Potensi Konflik, TP4 Rumah Ibadah di Aceh Singkil Perlu Dilanjutkan

TP4 rumah ibadah di Aceh Singkil perlu dilanjutkan sebagai deteksi dini dan penyelesaian segala potensi konflik.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
SERAMBI FM/ARDI
TP4 rumah ibadah di Aceh Singkil perlu dilanjutkan sebagai deteksi dini dan penyelesaian segala potensi konflik. 

SERAMBINEWS.COM - Beberapa tahun silam di Kabupaten Aceh Singkil pernah terjadi bentrokan mengenai keberadaan rumah ibadah.

Konflik rumah ibadah ini berpotensi terjadinya konflik horizontal antar warga setempat. Diperlukan deteksi dini dan penyelesaian segala potensi konflik secara holistik.

Gubernur telah berupaya mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 451.2 Tahun 2020 tentang Tim Pembinaan, Pengawasan, Penanganan dan Perselisihan (TP4) Tempat Ibadah di Aceh Singkil.

Namun Keputusan Gubernur tersebut telah berakhir sejak tahun 2021 lalu. Dan di sisi lain, beberapa persoalan masalah terkait tempat ibadah di Aceh Singkil belum berakhir secara defacto maupun dejure.

 

 

Analis Ahli Muda Kesbangpol Aceh, Surya Edi Rahman mengatakan, dari sudut aspek regulasi memang ada ketentuan, terlebih Aceh daerah khusus dan istimewa.

Aceh punya turunan dari Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA), salah satunya berpedoman pada Qanun Nomor 4 tahun 2016.

Sebagai wujud representasi pemerintah pusat, Gubernur Aceh telah melakukan berbagai upaya.

Salah satunya membentuk TP4, terdiri dari berbagai instansi baik vertikal maupun berbagai SKPA.

"Salah satu intinya adalah ingin menegaskan hadirnya negara terkait dengan jaminan konstitusi yang mewajibkan umat beribadah sesuai kepercayaannya," Surya dalam Serambi Podcast bersama Hurriah Foundation bertajuk 'Perlunya Kelanjutan TP4 Hadir di Aceh Singkil' pada Rabu (28/9/2022).

Serambi Podcast ini dipandu oleh host Tieya Andalusia dan disiarkan langsung di Radio Serambi FM Banda Aceh, YouTube Serambi on Tv dan Streaming di www.serambifm.com dan live diseluruh fanpage Facebook Serambi Grup.

Baca juga: Singkil Menuju Kota Adipura, Marthunis Minta Asrikan Semua Kantor

Analis Ahli Muda Kesbangpol Aceh mengungkapkan, hal ini sebagai semangat dasar dibentuknya TP4 tempat ibadah di Kabupaten Aceh Singkil.

Melihat dinamika di lapangan, lanjutnya, TP4 harus dilanjutkan kembali apapun itu namanya ke depan.

“Yang harus dikedepankan di kemudian hari, perbanyak dialog. Barangkali akan melahirkan sebuah gagasan yang artinya win-win solution akan tercapai," ujar Surya.

Sementara Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh, Hasan Basri M Nur menyebutkan, data hingga tahun 2020 lalu, sebanyak 14.200 orang lebih penduduk Kristen di Aceh Singkil.

Kemudian penduduk beragama Katolik sebanyak 1.200 orang dan kalau digabung dengan Kristen total 11 persen, sementara selebihnya yakni umat Islam menjadi mayoritas di sana.

Pada 1979 disepakati untuk dilegalkan berdiri satu Gereja yakni di Desa Kuta Kerangan, Aceh Singkil.

Baca juga: Pastikan Layanan Publik Maksimal, Pj Bupati Aceh Singkil Sidak ke Disdukcakpil 

Seiring pertumbuhan umat Kristen, terjadi kesepakatan boleh berdiri satu Gereja dan empat Undung-Undung atau tempat ibadah berukuran kecil, serta tidak ada simbol agama di luarnya.

Kemudian pada tahun 2015 terjadi pembakaran sebuah rumah ibadah yakni Gereja Huria Kristen Indonesia di Desa Suka Makmur sehingga terjadilah konflik berdarah.

"Di Desa Suka Makmur ini terdapat tiga Gereja. Nah setelah salah satu Gereja terbakar dan terjadi konflik yang sebenarnya sudah diselesaikan tim rekonsiliasi hingga pemberian kompensasi," ungkap Hasan Basri.

"Nah di sini sebenarnya masih tersedia potensi konflik kalau dia tidak diselesaikan, maka dalam hal ini dibentuk TP4 bentukan Pemerintah Aceh," tambahnya.

Baca juga: Datangi DPRK Aceh Singkil, Guru Ramai-ramai Minta Dibayar Uang Insentif

Setelah didata pada tahun 2021, terdapat 24 Gereja di Aceh Singkil dari kesepakatan awal yang legalnya satu Gereja dan empat Undung-Undung.

Rinciannya 20 Gereja Kristen dan 4 Gereja Katolik. Lalu kesepakatan tokoh masyarakat dan Pemda Aceh Singkil untuk ditertibkan 10 Gereja.

Gereja Katolik yang sudah ditertibkan tidak dibangun kembali, sementara yang punya Kristen ada beberapa yang difungsikan kembali dalam bentuk tenda di Desa Sanggaberu Silulusan.

“Inilah yang dikampanyekan Aceh tidak toleran dan sebagainya," jelas Hasan.

"Sebenarnya desa itu letaknya tidak jauh dari Suka Makmur, satu jalan yang sama. Kayak dari sini ke Lambaro paling ada (1,5 Km), naik sepeda juga selesai," tambahnya.

Baca juga: Ajukan Izin Operasional Haji & Umrah, Kantor Gadikah Mandiri Islami Disambangi Kemenag Aceh Singkil

Itulah yang menjadi pertimbangan Pemkab Aceh Singkil menertibkan Gereja tersebut karena di dekatnya sudah ada Gereja.

"Kami melihat, ketika Gereja yang sudah ditertibkan kemudian dibangun kembali, ini akan memunculkan konflik baru," kata Hasan.

Untuk itu, perlu disepakati sebenarnya berapa Gereja yang layak dibangun di Aceh Singkil dan di mana saja.

“Inilah PR tim TP4 ini memediasi semua pihak dan kesepakatan itu dibawa ke Pemda untuk dilegalkan," tambahnya.

Selanjutnya, Sub Koordinator Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) dan Kerukunan Umat Beragama (KUB) Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh, Zulfahmi menjelaskan syarat membangun rumah ibadah berdasarkan aturan yang ada.

Baca juga: Pj Bupati Targetkan APBDes di Aceh Singkil Cair Januari 2023, 10 Desa Mulai Susun Rancangan

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri (PBM), izin membangun tempat ibadah minimal jamaahnya berjumlah 90 orang, sedangkan di Qanun Aceh minimal 150 orang untuk jamaahnya.

"Menurut kami perlu ada TP4, walau apapun itu namanya nanti," ungkap Zulfahmi.

"Kami sangat mendukung, terutama Pj Bupati Aceh Singkil supaya membuat langkah kongkret," tambahnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved