem Wandik sebagai Plt Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua," kata AHY.

AHY berharap Wilem mampu melaksanakan tugasnya sebagai Plt Ketua DPD Demokrat Papua dengan baik."Dengan kapasitas dan integritas yang dimiliki, saya berharap saudara Willem Wandik dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya," ujarnya.

Partai Demokrat juga menyatakan bersedia untuk memberikan bantuan hukum untuk Gubernur Papua Lukas Enembe setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Bantuan hukum itu akan diberikan jika diperlukan oleh Lukas Enembe.


"Sebagaimana yang menjadi ketentuan dalam organisasi, Partai Demokrat tetap akan menyiapkan tim bantuan hukum jika dibutuhkan. Hal ini berlaku sama untuk seluruh kader Demokrat yang terkena kasus hukum," kata AHY.

Lebih lanjut, Partai Demokrat juga kata AHY, menegaskan bakal menghormati jalannya proses hukum terhadap kadernya tersebut. Serta, meyakini tidak melakukan intervensi terhadap proses hukum yang berjalan nantinya.

"Partai Demokrat tidak akan pernah melakukan intervensi terhadap proses hukum dalam bentuk apapun," ucap AHY.

Kendati demikian, AHY berharap agar proses hukum yang menjerat kadernya tersebut bisa ditegakkan secara adil. Sebab, pihaknya menduga penetapan tersangka terhadap Lukas Enembe ini tercampur muatan politik.

"Kami hanya bermohon agar hukum ditegakkan secara adil. Jangan ada politisasi dalam prosesnya. Juga mari kita hindari, trial by the press," tukas dia.

Partai Demokrat menyatakan telah menjalin komunikasi dengan kadernya yakni Lukas Enembe setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Usai Mendekam Tujuh Tahun Penjara, Pengadilan Pakistan Bebaskan Putri Mantan PM Nawaz Sharif

Baca juga: ICW Desak KPK Jemput Paksa hingga Tahan Gubernur Papua Lukas Enembe

Baca juga: Tersangka Korupsi Lukas Enembe Minta Izin Berobat Keluar demi Nyawa, Pengacara Ancam Papua Memanas

Setelah melakukan komunikasi tersebut, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menduga kalau kasus yang menjerat Ketua DPD Partai Demokrat Papua itu tercampur muatan politik.

"Setelah mendengarkan penjelasan beliau tersebut serta membaca pengalaman empirik pada 5 tahun terakhir ini, kami melakukan penelaahan secara cermat, apakah dugaan kasus pak Lukas ini murni soal hukum atau ada pula muatan politiknya," kata AHY.

Dugaan itu muncul kata AHY, karena didasari atas pengalaman Partai Demokrat yang kerap menangani kasus Lukas Enembe.

Salah satunya pada 2017, kata AHY saat ini Partai Demokrat pernah memberikan pembelaan terhadap Lukas Enembe ketika ada intervensi dari elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal calon Wakil Gubernur Papua dalam Pilkada 2018.

Diketahuinya, Lukas Enembe juga menjabat sebagai Gubernur Papua, dengan intervensi itu kata AHY, maka akan menempatkan satu orang Calon Wakil Gubenur Papua yang diminta oleh elemen negara.

"Soal penentuan calon Gubernur dan calon Wagub Papua dalam Pilkada papua, tentu sepenuhnya merupakan kewenangan Partai Demokrat, apalagi waktu itu Partai Demokrat bisa mengusung sendiri calon-calonnya," kata AHY.

Selanjutnya, pada tanggal 12 Agustus 2022, Lukas Enembe kata AHY dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Unsur yang dilanggar pada pasal tersebut adalah adanya unsur perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang serta adanya unsur kerugian negara.

Akan tetapi, perihal kasus dengan KPK saat ini yang ditetapkan pada September 2022, dugaan adanya muatan politik itu muncul atas penetapan tersangka terhadap Lukas Enembe yang terkesan instan.Sebab kata AHY, penetapan tersangka terhadap Lukas Enembe tidak didasari adanya pemeriksaan terlebih dahulu oleh KPK.

