Opini
Generasi Darussalam di Ambang Kehancuran
Saya mewawancarai sejumlah anak muda di warung kopi yang sedang sibuk dengan game di gadget mereka dan menanyakan dari kampus mana mereka berasal
OLEH TEUKU ZULKHAIRI, Sekjend Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh.
SEBELUM menulis artikel ini saya sudah mengunjungi setidaknya belasan warung kopi di Banda Aceh dan khususnya di seputaran Darussalam dan menyaksikan kesibukan terbesar generasi muda kita.
Jika tidak percaya, buktikan saja sendiri apa kesibukan mereka.
Tidak lain adalah bermain game online.
Dan tidak sedikit di antaranya bermain game High Domino yang sudah diharamkan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh.
Dekati saja anak-anak muda kita di warung kopi satu per satu dan coba lihat sendiri dan buktikan sendiri apa yang saya sampaikan ini.
Dan khususnya di Darussalam, tentu kebanyakan di antara mereka adalah generasi terpelajar yang sedang menempuh studi di dua kampus utama jantong hatee rakyat Aceh, yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala (USK) yang nama kedua kampus ini diambil dari dua nama besar ulama besar di era Kerajaan Aceh Darussalam.
Terhadap fenomena ini, sebenarnya sudah sering disinggung oleh banyak penceramah dan akademisi kita sendiri.
Di media sosial maupun dalam artikel-artikel.
Baca juga: Marthunis Ajak Kades Plot Dana Desa untuk PAUD, Guna Persiapkan Generasi Emas Aceh Singkil
Baca juga: Ajak Generasi Muda Untuk Menabung, Menko Airlangga Ingatkan Lifelong Learning
Bahkan, almarhum Prof Dr Farid Wajdi Ibrahim pernah mengeluarkan kalimat “kemarahan yang menggelegar” kala itu.
Beliau mengatakan bahwa hanya di Aceh yang 80 persen generasi mudanya sibuk di kafe.
Dan fenomena ini kata beliau adalah musibah besar bagi bangsa Aceh melebih dahsyatnya bom atom.
Tapi pedihnya, fenomena ini seperti tidak ada upaya untuk menanggulanginya.
Apakah memang boleh kita biarkan? Dimana Rektor UIN Ar-Raniry, dimana Rektor USK? Dimana pimpinan kampus-kampus lain di Banda Aceh? Kebijakan apa yang bisa dilakukan? Sudahkah fenomena ini menjadi perhatian besar kita? Atau kita sudah merestui keadaan generasi muda Darussalam seperti ini? Soal angka 80 persen yang disebut almarhum Prof Farid itu memang masih perlu riset mendalam untuk pembuktiannya.
Akan tetapi apabila kita melihat kenyataan di lapangan, seperti itulah fakta yang tampak.
Mereka betul-betul sangat sibuk dengan game-game itu.
Saya mewawancarai sejumlah anak muda di warung kopi yang sedang sibuk dengan game di gadget mereka dan menanyakan dari kampus mana mereka berasal.
Mereka menjawab dari UIN Ar-Raniry dan dari USK.
Meskipun di seputar Darussalam juga ada kampus-kampus lainnya, seperti Al-Washliyah, STAI Pante Kulu dan STKIP BBG.
Baca juga: KEK Arun Tanda Tangani MoU dengan AKAOGAS, Ini Manfaatnya Bagi Generasi Muda Aceh
Namun perhatian terbesar kita akan tertuju ke UIN Ar-Raniry dan USK sebagai dua kampus dengan mahasiswa terbanyak di Banda Aceh.
Pembaca boleh saja tidak setuju dengan judul saya di atas atau bahkan marah sekalipun.
Silakan saja melihat kesibukan generasi muda kita di Darussalam dengan game-game di gadget mereka sebagai suatu persoalan kecil.
Tapi mohon dicatat dan dilihat kembali dalam sejarah peradaban Islam, bahwa bangkit dan runtuhnya peradaban Islam itu sangat tergantung pada generasi mudanya.
Sejarah-sejarah menulis dengan tinta emas bahwa bangkitnya peradaban Islam itu sangat dipengaruhi oleh generasi muda yang dilahirkan umat Islam di kala itu.
Perhatikanlah bahwa umat Islam di tangan anak-anak muda pernah mewujudkan nubuwah Rasulullah tatkala membebaskan Konstantinopel.
Mereka adalah anakanak muda yang dididik dengan pendidikan Islam keras dan jauh dari hedonisme.
Ingat juga bahwa Sultan Fatahillah dari Samudera Pasai yang masih muda pernah berjuang mengusir Portugis dari Batavia (sekarang Jakarta).
Dan sangat banyak lainnya perubahan besar dilakukan oleh anak-anak muda.
Dan sebaliknya, sejarah dengan sangat gamblang menulis bahwa kehancuran peradaban Islam sangat dipengaruhi oleh kerapuhan pemudanya.
Baca saja kisah kehancuran Andalusia, Ottoman dan sebagainya.
Baca juga: Aceh Darurat Narkoba, Generasi Muda Terancam, Kita Semua Harus Peduli
Jadi sekarang mari kita pikirkan, apakah mungkin kita berharap masa depan bangsa ini menjadi lebih baik di tangan generasi muda kita yang sibuk dengan permainan- permainan game yang melalaikan? Sama sekali mungkin.
Kita tidak mungkin bisa berharap banyak kepada mereka.
Bahkan bukan saja kita tidak mungkin berharap banyak mereka akan berpartisipasi dalam membangun peradaban dan kejayaan bangsa ini, namun keberadaan mereka itu sendiri adalah masalah besar bagi bangsa ini.
Di warung kopi dan kafe, bukan saja sebagian besar mereka sibuk dengan gamegame yang melalaikan itu, namun juga perihnya mereka juga abai dengan kewajiban shalat.
Dalam setiap kali saya duduk di warung kopi saya juga selalu tergerak untuk mengajak shalat anak-anak muda di warkop yang mungkin saya jangkau.
Percayalah wahai para ayah ibu orang tua yang anaknya belajar di Banda Aceh, saya mendapati umumnya mereka tidak peduli dengan panggilan azan.
Dan apa yang saya katakan ini juga dibenarkan oleh para dosen- dosen lain yang juga tergerak hatinya untuk mengajak shalat generasi muda kita yang duduk di warkop.
Para dosen kawan-kawan saya yang pernah mengajak mereka untuk bergerak ke masjid untuk shalat juga mendapati jawaban serupa, mereka generasi muda kita di Darussalam itu tidak peduli, kecuali sebagian kecil saja di antara mereka yang peduli.
Untuk lebih mudah memahami apa yang saya katakan ini, hal mudah yang paling bisa dilacak adalah kondisi masjid di seputar Darussalam dan Banda Aceh umumnya.
Jangan terlambat Berapa banyak generasi muda kita yang hadir disana untuk menunaikan shalat? Cobalah kita teliti dari masjid ke masjid.
Maka sungguh jumlah jamaah di masjid sangat-sangat tidak sebanding dengan jumlah generasi muda kita yang berjibun yang pergi ke Banda Aceh untuk menuntut ilmu di sejumlah kampus ternama.
Jadi, jika keadaan generasi muda -- di Darussalam khususnya sebagai wilayah yang sering saya saksikan-- sangat lalai dengan game, serta abai dengan kewajiban shalat, maka ini adalah keadaan dimana generasi Darussalam sedang diambang kehancuran.
Jika generasi muda kita diambang kehancuran, maka sekali lagi, mungkinkan kita berharap Aceh akan berjaya di tangan mereka kelak? Melalui tulisan ini, kita menaruh harapan kepada semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap masa depan bangsa ini.
Institusi keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan dan pemerintah Aceh harus berjuang keras menyelamatkan mereka dari kesibukan yang sia-sia.
Para ayah dan ibu yang anaknya dikirim untuk kuliah ke Banda Aceh, pahamilah bahwa kewajiban ayah ibu belum selesai.
Pantaulah anak-anakmu.
Ke mana mereka bawa waktu-waktu berharga di usia muda.
Jangan biarkan mereka jadi generasi yang lalai.
Dan jangan pernah kita membiarkan mereka menjadi anak-anak yang abai dengan kewajiban shalat.
Padahal, Rasulullah saw telah mengingatkan kita bahwa shalat adalah tiang agama.
Siapa saja yang mendirikan shalat maka dia telah mendirikan agama dan sebaliknya, siapa saja yang meninggalkan shalat maka dia telah meruntuhkan agamanya”.
Dan kepada Rektor UIN Ar- Raniry, Rektor USK, serta para pimpinan perguruan tinggi lainnya di Banda Aceh, duduklah dan rumuslah kebijakan untuk menyelamatkan generasi muda kita ini.
Jangan anggap ini persoalan kecil karena jika demikian maka bangsa ini akan sangat menyesal di kemudian hari.
Bila perlu mondokkan mahasiswa-mahasiswa Darussalam khususnya dan seluruh Aceh umumnya di dayah-dayah.
Tidak salah bila pagi hari mereka kuliah dan malamnya mereka mengaji dan mengikuti agenda-agenda pembentukan karakter lainnya.
Untuk pemerintah, rumuslah aturan-aturan demi menyelamatkan generasi muda kita dari kehancuran.
Jangan terlambat! (teuku.zulkhairi@arraniry.ac)
Baca juga: Pesan Luqmanul Hakim untuk Wujudkan Generasi Indonesia Emas
Baca juga: Generasi Milenial, Ayo Kita Berdakwah Melalui TikTok!