"Akan tetapi pada tanggal 5 September 2022, tanpa pemeriksaan sebelumnya, pak Lukas langsung ditetapkan sebagai tersangka. Beliau dijerat dengan pasal baru, yakni pasal 11 atau 12 UU Tipikor tentang delik gratifikasi," kata dia.

Atas penetapan tersangka yang diduga tanpa didasari oleh pemeriksaan itu maka Partai Demokrat melalui AHY mempertanyakan apakah kasus Lukas Enembe murni soal hukum atau ada muatan politiknya. Kendati demikian putra sulung presiden keenam SBY tersebut meminta kepada para kader Partai Demokrat Provinsi Papua untuk menjaga ketenangan.

Hal itu didasari, karena pada beberapa waktu lalu saat KPK berupaya untuk melakukan pemeriksaan terhadap Lukas Enembe, masyarakat di Papua melakukan penjagaan di Mako Brimob Papua. "Sama-sama kita jaga situasi kondusif di tanah Papua yang kita cintai," kata AHY.

Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Tersangka OTT KPK, KY: Bila Terbukti, Sanksi Pemberhentian Tidak Hormat

Panggilan Kedua

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan segera mengirimkan surat panggilan kedua bagi Gubernur Papua Lukas Enembe. Diketahui, KPK sebelumnya telah memanggil Lukas Enembe pada 26 September 2022, tapi ia mangkir dengan alasan sakit.

"Sejauh ini kami akan segera kirimkan kembali surat panggilan kedua sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Hanya saja, Ali belum bisa mengungkap lebih jauh jadwal pemanggilan Lukas Enembe. Ali sebatas menekankan agar Lukas Enembe bersikap kooperatif di pemanggilan kedua nantinya.

"Kami berharap kesempatan kedua bagi tersangka ini, nantinya dapat kooperatif hadir memenuhi panggilan," ujarnya. Di sisi lain, terkait permohonan berobat ke Singapura yang dilayangkan pihak Lukas Enembe, KPK menginginkan Lukas terlebih dulu datang ke Gedung Merah Putih KPK Jakarta.

Supaya nantinya KPK bisa menilai apakah Lukas Enembe bisa berobat ke Singapura. Penilaian ini, kata Ali, akan melibatkan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). "Untuk objektifitas, kami lakukan assesment langsung oleh tim dokter independent dari PB IDI. Bila dokter pribadi tersangka ikut dalam tim, juga kami persilakan," katanya.


KPK menjerat Lukas Enembe dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua. Hanya saja, KPK sendiri belum mengumumkan secara resmi soal status tersangka Lukas Enembe.

Namun diduga, Lukas menerima gratifikasi senilai Rp1 miliar. Lukas Enembe memang tengah jadi sorotan. Selain soal gratifikasi Rp1 miliar, transaksi keuangannya juga memantik pembicaraan publik.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menemukan sejumlah transaksi mencurigakan dari rekening Lukas Enembe. Dari pembelian perhiasan mahal hingga setoran ke kasino mencapai Rp560 miliar.

Kasus Lukas ini pun diduga masih akan dikembangkan terkait dugaan pencucian uang hingga merembet ke dana operasional PON XX 2020 di Papua. Kendati demikian, pihak kuasa hukum Lukas menyangkal kasus-kasus tersebut. Termasuk memprotes penetapan tersangka oleh KPK.

Sementara itu, apabila keberatan atau merasa janggal atas penetapan tersangka pihak Lukas juga bisa mengajukan gugatan pra peradilan.

"Silakan saja pihak Lukas Enembe mengajukan praperdilan, nanti hakim yang akan menilai," ujar Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman.

Boyamin menilai kasus Gubernur Papua Lukas Enembe murni pelanggaran hukum. Karena itu proses hukumnya harus segera diselesaikan.

"Proses hukum ini harus segera diselesaikan, karena sudah sesuai prosedur, ada bukti, ada pemeriksaan saksi," kata Boyamin.(Tribun Network/fer/riz/ham/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved